Fajar menyingsing, aku terbangun dari tidur di dahan pohon, tempat beristirahat semalaman. Hari ini, aku memutuskan untuk berburu, berusaha menghemat persediaan makanan yang tersisa.
"Ha! Kena kau... Wow, gede cuy!"
Selama berburu akhirnya, aku berhasil menangkap seekor ayam hutan jantan yang gemuk. Tanpa membuang waktu, aku segera menyembelihnya dan membagi dagingnya menjadi beberapa bagian. Aku menyalakan api unggun untuk memanggangnya, menunggu hingga matang sempurna. Aroma harum daging yang telah matang mulai menyebar, membuat perutku semakin lapar.
Meski tanpa bumbu dapur, tekstur dagingnya begitu juicy dan lembut. Rasanya begitu nikmat, mengisi mulutku dengan kelezatan alami ini. Sungguh, nikmat Tuhan mana yang bisa kau dustakan? Setelah sarapan pagi, aku melanjutkan perjalanan dengan penuh harapan, meski tanpa arah dan tujuan yang pasti. Berharap, dengan setiap langkah ini, akan ada sebuah peradaban yang menyambut dan menolong ku dari kesepian ini. Aku memutuskan untuk menuju tepian sungai, mengikuti aliran air yang menjadi petunjuk menuju sebuah peradaban.
Dengan harapan yang belum pudar, aku terus melangkah mengikuti sungai. Kicauan burung memenuhi telinga dan tak jarang aku berjumpa dengan hewan-hewan liar yang tampak asing di sini. Aku melihat rusa bertanduk berkilauan biru, rubah dengan tiga ekor yang berlari mendadak saat menyadariku, tupai dengan bulu-bulu indah, bahkan kupu-kupu yang bercahaya menghiasi panorama hutan ini.
Namun tidak hanya itu, keindahan alam di hutan ini yang masih begitu asri pun membuatku terpesona. Suara gemercik air sungai memecah keheningan, sementara sinar matahari menembus celah-celah pepohonan rimbun. Mataku disajikan pemandangan yang menakjubkan, seolah kanvas raksasa yang diberi warna alami oleh sang Pencipta. Aku merasakan sensasi luar biasa dalam perjalanan ini, menghadirkan gelora di hati yang tak tergambarkan. Aku tidak pernah menyangka bahwa ada kehidupan di alam semesta lain yang begitu menakjubkan. Penemuan ini benar-benar luar biasa bagiku.
Sejak tadi, aku tak bisa melepaskan ponsel. Aku sibuk mengambil foto-foto dan merekam video singkat sebagai bukti bahwa pernah berada di alam semesta yang sama sekali berbeda. Hanya ingin memastikan bahwa ketika kembali ke dunia, aku dapat berbagi pengalaman ini dengan orang lain.
Tak bisa aku berkedip setelah menyaksikan keindahan luar biasa di depan mata ini. Sungguh, aku seolah terbawa ke alam semesta yang baru. Sulit bagiku mempercayai apa yang terlihat. Kehidupan di sini begitu indah, tidak kalah dengan Bumi. Setiap detik, rasa syukurku kepada Pencipta semesta ini semakin menguat.
Walaupun hati ini dipenuhi rasa syukur, keraguan tetap menyelimutiku. Apakah aku dapat kembali ke Bumi? Mungkinkah ini adalah kematianku? Kenapa aku dikirim ke dunia ini? Apakah alam kubur tidak seperti yang dijelaskan di dunia? Hanya Tuhan yang mengetahui jawabannya.
Setelah seharian penuh berjalan menyusuri aliran sungai, aku merasa sangat lelah. Akhirnya, aku memutuskan untuk beristirahat. Aku memasang tenda semi otomatis yang akan digunakan untuk berkemah. Tentunya, aku mencari lokasi yang aman dan jauh dari gangguan binatang buas. Tempat yang aku pilih adalah di pinggiran aliran sungai yang ditumbuhi ilalang dan semak.
Aku membawa dedaunan dan rerumputan kering ke tenda dengan maksud untuk menumpuk di atasnya, agar tenda dapat tersembunyi dan menjadikannya terlihat seperti bagian dari lingkungan sekitar. Hal ini diharapkan bisa mengecoh binatang buas yang mungkin ada di sekitar. Aku hanya berharap agar tidak bertemu dengan T-Rex atau bahkan Raptor yang pastinya akan membuat kerepotan. Hari mulai gelap, setelah menjalani rutinitas, aku kembali terlelap dalam tenda.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Destiny of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)
FantasiJUDUL PENDEK : The Hero Commander BLURB: Energi petir membelah langit dengan gemuruh yang menakutkan, menerbangkan seorang Prajurit Komando ke dimensi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dengan melemahnya segel Raja Iblis akibat perseteruan an...