Bab 21 - Perjalanan Akhir Kita

3 1 0
                                    

Happy Reading...
.
.
.

2 minggu sudah berlalu. Rachel juga sudah lulus dari sekolahnya, dan sekarang dia disibukkan dengan ujian masuk ke kampus impiannya.

Hari ini, hari Kamis, jadwalnya sedang kosong. Ia akan mengisi hari Kamisnya dengan mengunjungi Halilintar yang masih belum sadar sejak operasinya 2 minggu yang lalu.

"Kapan kamu sadar?"

Hening. Hanya ada suara alat patient monitor.

"Aku sudah ingat semuanya loh"

Lagi-lagi hening.

"Nilai ujian akhir ku juga bagus. Semoga aku bisa masuk ke univ impian kita"

Rachel terus berbicara sendirian. Berharap Halilintar mendengarnya walau dia tak membalasnya.

Tak berselang lama, jari jemari Halilintar tampak bergerak. Melihat hal itu, Rachel dengan sigap langsung memencet tombol pemanggil dokter yang disediakan disana.

Setelah satu hingga dua menit, dokter Farhan, ditemani dengan beberapa suster, langsung mengecek kondisi Halilintar.

Saat kondisinya sedang dicek oleh dokter, Halilintar perlahan membuka matanya. Netra ruby yang selama 2 minggu ini tertutup akhirnya terbuka.

"Kondisinya sudah membaik. Detak jantungnya sudah stabil"

Rachel mengucap rasa syukur kepada Tuhan yang sudah menyembuhkan Halilintar.

Halilintar juga nampak tersenyum dibalik masker oksigen yang menempel diwajahnya. Wajahnya nampak berseri. Dan jauh lebih segar daripada sebelumnya. Senyum manis yang selama ini jarang orang lihat, mengembang dan menyatu dengan netra ruby miliknya, membuatnya terlihat sangat tampan. Rachel pun membalas senyuman manis yang sudah lama tidak ia lihat.

Dokter Farhan yang melihat itu pun tersenyum, dan memberi kode pada para suster untuk keluar dan meninggalkan mereka berdua disini.

Setelah dokter Farhan sudah keluar, suasana hening pun tercipta. Entah kenapa mereka merasa canggung satu sama lain.

"Cel"

Panggilan Halilintar memecah keheningan.

"Kenapa?"

"Siapa yang donorin ginjalnya untukku?"

Damn!

Pertanyaan Halilintar membuat Rachel terdiam beberapa saat. Dengan helaan nafas pelan, Rachel menjawab,

"Fang. Temenku yang dari Jakarta"

"Gimana kondisinya sekarang?"

"Dia.. Sudah meninggal.."

Suasana hening pun kembali tercipta.

"Cel"

"Iya?"

"Kamu mau nepatin janji itukan?"

Rachel terdiam beberapa saat. Lantas, ia mengangguk.

"Iya. Aku akan nepatin janji itu kali ini"

Senyum Halilintar kembali merekah.

"Janji?" tanya Halilintar sembari memberikan jari kelingking

Rachel terkekeh pelan melihat kelakuan Halilintar. Ia pun menautkan jari kelingking nya dan jari kelingking Halilintar.

"Iyaa. Janjii Lintarr"

Mereka pun tertawa bersama.

Tiba tiba saja, pintu ruangan Halilintar terbuka lebar dan terdengar suara teriakan yang melengking bak lumba-lumba.

"KAK HALIII!!"

"Kak Taufan, diem apa. Berisik banget. Inget ini rumah sakit"

"Hehe, maaf Gem. Peace ✌🏻"

Iya. Yang teriak tadi Taufan. Yang 2 minggu lalu nangis kejer. Sekarang teriak kenceng banget di rumah sakit.

Mereka pun mengobrol bersama, sesekali tertawa karena lelucon dari Taufan atau Blaze. Mereka memang pandai membuat lelucon.

Para orang tua juga mengobrol disofa. Entahlah apa yang mereka bahas. Mungkin tentang pekerjaan.

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

2 tahun pun sudah berlalu. Halilintar dan Rachel berkuliah dikampus impian mereka, UNS atau Universitas Sebelas Maret. Halilintar mengambil jurusan bisnis, sedangkan Rachel mengambil jurusan desain yang memang sudah mereka impikan sejak jenjang SMP.

Hingga akhirnya mereka lulus S1 dan membuka usaha masing-masing.

Halilintar melanjutkan perusahaan ayahnya, dan Rachel membuka butik yang letaknya didepan kantor Halilintar.

Adik-adik Halilintar juga melanjutkan hidup mereka masing-masing. Kehidupan dan kedekatan keluarga Anderson dan Ravenzie juga terus berlanjut dengan aman dan damai tanpa adanya konflik diantara mereka.

.
.
.
To Be Continued

We Made It Together [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang