CHAPTER 14 : Serangan Malam

54 9 0
                                    

POV 3

Tidak jauh dari lokasi tersebut, beberapa pembunuh yang diutus oleh Albert sedang memata-matai pos jaga tempat istirahat para rombongan. Chengiz yang tetap waspada, sibuk mengatur api unggun tanpa menyadari bahwa sekelompok orang sedang mengelilingi lokasi tersebut.

Yudha sebenarnya dapat dengan mudah mendeteksi keberadaan orang-orang tersebut menggunakan radar yang ada pada jam tangannya. Namun, untuk menghemat daya, Yudha memutuskan untuk menonaktifkan fitur radar tersebut. Sehingga, ia pun tidak menyadari kehadiran mata-mata yang berusaha mencelakainya.

Dua dari mata-mata tersebut menggunakan jubah magis yang memiliki kemampuan kamuflase, sehingga mereka dengan mudah masuk ke dalam tenda tanpa diketahui oleh Chengiz yang tetap berjaga. Sebenarnya Chengiz merasakan sesuatu yang tidak beres, namun ia hanya menganggapnya hanyalah perasaan sepele biasa.

Yudha nampak tertidur pulas di tempat tidurnya dan tidak mengetahui apa yang akan terjadi kepadanya. Sedangkan Syira yang tidur disamping Yudha terbangun karena merasakan sesuatu yang tidak beres. Insting tajam dari seorang ras harimau memberitahunya bahwa ada bahaya yang sedang mengintai disekitarnya.

Namun, Syira tak berani bergerak, seiring dengan mentalnya yang masih anak-anak, belum cukup mampu membangkitkan keberaniannya. Ia hanya terdiam di tempat tidur, berpura-pura tidur agar kedua pembunuh tak mencurigainya.

"Apakah dia orangnya?" bisik Pembunuh A.

Mendengar bisikan itu, Syira memendam jeritannya dalam diam.

"Melihat ciri-ciri yang ada, tidak salah lagi bahwa dia orangnya," balas Pembunuh B.

"Ayo, eksekusi dan segera pergi!" bisik pembunuh A kembali.

"Tentu saja!" balas Pembunuh B.

Dalam kegelapan gulita, salah satu pembunuh itu dengan gesit mengeluarkan pisau belati dari balik jubahnya. Pisau belati itu berkilauan dengan dinginnya, siap meluncur lurus menuju leher Yudha. Seperti bayangan maut yang tak terelakkan, pisau itu mendekat dengan cepat.

Namun takdir berkata lain. Tanpa ragu atau takut, Syira mengumpulkan segenap keberaniannya dan mendekap tubuh Yudha. Dalam keheningan ini, dia berteriak dengan suara histeris yang memotong keheningan malam.

"Tidakkkkk......"

Detik itu terasa berkepanjangan, waktu berhenti di tempat. Teriakan histeris Syira melintasi kegelapan dan mencapai telinga kedua pembunuh itu. Seperti sapuan badai yang tiba-tiba, teriakan itu memprovokasi sebuah keguncangan dalam hati mereka. Dan dalam detik yang melambat, mereka terdiam, terjebak dalam keheningan yang mengejutkan.

Tiba-tiba, itulah saat Yudha terbangun, disadarkan oleh teriakan yang memilukan itu. Mata lelahnya segera terarah pada Syira, yang menangis dan merintih tanpa sadar bahaya yang mengitari mereka. Yudha dengan cepat berusaha menenangkan Syira yang rapuh di pelukan kehangatannya.

"Ada apa Syira? Kamu mimpi buruk lagi ya?" kata Yudha dengan nada lembut, masih belum menyadari bahaya yang mengintai.

Namun, sebelum Yudha bisa menyadari situasi yang sebenarnya, seorang pembunuh yang lain, melangkah dengan diam dari belakang, berencana untuk menyerang Yudha lagi. Syira dengan insting yang tajam menjerit dalam ketakutan, memperingatkan Yudha dengan sekuat tenaga.

"Tuan Yudha, hati-hati di belakangmu!!"

Dalam sekejap, kecerdikan Syira berhasil menjaga Yudha agar waspada. Yudha yang kini sadar akan bahaya yang mengintai merespon secara refleks dengan memegang pergelangan tangan pembunuh B, mengendalikan situasinya dengan taktik yang tak pasti. Dalam hitungan detik, Yudha dengan pukulan yang presisi mendaratkan tinjunya ke dagu pembunuh B, membuatnya tersungkur tak berdaya.

The Destiny of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang