18

5 0 0
                                    

Chapter Delapan belas

Happy Reading!

*****

Saat ini diruang keluarga, Aster menatap tidak suka kearah Jeff. Sejak Aster memergoki percakapan kedua orang tuanya dihalaman rumah sampai saat ini, anak itu tidak mau berbicara padanya. Bahkan Jeff sudah meluruskan kesalahpahaman itu, tetapi Aster tidak percaya. Anak itu merengek pada Amanda agar menelepon Alex dan memintanya datang kesini. Dan saat ini Alex sedang dalam perjalanan ke rumah itu. Padahal baru satu jam Alex meninggalkan rumah itu.

“Ayah!” seru Aster saat Alex memasuki ruang keluarga, dengan cepat Aster turun dari pangkuan Amanda dan menghampiri Alex. Meminta agar lelaki itu menggendongnya.

Alex lantas menggendong anak itu dan menoleh kearah Amanda, “Ada apa lagi ini?”

“Nggak ada apa-apa kok, cuma kesalahpahaman. Kamu bisa bawa dia bersamamu sebentar?” tanya Amanda, ia harus pergi bersama suaminya untuk menyelesaikan masalah bersama keluarganya. Ia tidak mungkin membawa Aster bersama mereka.

“Nggak mau!” teriak Aster. “Aster nggak mau ibu dekat-dekat dengan Om Jahat! Nanti kalo Ibu lebih sayang sama anaknya Om Jahat gimana?”

“Aster!” peringat Amanda membuat Aster nenundukkan kepalanya.

“Sayang,” panggil lebut Alex. “Ayo minta maaf dulu sama Papa, katanya putri Ayah mau jadi anak baik.”

“Maaf,” cicit Aster.

Jeff mendekat pada Aster dan mengusap kepala Aster dengan lembut, “Iya, maafin Papa juga ya,” Aster hanya mengangguk, matanya sudah berkaca-kaca siap untuk menangis.

Alex yang melihat itu pun membawa Aster ke ruang bermain anak itu dan mengisyaratkan pada Jeff agar pergi bersama Amanda. Sebenarnya dalam hati ia ingin sekali kembali ke apartemennya untuk bertemu dengan kekasihnya. Namun, ia tidak tega juga meninggalkan gadis kecil ini. Entah kenapa, ia sudah menyayangi Aster seperti anaknya sendiri. Dengan sabar ia bermain dengan anak itu, dan menuruti semua keinginannya. Namun, saat sedang asik-asiknya bermain dengan Aster, tiba-tiba ia mendapat telepon dari sekertarisnya bahwa ada rapat mendadak. Dan rapat ini tidak boleh ia lewatkan karena menyangkut masa depan perusahaannya.

Namun, ia tidak bisa meninggalkan Aster sendiri di rumah sebesar ini. Ia sudah mencobanya menghubungi Amanda, tetapi wanita itu tak kunjung mengangkat panggilannya. Ia juga mencoba menghubungi Jeff. Namun, dia juga tidak mengangkat teleponnya. Mau tidak mau, Alex harus mengajak Aster ke kantornya dan semoga saja anak itu bisa diajak kerjasama.

Alex sudah mengganti baju Aster dan memberitahu anak itu supaya tidak rewel nanti saat dikantornya. Aster yang tidak tahu apa itu kantor pun hanya mengiyakan ucapan ayah nya. Sepanjang jalan Aster terus melihat sekeliling dan sesekali berteriak-teriak ketika melihat truk dan kendaraan besar yang melintas di samping mobilnya. Hal itu membuat senyuman Alex terus mengembang sepanjang jalan.

Sesampainya dikantor, Alex menggendong putrinya dan hal itu membuat semua atensi para karyawannya mengarah padanya. Alex mengacuhkan tatapan-tatapan itu, melangkahkan kakinya ke ruangannya yang berada dilantai tiga. Sebelum masuk keruangannya, Lisa, sekertarisnya memberitahukan bahwa kliennya sudah menunggu di ruang rapat. Alex pun meminta agar Aster menunggunya diruangannya sembari dia rapat dengan klien. Namun, anak itu tidak mau turun dari gendongannya dan meminta ikut padanya. Segala bujuk rayu sudah Alex ucapkan agar Aster mau turun, tetapi anak itu malah cemberut dan matanya sudah berkaca-kaca seperti mau menangis. Hal itu membuat Alex tak tega, dengan berat hati Alex membawa Aster ikut rapat bersamanya.

“Maaf Pak, sebaiknya anak ini tidak ikut bersama kita. Takutnya menganggu rapat ini, Bapak tahu sendiri kan seberapa penting rapat ini,” ucap Lisa sebelum mereka memasuki ruangan.

Jeff And AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang