8. Trauma

37 19 3
                                    

Aku mengenakan pakaian kasual dengan rapi. Berdiri di depan cermin dan menyisir rambutku yang sedikit keriting. Dirasa tampilan telah rapi, aku bersiap-siap pergi untuk membeli peralatan sekolah bersama Pablo.

Aku mendengar teriakan Pablo yang menyuruhku cepat-cepat dari luar toko. Aku membalas teriakannya, "iya! Aku ke sana!" Aku mengambil tas selempang yang berisikan beberapa uang.

Bunda dan Maya tersenyum hangat kepada kami berdua. Saling melambaikan tangan tanda sayang. "Aku berangkat!" ujarku.

"Hati-hati di jalan!" Bunda masih melambaikan tangannya.

Tanpa sadar, Maya sekarang juga ikut bekerja di toko kami. Menyewa petualang sekelas Maya memanglah sangat mahal, maka dari itu dia sering sekali menganggur. Biasanya dia mendapatkan komisi dari istana, namun akhir-akhir ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Pablo melihat kertas daftar barang-barang yang akan kami beli untuk bersekolah. "Pertama-tama, mari kita beli buku tulis dan buku pelajaran dahulu."

Aku mengangguk paham.

Kami tiba di depan sebuah toko buku lengkap. Papan nama tokonya begitu mewah. Aku sedikit terpesona. "Kenapa mewah sekali tempat ini? dan juga sangat mahal, ya?"

Pablo terkekeh. "Kau tidak pernah melewati tempat ini? Padahal aku sering melihatmu berkeliling kota dengan membawa besi berat, hahaha!”

Aku mengernyitkan dahi. "Memangnya kenapa kalau aku tidak tahu? Lagi pula toko buku ini jauh dari rumah, dan juga kami baru saja tiba di kota ini."

Pablo terkekeh lagi. "Sudahlah. Toko ini terlihat mewah, karena toko ini dikelola oleh negara Halmaar sendiri, demi menciptakan sumber daya manusia yang baik," Pablo menjelaskan sambil melangkahkan kakinya masuk ke toko.

Di toko buku, kami membeli tiga puluh empat buku tulis, dan dua puluh lima buku mata pelajaran. Sangat banyak, kan? Ya, karena pelajaran di akademi sangat banyak, mulai dari sihir, kekuatan fisik, kimia, biologi, bahasa-bahasa kuno atau sastra, sejarah dunia lama, sosial, bahkan bisnis pun ada, dan masih banyak lagi.

Aku memijat keningku. "B-banyak sekali ... apa semua ini akan terpakai?"

"Tentu saja akan terpakai. Bahkan sebenarnya masih banyak lagi buku yang harus kita baca di perpustakaan akademi," kata Pablo serius.

"Ah, aku benci membaca buku!" ujarku gelisah.

Pablo menyudutkan bibirnya. "Akademi bukan tempat untuk bermain, sobat."

Alisku terangkat. Memang benar yang dikatakannya. Aku kembali ke masa lalu bukan untuk bermain-main. Aku telah bertekad untuk menyelamatkan bunda dari kutukan misterius itu.

Setelah membeli buku, kami pergi untuk membeli berbagai senjata yang akan aku gunakan kelak.

Tidak terasa, langit pun memperlihatkan keindahan sore harinya. Kami bergegas kembali ke toko membawa banyak barang.

Sesudah itu, Pablo pulang dengan tergesa-gesa. Aku rasa dia memang selalu seperti itu setiap ingin pulang, selalu ingin cepat-cepat.

"Besok mulai bersekolah, ya?" kata bunda sambil mengelap meja.

Aku tersenyum lebar. "Aku akan berusaha!"

°—┌⁠★⁠┘—°

Aku menapakkan kaki di akademi untuk pertama kalinya. Suasana begitu sejuk dan rindang. Tidak kusangka di balik pagar besi terdapat taman yang begitu besar.

Tampak dari depan, akademi memang terlihat sangat mewah dan megah. Bangunannya tinggi yang menjulang. Di atas gedung, terdapat sebuah patung roh suci kuno yang memancarkan keanggunan.

"Patung itu ...." Aku terpana dengan keindahannya.

"Itu roh suci," jawab Pablo.

Mataku terbelalak. "Roh suci? Maksudmu ras yang pernah hampir punah karena Troll?"

"Wow, kau tahu banyak, ya?" Pablo menyudutkan bibirnya. "Pelajaran seperti itu hanya didapatkan di akademi. Apa kau mantan bangsawan?" Pablo tertawa.

Aku tertegun.

Meski aku adalah keturunan bangsawan, tetapi aku tidak pernah merasakan kekayaan itu. "Mana mungkin. Aku ini anak desa yang baru saja pindah ke kota!" seruku sambil menggaruk kepala.

Aku dan Pablo memasuki pintu masuk akademi.

Di depan pintu masuk terdapat lobi besar dengan langit-langit transparan, memancarkan sinar mentari masuk ke dalam lobi, serta tanaman-tanaman asri, dan bunga-bunga indah yang bermekaran indah.

Seluruh siswa-siswi terlihat sibuk, berlalu-lalang tanpa henti. Mereka membawa berbagai aneka macam senjata, dan buku-buku.

"Langsung saja masuk ke ruang kepala akademi," ungkap Pablo.

Aku mengangguk.

Setelah mengurus dokumen-dokumen penting, aku dipersilahkan untuk memulai kelas.

Ketika memasuki kelas, tubuhku bergetar. Wajar saja, aku tidak pernah memiliki teman seusiaku, kecuali si Pablo ini.

Dia berdiri di sampingku, menatapku dengan heran. "Kenapa?"

Aku menggeleng cepat. Menunduk menatap lantai karena takut menatap wajah-wajah mereka.

"Silahkan, Rey. Perkenalkan dirimu," ucap guru yang sedang mengajar. "Pablo, kau duduklah terlebih dahulu."

"B-baik!" jawabku terbata-bata.

Pablo duduk, meninggalkan aku yang masih berdiri di depan kelas. Ah, rasanya sangat memalukan. Aku benar-benar tidak ahli berkomunikasi dan bertemu dengan banyak orang.

"Namaku ... Reynard. Aku berasal dari—"

"Wah! Aku tahu, kau! Kau yang membantu ibumu berjualan di toko Makaroni Reyn, kan?" ucap seorang anak perempuan yang bersemangat.

Aku mengangguk pelan. "Ya."

"Grace," tegur professor Ell dengan senyuman mematikan.

Seketika tubuh anak perempuan seusiaku yang diketahui bernama Grace tersebut merinding atas perlakuan guru pembimbing yang tersenyum dengan senyuman menakutkan.

Breaking the Curse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang