3. Usaha untuk Ilmu

79 33 18
                                    

Mataku tertuju kepada bunda yang termenung menatap keluar jendela. "Bunda?"

Bunda menoleh ke arahku. "Ya?"

"Ada apa dengan Bunda? Sedari semalam, Bunda terlihat sangat masam dan pucat. Apa Bunda sedang sakit?" tanyaku sambil menyentuh keningnya.

Bunda segera mengelak. "Tidak. Hanya saja ... lamaran kerja Bunda sebagai resepsionis Serikat Petualang ditolak mentah-mentah karena kutukan Bunda …."

Aku mengerutkan kening—aku sedikit lega, karena penyebab bunda semurung ini dikarenakan soal lamaran pekerjaan yang ditolak. Aku cukup khawatir dia masih mengingat kejadian semalam yang mungkin membuatnya merindukan Lean si pengkhianat.

Bunda beranjak dari duduknya. “Bunda akan memasak makaroni kesukaanmu, Rey.”

Ide-ide gila yang baru saja muncul dengan hebat menghampiri satu-persatu saraf otakku—aku beranjak dari dudukku.

Bunda menoleh keheranan.

Aku mendekati bunda dengan tatapan serius. “A-apa aku boleh menjadi seorang petualang?”

Sorot mataku tertuju ke lantai, aku tidak dapat melihat wajah bunda sekarang. Dia hanya terdiam beberapa saat.

“Tidak boleh. Petualang itu berbahaya. Jangan meminta hal-hal yang bisa saja merenggut nyawamu!”

Aku memberanikan diri menatap bunda. "Kumohon! Tesnya masih diselenggarakan, kan? Aku akan ikut besok!"

"Tidak bisa!" tegas bunda sambil mengerutkan hidung dan alisnya.

"Kau belum cukup kuat untuk menjadi petualang!" kata bunda setelah berpikir cukup lama.

Aku mengerutkan alis. “Aku akan berlatih!”

Bunda menggeleng. “Siapa yang akan melatihmu, Rey? Membayar seorang guru dari Serikat Petualang itu sangatlah mahal, kita tak akan sanggup membayarnya. Hanya para bangsawan kaya, lah, yang dapat menyewa jasa kehebatan mereka.”

"Kenapa harus menyewa guru?" tanyaku.

Bunda mungkin tidak tahu kehebatanku ketika melawan bibi Lean yang kuat, hingga membuatnya meninggal untuk kedua kalinya. Aku rasa, aku tidak membutuhkan guru pengajar atas bakatku ini.

Bunda mendekatkan wajahnya. "Dengar, ya. Di luar sana, sangat berbahaya. Sekuat apa pun dirimu yang telah mengalahkan Troll Lean, pasti akan kalah dengan musuh yang lebih kuat darinya."

Sekali lagi, mataku tertuju ke bawah—perasaan putus asa selalu muncul, meskipun aku sudah bersumpah untuk menyelamatkan bunda, aku masih tetap merasa putus asa.

Bunda tersenyum manis. “Rey, serahkan pada Bundamu ini!”

Mataku membulat. “Maksud Bunda?”

°—┌⁠★⁠┘—°

"Ini toko kecil kita!" Bunda membentangkan tangannya.

Setelah menggunakan uang peninggalan bibi Lean — yang ternyata sangat banyak tersimpan di berangkasnya — kami memanfaatkan uangnya untuk membangun modal usaha di kota Hillar, negara Halmaar.

"Teruntuk bibi Lean di neraka, terima kasih atas uang peninggalanmu," gumamku sembari tersenyum puas.

Aku melihat sekeliling—aku khawatir toko kecil ini tak akan laku. “Belum ada orang ….”

Bunda tersenyum memperlihatkan giginya. "Kunci berdagang itu adalah promosi!"

Alisku terangkat.

Bunda mengangguk sambil menyeringai. "Biskuit makaroni khas Dhoreland! Manis dan renyah, warna-warninya sangat indah!" pekik Bunda berusaha menarik pelanggan.

Breaking the Curse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang