15. Siapa yang Menaruh Garam di Laut?

22 9 0
                                    

"Wah, lihat! Air banyak sekali! Apa di sana ada makhluk aneh yang hidup di dasarnya?!" Grace berseru, mulutnya terbuka lebar.

Aku terpukau. Berdiri di atas tebing, melihat kolam aneh yang berisikan air, serta angin yang menerpa tubuh kami. Baru pertama kali aku melihatnya.

"Tempat apa ini?" tanyaku yang kebingungan.

Maya meletakkan tangannya ke pinggang. "Ini adalah laut!" Maya melompat ke bawah. "Kemarilah! Desiran ombaknya menenangkan, loh!" Maya berseru.

Dengan senang hati, Grace melompat ke tepi pantai. Aku dapat melihat dari wajahnya, dia sangat menikmati tempat yang dinamakan laut ini.

"Asin!" serunya.

Ilos tertawa. "Benar, air laut memanglah asin, Nak!"

"Siapa yang meletakkan garam di laut?" aku bertanya, sambil melompat ke tepi pantai, disusul yang lainnya.

"Hah? Tidak ada yang meletakkan garam di laut! Laut asin karena—" penjelasan Pablo terpotong karena tiba-tiba pengembara tua itu berteriak.

"ORANG TUAKU!" Semua orang menoleh ke arah Ilos. "Orang tuaku yang menaruh garam di laut!" serunya dengan bangga.

"Oh tidak ...." Pablo memijit dahinya, mengeluh pelan.

Aku membulatkan mulutku. "Be-benarkah!?"

Grace yang bersemangat langsung duduk di depan Ilos. Menantikan kisah menakjubkan yang akan diceritakan oleh pak tua itu, dengan tatapan penuh antusias dan bersinar-sinar. "Keren! Kumohon, ceritakanlah kepadaku!"

Aku penasaran, aku tahu saat ini pupil mataku membesar karena takjub akan lautan yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Pastinya akan begini, karena aku menghabiskan sisa-sisa hidupku di penjara bawah tanah yang mengerikan, maka dari itu aku sangat penasaran akan dunia luar.

Rozen berseru, "dia itu bohong, Rey!" Ia datang ke arah kami, dengan wajah serius untuk menjelaskan semuanya. "Akulah yang menaruh garam di laut!"

"Astaga!" Maya menghela napas panjang.

"Sebenarnya apa yang telah terjadi dengan mereka?" Pablo mengelus dadanya.

°—┌⁠★⁠┘—°

Ombak pantai, serta pantulan rembulan di laut benar-benar membuatku tenang. Aku dapat mencium asinnya air laut, yang ternyata disebabkan oleh fenomena alam, bukan karena seseorang yang menaruhnya di sana!

"Kalian semua, kemarilah!" ajak Pablo, untuk duduk di lingkaran api unggun.

Jarak perkemahan yang sedikit jauh dari tepian pantai membuatku sedikit mempercepat langkah kakiku.

"Pergerakan troll sudah semakin sering terjadi. Banyak masyarakat yang menjadi korbannya," jelas Pablo.

"Troll itu sebenarnya makhluk apa?" Walaupun sudah dijelaskan oleh Arfita, aku masih tidak mengerti asal-usulnya.

Maya mengerutkan alisnya. "Sejak dulu, orang-orang mengatakan bahwa troll itu keturunan iblis."

"Iblis?" Grace menggigit bibirnya.

Maya mengangguk. "Ilos, bisakah kau jelaskan tentang pulau itu?"

Ilos menatap bintang-bintang. "Pulau itu, pulau yang aneh. Orang-orang di sana seperti hantu, mereka mengabaikan tim petualang kami pada saat itu, walaupun sudah beberapa kali kami memulai pembicaraan, bertanya kepada mereka tentang pulau mengerikan itu."

"Mereka tidak berbicara?" tanya Rozen.

Ilos menggeleng. "Kami menemukan sebuah istana yang megah di sana. Kami pun mulai memasuki bangunan megah yang layak disebut istana itu tanpa persiapan yang matang. Kami menganggap, penduduk pulau itu sangat acuh, dan tidak perduli oleh pendatang asing, namun tiba-tiba ...." Ilos mengepalkan tangannya.

Aku dapat melihat dari wajahnya. Dia pasti mempunyai trauma di tempat itu. "Jika kau tidak ingin menceritakannya, kau bisa istirahat terlebih dahulu.

Ilos tersenyum. "Maafkan aku, aku baik-baik saja!"

Ia lanjut menjelaskan semuanya, "ketika salah satu teman timku baru saja menginjakkan kaki di bangunan itu ... kepalanya terpotong secepat kilat. Karena kejadian mengerikan itu, kami semua ketakutan, dan melarikan diri dari pulau tersebut."

Grace bersembunyi di tubuh Maya. "M-mengerikan!" kata Grace, yang bergetar ketakutan.

"Yang berbahaya adalah ... ketika kami semua pergi dari pulau itu, seluruh temanku disambar oleh guntur Mato. Hanya aku yang selamat dan berhasil pergi dari tempat mengerikan itu."

Semua orang terdiam tak bersuara. Benar, kami semua ketakutan setelah mendengar perkataannya. Itu adalah sifat asli manusia. Takut akan hal yang berbahaya dan mengancam nyawa.

"Pengalaman itu benar-benar tidak bisa aku lupakan," ucap Ilos, sambil menatap api unggun.

Rozen berdiri tegak. "Jangan takut, semuanya! Kita datang untuk menyelamatkan Joanna dari kutukan itu, bahkan kita bisa menyelamatkan dunia!"

Aku tersenyum tipis.

Grace pun ikut berdiri. "Benar! Akan aku kalahkan penguasa guntur itu!"

°—┌⁠★⁠┘—°

"Kalian siap?" Maya bertanya sembari tersenyum lebar.

"SIAPPP!!" kami semua berseru.

Breaking the Curse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang