9. Duel Denganku!

35 22 4
                                    

Suasana kantin di akademi terbilang ramai. Bangku-bangku yang tersebar luas cukup untuk diduduki para siswa-siswi. Makanan-makanan mahal berjejer di sepanjang meja kantin, dan yang lebih enaknya, kantin ini gratis bagi seluruh siswa-siswi.

Mataku tersorot pada makaroni berwarna-warni yang mencolok di antara cemilan lainnya. "Bukankah itu makaroni tokoku?”

Pablo terkekeh pelan. "Tentu saja, kan? Makaroni Reyn memang paling lezat di antara cemilan lainnya.”

"Aku tidak menyangka, Makaroni Reyn ternyata banyak disukai orang-orang," aku berkata sambil mengambil makaroni ke dalam nampan.

Kami berdua duduk di bangku. Menikmati makan siang dengan sangat damai sebelum gadis yang berisik itu datang menghampiri.

"Hey!" pekik seorang gadis sekelasku, yang terkenal dengan keceriaannya.

"Grace!" Pablo menyapa.

Grace memandang makanan di nampan milikku. "Apa kau menyukai makaroni itu? Aku selalu meminta kepada ibuku untuk dibelikan Makaroni Reyn setiap ia pulang dari pekerjaannya."

"Ya, aku menyukainya," jawabku dengan datar.

"Kau tidak tahu, Grace? Bundanya ini pemilik toko Makaroni Reyn itu!" Pablo berseru.

Pupil mata Grace membesar, mulutnya membulat. "Benarkah!?" katanya dengan kencang.

Aku memasang wajah risih. "Tolong jangan berisik! Kau tidak lihat? Orang-orang tertuju kepada kita?" aku berkata dengan ketus.

Grace mengerutkan alisnya. Dia merangkul pundakku sambil tersenyum. "Kau ini terlalu serius! Mereka melihatmu karena kau anak baru, dan juga kau terkenal karena Makaroni Reyn."

Pablo terkekeh. "Grace, sudah cukup menganggunya lagi. Dia itu tidak terlalu pandai bersosialisasi dengan orang-orang." Pablo lanjut mengunyah makanan. "Ayo lanjutkan makan siangnya. Setelah ini akan ada mata pelajaran yang sangat menguras tenagamu."

Aku menolak Grace yang merangkulku sambil berkata, "benar, aku harus makan yang banyak, agar aku bisa tumbuh besar, kata bunda."

Grace termenung. "Wah ...."

"Kenapa?" tanyaku ketus.

"Kau percaya?" tanya Grace kepadaku sambil duduk di bangku.

"Jika bunda yang mengatakan, aku pasti percaya," ucapku dengan cepat-lanjut menyantap makanan.

"Kalian tahu? Tahun depan, negara Halmaar dan Dhoreland akan mengumumkan perdamaian setelah Raja negara Dhoreland yang kejam itu diumumkan meninggal, dan diganti oleh anaknya yang baru, dan anaknya itu sangat bijak! Dan juga hebat! Aku dengar-dengar dia tampan!” ungkap Grace sambil menyantap makanan yang banyak.

"Akhirnya! Setelah peperangan yang berkecamuk, kedamaian akan segera terjadi! Aku sangat bersyukur, Tuhan!” Pablo terlihat lega.

"Negara Dhoreland dan Halmaar, sudah bersekutu sejak lama. Dhoreland terkenal dengan kekuatan militernya yang kuat, sedangkan negara kita, Halmaar terkenal dengan sumber daya manusianya yang tinggi," jelas Grace.

“Kalian rakyat jelata tidak mengerti apa pun tentang hubungan bilateral antarnegara.” Suara dengan nada sombong itu muncul entah dari mana.

Aku menoleh ke arah sumber suara tersebut. Mataku terbelalak dan napasku tak beraturan, ketika melihat wajah anak itu.

Pablo menunduk untuk memberi hormat—aku pun ikut menunduk sambil ketakutan.

“Sedari dulu kau memang tidak tahu sopan santun, Grace,” ucap anak laki-laki seumuranku itu.

Breaking the Curse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang