CHAPTER 16 : Metode Sesat

58 10 1
                                    

"Awawun yang au lalulan ada ku ercuma. Au idak aan biara lai!!" (Apapun yang kau lakukan pada ku percuma. Aku tidak akan bicara lagi!!) pria itu hanya mengeluarkan kata-kata tak jelas.

Perkataannya terdengar samar di telingaku karena mulutnya tersumpal oleh kaos kaki yang bau. Melihat betapa gigih pria itu dalam merahasiakan informasi membuatku kesal. Tampaknya tidak ada cara lain selain metode yang lebih brutal lagi. Sebenarnya aku malas melakukannya, namun metode ini adalah satu-satunya yang efektif.

Andai saja ada sihir yang bisa membantu melihat isi pikiran seseorang, semuanya akan menjadi lebih mudah. Mungkin sihir itu ada hanya saja aku belum mengetahuinya.

"Oke, kalau gitu!" kataku seraya mengarahkan pandangan ke Nona Chinua yang berdiri di dekatku. "Kalau Nona gak keberatan, bisa tinggalin tempat ini dulu! Aku mau pake metode yang lebih brutal lagi pada pria ini," pinta ku. Aku hanya tidak mau dia merasa tidak nyaman melihatnya.

"Kenapa kamu malah minta aku pergi? Kamu ngusir aku?" Tanggapan Nona Chinua terdengar bermaksud menolak permintaanku. Yah, aku tak bisa memaksanya.

"Ya gakpapa sih, kalau mau lihat, ya silahkan aja. Tapi jangan tutup mata ya!" kata ku dengan sedikit ketegasan.

"Haa, tutup mata? Kenapa aku harus menutup mataku?" Tanpa basa-basi, aku dengan cepat menjulurkan tangan dan melorotkan celana pria yang berusaha menyelinap tadi. Bahkan pria itu terkejut dengan tindakanku, sebagaimana juga orang-orang di sekitar yang menyaksikan adegan konyol ini.

"Nga-nga-ngapain haaa!!?" Wajah Nona Chinua kaget melihat tindakanku yang konyol. Dia bahkan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Lah katanya mau lihat? Kok mukanya ditutup gitu?" ejekku sambil mengerling ke arahnya.

"Siapa bilang mau lihat!? Coba ngomong tuh yang jelas biar gak salah paham. Ih dasar, anak muda sekarang mesum gak punya sopan-santun!!" Nona Chinua berdecak kesal lalu pergi dengan anggun. Tidak mengherankan lagi, begitulah wanita.

Sebenarnya, aku hanya sedikit iseng pada Nona Chinua. Walaupun dia sudah emak-emak ternyata masih bisa di jahili dengan candaan vulgar ini. Saat Nona Chinua pergi aku dapat bernapas lega, dengan begini bisa lebih leluasa mengintrogasi pelaku.

Chengiz, yang sebelumnya menjadi saksi tingkah kami, memperhatikan dengan kebingungan. "Oi, Saudara Yudha! Bagaimana caranya?" bisiknya.

"Ah iya, nanti ku ajarin!" pungkas ku.

"Kafu, mou ngafain hee!?" (Kamu mau ngapain ha?) Kata pria penyusup memberontak.

"Bro, gini. Coba aja kamu mau jujur gitu lo. Andai aja gak usah bertindak konyol kek tadi, gak bakal kek gini," kataku dengan sikap santai namun penuh ancaman.

"Lefain auu arhgg!!" (Lepasin aku arghhh!!)

Aku kembali melihat ke arah pisau sangkur di tanganku dan memainkannya di depan wajahnya.

"Cepet ungkapin, semua informasi yang kamu punya! Kalau enggak, adik kecil mu ini akan jadi korban ketajaman pisau ku selanjutnya," ancamku dengan suara dingin, sambil membuka mulutnya dan menunjukkan pisau belati yang mengarah ke arah kemaluannya.

"Bunuh saja... Bunuh saja aku daripada kamu memotongnya. Haaa!!" teriak pria itu histeris.

"Aha ha ha ha," tawaku dengan kegilaan. "Membunuhmu memang percuma, bukan? Lebih baik aku memotong ini sampai habis sebagai ganti nyawamu. Apa kamu setuju?" Secara perlahan, aku mulai mengarahkan pisau ke adik kecilnya di balik celana dalamnya.

"Ahh, Iya!!! Iyaa!! Iyaa!! Aku akan mengatakannya semua!!"

Pria itu dengan cepat membocorkan seluruh informasi penting yang ia ketahui. Praduga-peradugaanku benar, ia adalah anggota komplotan pemberontak Sivieth. Ia memberikan semua rincian informasi dengan sungguh-sungguh, memungkinkan kami untuk memperoleh segala informasi yang dibutuhkan.

The Destiny of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang