11. Kegagalan Seorang Pria

33 16 1
                                    

[Rozen Hopeen]

"Di sini tempatnya," Reynard berkata sambil menunjuk arah toko.

“Kenapa sepi?” Aku terheran-heran.

“Ah … karena masih pagi sekali, toko kami belum dibuka, namun khusus untuk Yang Mulia, anda boleh datang kapan pun.

Anak bernama itu membuka pintu toko. Diiringi bunyi loceng, aku melihat sosok wanita berambut biru muda keputihan panjang yang sedang membersihkan beberapa meja.

Wanita itu menoleh ke arah kami, menyambut kami dengan kehangatannya. "Maaf! Restoran ini masih tutup," katanya dengan lembut.

"Reyn, kamu sudah pulang?" kata wanita itu khawatir. "Kau bolos, ya?!"

"Joanna ...," ujarku pelan. Mataku berlinang air mata ketika aku membuka jubah hitam panjang.

Joanna menoleh ke arahku sambil bergetar. Aku yakin sekali dia mengenali suaraku.

Joanna memasang wajah ketakutan. Dia berteriak dengan ujaran kebencian kepadaku.

"Bunda! Bunda kenapa?!" Reynard berusaha menenangkan bundanya.

"Joanna maaf! Maafkan aku ... aku benar-benar minta maaf! Tolong kembalilah bersamaku, Joanna!" Aku memohon, bahkan bersujud di kakinya. Menangis sejadi-jadinya tanpa henti, memohon maaf kepada kekasihku.

"Jangan mendekat!" teriak Joanna.

°—┌⁠★⁠┘—°

Ketika aku masih remaja, aku dijodohkan oleh gadis dengan paras indah.

Aku dan ayah duduk di taman menunggu acara perjodohan yang akan dilaksanakan ketika aku berumur enam belas tahun.

"Perempuan itu makhluk yang indah," kata ayah yang mengatakan sesuatu hal yang tidak terlalu penting kepadaku.

Aku memasang wajah bingung. Menurutku, perempuan dan pria itu sama saja. Sama-sama manusia yang tinggal di bumi.

Suara gelang kaki yang melangkah terdengar merdu setiap langkahnya. Aku menoleh ke arah alunan gemulai lembut itu.

Aku terpana. Pipiku memerah ketika memandangnya. Sosok perempuan dengan lirikan serius menatapku tajam. Gadis itu mengenakan pakaian serba putih sebagai bentuk kesucian sakral atas perjodohan ini.

Surai putihnya yang terikat rapi, dikelilingi bunga-bunga yang sama indah seperti dirinya.

Ayah mendorongku dari belakang. "Cepat perkenalkan dirimu!" Ayah tersenyum dengan lebar.

Aku tahu maksud ayah. Pasti dia tertawa dalam hati karena tingkah lakuku yang tiba-tiba berubah menjadi malu-malu.

Aku meletakkan tanganku ke dada, serta sedikit membungkuk. "Selamat datang, Anda yang terpilih untuk bersama-sama menjelajahi takdir yang telah diatur untuk kita. Dalam sinar mentari yang bersinar cerah, aku melihat cahaya kebaikan dan keanggunan yang memancar dari dirimu." Aku berdiri tegak untuk melihat wajahnya, namun karena dia terlalu menawan, aku malah menoleh ke samping. Aku yakin dengan pasti, sekarang wajahku memerah panas. Aku memberanikan diri untuk melihat wajahnya. Sekali lagi, mataku terbelalak lantaran terpana dengan sikapnya yang sangat menawan. "Nama saya adalah Rozen Hopeen." Aku mulai mendekat.

Gadis itu membungkuk pelan. "Terima kasih atas sambutan yang hangat ini, Tuan Rozen Hopeen. Sinar kebaikan dan kelembutan yang kau pancarkan telah menyentuh hatiku dengan penuh kehangatan dan keberkahan." Dia berdiri tegak, menatapku dengan tatapannya yang serius. "Nama saya adalah Joanna Lan. Salam hangat dariku dengan tulus." Gadis menawan yang bernama Joanna itu melemparkan senyuman termanisnya kepadaku untuk pertama kali, dan untuk pertama kalinya aku jatuh ke dalam senyuman seorang anak gadis yang sesempurna itu.

°—┌⁠★⁠┘—°

Aku menangis, memohon maaf kepada Joanna sambil bersujud, kemudian mataku tertuju kepada seorang anak yang bernama Reynard itu.

“Apakah dia Ranorld?” tanyaku dengan penuh harapan, dengan air mata yang masih saja mengalir deras.

"Nama itu sudah lama aku buang! Nama pemberianmu, Ayahnya yang seorang pengecut!" Joanna berseru.

"Ayah?" ucap Reynard pelan.

Aku tersenyum lepas menatap Reynard. "Ya ... aku adalah Ayahmu, Rey.”

Breaking the Curse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang