CHAPTER 20 : Malam Hangat

57 8 0
                                    

POV Yudha

Cahaya kemerahan gemerlapan melintas di ufuk barat, menciptakan panorama senja yang memukau. Dengan hati mantap, kami mendirikan perkemahan di tempat istirahat di dalam hutan. Di sinilah kami mencari perlindungan dari kegelapan dan kelelahan perjalanan.

Kuda-kuda yang telah setia menarik wagon bersandar, menghela napas panjang seolah mengucapkan terima kasih pada otot-otot yang telah bekerja keras. Sementara itu, semangat mencuat dalam diri, membara layaknya api yang berkobar di hadapan kami.

Dalam gelap malam, api unggun menerangi wajah kami yang berseri-seri. Suara riuh rendah bergema, riang dari percakapan ceria yang terjalin di sekelilingnya. Makan malam, penuh dengan kenikmatan dan kebersamaan, menambah kerinduan pada malam-malam di mana aku sendirian di depan api unggun.

Hutan yang sebelumnya seperti tempat terlarang kini berubah menjadi tempat perlindungan bagi kami. Syira, Tuan Leonard, Nona Chinua, Chengiz, dan beberapa prajurit yang kiranya akan menuntun kami pada sebuah misi yang sah. Bersama-sama, nyala api unggun menyatukan hati dan jiwa kami, membakar tekad dalam dada untuk menghadapi segala rintangan yang menanti di depan mata.

"Saudara Yudha? Kamu tidak minum?" tiba-tiba Chengiz menawarkanku segelas arak. Cahaya api unggun memancarkan kilauan lembut di wajahnya yang penuh semangat.

Tentu saja, aku menolak tawarannya. Aku tidak minum alkohol karena alasan keyakinan ku. Namun, keinginan itu terasa sulit untuk disuarakan.

"Maaf, aku gak tahan minum arak," ungkapku dengan suara samar, berusaha keras menyembunyikan rasa penolakan.

Chengiz, dengan penuh semangat yang tak terbendung, terus memaksa. Tatapannya menunjukkan keyakinan bahwa arak ini akan memberikan semangat dan kehangatan di malam yang dingin ini.

"Ayolah, coba dikit aja!" ajaknya, suara bergetar penuh penyesalan jika aku menolak.

Namun, sebelum aku bisa menemukan keberanian untuk menolak lagi, suara halus dari samping menyela percakapan kami.

"Udah ku bilang aku gak-"

"Tuan Yudha, bolehkah saya yang meminumnya?"

Pandangan kami seketika beralih pada Syira yang dengan polos duduk di depan perapian, wajahnya memancarkan keingintahuan murni.

""Enggak boleh!"" lantang kami berdua menjawab hampir bersamaan, suara terisi kekhawatiran bahwa dia masih terlalu muda untuk mengenal alkohol.

"Loh, kenapa?" tanya Syira dengan tatapan polosnya, mencoba mencari jawaban atas penolakan yang keras dari kami.

"Sayang, kamu masih kecil, gak boleh minum minuman orang dewasa, ya!" kata Nona Chinua kepada Syira.

"Humf... Aku bukan anak kecil bibi!!" kata Syira sambil menggembungkan pipinya.

Nona Chinua melemparkan senyuman lembut ke arahnya. "Huaaaa, kamu memang manis sayang, Mama jadi tambah gemes deh sama kamu!" Saat berkata demikian, Nona Chinua mencubit kedua pipi Syira.

"Bibi Chinua... Sakit!!" Syira mengeluh kecil, merasakan rasa sakit di pipinya.

Nona Chinua tertawa lembut. "Ah... Kamu terlalu manis!!"

Aku yang menatap interaksi keduanya hanya merasa terheran-heran. Suasana malam yang hangat dengan cahaya gemerlap api unggun menciptakan latar belakang yang mempesona untuk momen keakraban mereka.

Nona Chinua, dengan matanya yang berbinar-binar, merangkul Syira dengan kelembutan. Ia mencicit pipi Syira dengan lembut, mengekspresikan rasa sayang yang begitu dalam.

Tuan Leonard melangkah maju dari kegelapan, menuju keramaian yang berkumpul di sekitar api unggun yang berkobar. Langkahnya yang mantap selaras dengan suasana malam yang riang.

The Destiny of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang