2. Pengkhianat Pantas Mati!

84 32 34
                                    

"Dosa-dosamu siap menghukummu di neraka."

————

"Rey bersifat aneh dari semalam.” Bunda mengelus kepalaku.

"Aku pulang!" Pintu terbuka. Sosok perempuan yang aku kenal, bibi Lean sang pengkhianat—aku menatapnya dengan tatapan penuh amarah.

"Ada apa, Rey? Mengapa menatapku seperti itu?" Bibi Lean terlihat panik.

Aku menatapnya tajam. “Menurutmu?”

Bunda menghembuskan napas pelan. "Bunda harus secepatnya pergi. Wawancara kerja akan segera dimulai. Lean, tolong jaga Rey, ya."

Bibi Lean menganggukkan kepalanya, tersenyum manis kepada bunda.

"Sudah lama aku tidak memakan makaroni buatan bunda,” aku berkata pelan.

Bunda menoleh. “Kau mau makan itu lagi? Kau sangat suka makanan manis.” Bunda terkekeh kecil.

“Setelah pulang dari wawancara kerja, bunda akan membeli bahan-bahannya di pasar kota. Kalian tunggu saja, ya,” ucap bunda, sembari membuka pintu rumah.

Pasar di kota lebih lengkap dan berkualitas daripada makanan pokok yang dijual di desa.

Bunda melambaikan tangan dengan senyuman hangatnya yang memancarkan kelembutan di hatiku.

Senyumku memudar setelah punggung bunda sudah tak terlihat lagi dari mataku.

Aku memandang bibi Lean dengan tatapan tajam. Tampaknya, dia masih tidak paham, mengapa aku terlihat sangat marah padanya.

"Kenapa, Rey? Apa aku membuat kesalahan?" tanya bibi Lean yang masih berpura-pura polos, dan itu benar-benar menjijikkan.

“Ikut aku.” Aku berjalan ke arah hutan, berusaha menjauh sejauh mungkin dari desa.

Setelah dirasa sudah cukup jauh, aku memberhentikan langkahku.

Lean mengikutiku dari belakang. “Ada apa, Rey? Kau benar-benar marah, kau tak apa?”

"Tidak usah sok peduli padaku, pengkhianat!" Aku menoleh menatap sorot matanya dengan tajam.

"Pengkhianat! Apa maksudmu, Rey!?" Bibi Lean menutup mulutnya, memasang raut wajah terkejut.

Aku membentuk pusaran bola-bola listrik di tanganku dengan sihir.

"Aku merasa sangat kecewa padamu. Apa yang kau cari di dalam tubuhku ini? Kekuatanku?" Aku mendekat ke arahnya, membawa pusaran bola listrik di tangan.

"Rey! Aku tidak mengerti apa maksudmu!?" Lean memundurkan langkahnya.

"Kau tidak dengar? Aku bertanya … Apa yang kau cari dalam tubuhku ini?!" teriakku yang mulai memanas.

Lean menyudutkan bibirnya, kemudian, dia tertawa terbahak-bahak layaknya orang gila—reaksi yang sama, seperti yang ia lakukan di masa depan.

"Energi sihirmu begitu dahsyat, Rey. Roh suci yang berada di dalam tubuhmu itu, aku menginginkannya!" Tubuh Lean berubah membesar, persis yang terjadi di masa depan.

Aku memandangnya dengan tatapan hina. “Kau menjijikkan.”

Kata-kataku terpotong, sebab Lean membanting tubuhku, kemudian ia memukul tubuhku bertubi-tubi.

Lean berhenti menyerang ketika tubuhku dipenuhi oleh listrik.

Aku beranjak dari tanah. Berdiri menatapnya dengan tatapan datar. "Kau pikir aku bisa mati dengan serangan murahanmu ini, Lean?"

Breaking the Curse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang