19. Janji Pria Sejati

21 4 0
                                    

Dengan tubuh yang terasa berat dan pegal-pegal, aku dengan pelan membuka mataku yang berwarna biru.

"Rey ... kau sudah bangun?" tanya seseorang yang suaranya terdengar familiar.

Aku menolehkan kepalaku. "Ayah ...." Seketika mataku melebar. "Kau baik-baik saja?!"

Ayah menyudutkan bibirnya. Selang beberapa detik, ia mulai serius. "Kita dikurung oleh Mato."

Aku melihat pergelangan tangan ayah yang dipenuhi oleh darah. "Ayah tanganmu!" aku menggeram, berusaha agar tidak berteriak.

"Kehilangan satu tangan saja tidak apa, yang terpenting aku tidak kehilangan kau dan Joanna."

Alisku berkerut. "Ayah, maafkan aku atas perkataan-perkataanku yang menyakiti hatimu."

Mata ayah melebar, serta mulutnya terbuka perlahan. "Mengapa kau berbicara seperti itu?"

"Eh?" aku melirih.

"Kau berbicara seakan Ayahmu ini akan mati! Ayah tak akan mati, tenang saja!" Ayah melebarkan senyumannya.

"Janji?" aku bertanya dengan serius.

Ayah mengangguk.

Kami berdua menyatukan jari kelingking, pertanda bahwa kami telah terikat janji.

"Aku juga sudah berjanji dengan Joanna. Aku akan menjagamu, apa pun taruhannya," ungkap ayah, mencoba melepaskan tali yang mengikat tangan kanannya dengan kedua tanganku.

Kembali dengan tekadku, aku mencari cara bagaimana agar dapat keluar dari tempat ini.

"Di mana yang lainnya?" tanyaku sambil melihat-lihat sekitar.

"Tampaknya mereka tidak dibawa, atau mereka berada di ruangan lain," jelas ayah.

Di tempat yang kotor, gelap, dan menyeramkan, aku langsung menyadari bahwa ini adalah penjara. Hanya pintu besi yang memecah keheningan udara.

Pada saat ini, bisa saja aku melepaskan ikatan tali ini dengan listrik yang aku punya, tetapi sebelum itu, ada baiknya aku mengenal tempat ini terlebih dahulu.

"Ada yang datang!" ayah melirih.

Suara langkah kaki disertai bunyi seretan besi, membuat kami mengeluarkan banyak keringat.

°-┌⁠★⁠┘-°

Rumah Hato yang kini hancur akibat serangan yang terjadi, terlihat Grace mondar-mandir di tengah kehancuran tersebut.

"Si guntur itu! Benar-benar berbahaya!" Grace menggerutu.

"Tenangkan dirimu, Grace." Maya berusaha menenangkan putrinya.

Pablo melipatkan tangannya. "Bagaimana kalau kita menyusup ke istana?"

"Jangan gegabah! Kita tidak boleh meremehkan kekuatan guntur!" Ilos menekankan pada mereka.

"Jadi apa yang harus kita lakukan!? Rekan kita diambil secara paksa olehnya. Bagaimana jika mereka berdua dibunuh?" Grace bersungut-sungut.

"Aku punya rencana," Hato yang sedari tadi diam, mulai memberikan usulan.

"Rencana apa?" Grace refleks mendekat ke arah Hato. "Katakan!"

"Aku tidak tahu rencana ini akan berhasil atau tidak."

°-┌⁠★⁠┘-°

Dengan gemuruh yang menggetarkan hati, pintu sel penjara terbuka secara tiba-tiba, menghentakkan keheningan malam dengan suara yang menghantui.

Dua prajurit berlapis besi melangkah masuk, membawa hidangan yang tersemat di mangkok kotor. Aroma menjijikkan dari hidangan itu membuatnya terlihat seperti muntahan hewan yang belum diolah.

Breaking the Curse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang