25

4 0 0
                                    

Chapter Dua puluh lima

Happy Reading!

*****

Amanda meminta agar Mba Susi mengambilkan ponselnya yang ada di dalam nakas sebelah ranjang. Ia sangat merindukan putri kecilnya dan ada sesuatu yang harus ia katakan dengan sahabatnya. Namun, ia melupakan fakta bahwa hari ini adalah hari pernikahan Alex, jadi lelaki itu tidak bisa mengangkat telepon dari Amanda.

Mba Susi mengupaskan apel untuk Amanda, tetapi nyonyanya tidak mau. Padahal beberapa menit yang lalu wanita itu meminta apel. Dia meletakkan kembali apel itu ke atas nakas dan menanyakan apa yang ingin dimakan Amanda karena sejak pagi Nyonyanya belum makan apapun. Namun, Amanda memang sedang tidak nafsu makan. Tadi pagi saja saat Mba Susi mau menyuapinya bubur, Amanda malah mual dan alhasil meminta Mba Susi membuang bubur itu. Dan saat Mba Susi mengambilkannya nasi pun, Amanda mual lagi.

“Nyonya nggak pengin makan apa gitu? Dulu Ibu saya waktu hamil adik saya selalu minta ini itu, siapa tahu Nyonya juga gitu?”

Amanda menoleh kearah Mba Susi, “Nggak kok, malahan kalo liat makanan bawaannya mual terus Mba.”

“Tapi kasian tuan muda, Nyonya. Kalo Nyonya nggak makan apa-apa. Nanti kalo tuan muda kekurangan gizi gimana?”

Wanita itu diam sejenak memikirkan apa yang Mba Susi katakan. Seebenarnya ia juga ingin makan, tetapi perutnya tidak ingin bekerjasama. Dengan raut sedih dia berujar, “Aku nggak tahu apa yang diinginkan anak ini, semua makanan yang ada selalu ia tolak.”

“Gimana kalo minta Tuan Jeff yang menyuapi? Kemarin aja saat dirumah, Nyonya mau makan waktu Tuan Jeff yang menyuapinya. Padahal waktu itu Nyonya menolak semua makanan yang saya bawa,” saran Mba Susi.

Amanda menimang-nimang saran darinya, tetapi hati kecilnya belum bisa menerima suaminya lagi. Ingatan saat dirinya ditampar yang membuat ia harus berada di ruangan ini masih membekas dalam benaknya. Walaupun itu semua karena salahnya sendiri. Namun, seharusnya Jeff tidak menamparnya kan.

Mba Susi yang melihat raut sedih Nyonyanya pun mengerti akan situasinya, dengan lembut ia menggenggam tangan Amanda sambil berkata, “Maafin saya, Nyonya. Saya berjanji akan selalu disisi Nyonya dan tidak akan meninggalkan Nyonya. Jika Nyonya membutuhkan sesuatu, saya siap membantu Nyonya.”

“Bantu aku keluar dari rumah itu.”

“Maaf Nyonya, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa tentang itu. Saya takut keluarga saya yang ada di kampung menjadi incaran Tuan Jeff.”

Amanda mengerti akan perasaan Mba Susi. Mau bagaimanapun dia tidak boleh membawa Mba Susi kedalam masalah keluarganya. Ia harus mencari jalan keluar untuk masalahnya sendiri tanpa melibatkan orang lain. Dalam lubuk hatinya ia sangat iri dengan Mba Susi karena mempunyai keluarga yang sangat menyayanginya. Sedangkan keluarganya selalu mencari cara untuk membunuhnya. Ia sangat merindukan suasana keluarganya yang dulu.

Masih terasa dalam benaknya, masa-masa dimana dia dan kembarannya masih dibangku sekolah. Masa-masa dimana dia masih bahagia. Masa-masa dimana keluarganya belum berantakan seperti sekarang ini. Dan masa-masa sebelum bertemu dengan Jeff. Tanpa ia sadari air matanya luruh, bersamaan dengan datangnya Jeff. Lelaki itu menghampiri istrinya dan menanyakan pada Mba Susi apa yang terjadi. Istrinya melamun dan air matanya terus saja mengalir, seakan tidak menyadari keberadaan Jeff dan menghiraukan panggilan suaminya.

Jeff membawa istrinya ke pelukannya dan menghapus air matanya. Dengan perlahan ia mengusap surai indah Amanda sambil menenangkan istrinya. Dalam benaknya ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya istrinya pikirkan sampai menangis seperti ini.

“Nggak tahu kenapa hatiku sakit, Jeff. Rasanya seperti terjadi sesuatu pada Ananda, setiap dia sakit pasti aku selalu merasa seperti ini. Aku ingin bertemu dengannya, Jeff,” lirih Amanda yang bisa Jeff dengar membuat pria itu mengingat apa yang baru saja Jeff lakukan kepada keluarga Amanda.

‘Padahal dia sudah menyakitimu, Amanda. Tapi kenapa kamu masih memikirkan dia?’

“Besok kalo udah boleh pulang, kita kunjungi mereka ya?”

Amanda mengangguk dan melepaskan dirinya dari pelukan suaminya, “Kamu belum bunuh mereka kan?” Jeff hanya menggeleng, “aku mohon maafkan dan bebaskan mereka, Jeff. Biar aku saja yang menanggung kesalahan mereka.”

“Tapi mereka sudah berniat membunuh Aster dan dirimu, Amanda.”

Amanda mengusap air matanya yang masih luruh di pipinya, entah kenapa ia tidak bisa berhenti menangis. Sambil terisak dia berucap, “Jika ayah menginginkan kematianku, aku rela Jeff. Jika kematianku bisa membawa kebahagiaan bagi mereka, maka tidak apa-apa.”

“Kamu tidak boleh egois, Amanda! Dalam dirimu sekarang ada anakku, dan saya juga bertanggung jawab akan nyawa kalian!”

Amanda dengan perlahan mengambil tangan Jeff dan ia letakkan diperut ratanya, “Ya benar, ini hakmu! Aku akan mempertahankan dia dan memberikannya padamu. Setelah itu, tolong bebaskan aku dan keluargaku.”

Jeff mengeratkan rahangnya menahan amarah akan ucapan istrinya, mengapa setiap dia berbicara dengannya pasti ada saja yang membuatnya marah. Ia tidak habis pikir dengan Amanda, mengapa dia berubah pikiran? Kemana Amanda yang selalu kuat? Apa bawaan bayi, jadi dia menjadi seorang yang pemaaaf dan rela mati demi kebahagiaan keluarganya. Keluarga yang selalu menyakitinya dan menelantarkannya.

“Apa yang akan kamu berikan kepadaku, jika saya menuruti semua keinginanmu ini, Amanda?”

Amanda mendongakkan kepala dan menatap mata suaminya, “Aku akan mengizinkanmu bermain dengan wanita diluaran sana, Jeff.”

“Saya tidak mau itu, Saya sudah berjanji tidak akan menduakanmu.”

“Lalu apa yang kamu inginkan?”

Jeff mengusap pipi istrinya, “Saya ingin kamu bahagia selama masa kehamilanmu, dan melayaniku selayaknya istri lain. Mari membangun keluarga yang bahagia.”

“Baiklah, tapi setelah anak ini lahir tolong bebaskan aku dan keluargaku.”

“Mari kita habiskan masa kehamilanmu dengan kebahagiaan, Amanda.” dan saya tidak akan melepaskanmu sampai kapanpun.

Amanda tersenyum mendengar ucapan suaminya, dalam hati ia bertanya-tanya kenapa Jeff menuruti kemauannya kali ini. Apakah dia sudah menyusun rencana agar dia tidak bisa bebas darinya. Namun, ia percaya Jeff tidak akan mengingkari janjinya. Dia lelaki yang selalu menepati janjinya sejak mereka pacaran dulu.

Jeff yang melihat apel diatas nakas pun mengambilnya dan menyuapi istrinya. Awalnya Amanda tidak mau, tetapi saat buah apel itu didepan mulutnya. Ia tidak merasakan mual seperti tadi. Dengan perlahan ia membuka mulutnya dan memakan buah apel itu. Mba Susi yang melihat itupun tersenyum dan berpamitan kepada mereka untuk membeli bubur, siapa tahu jika Jeff yang menyuapi Amanda, wanita itu mau memakannya. Dan yap, saat Jeff menyuapi bubur ke Amanda, wanita itu bisa menerimanya. Walaupun awalnya Amanda merasa mual tetapi Jeff mengusap-usap perutnya dan berbicara pada anaknya. Katanya seperti ini, “Anak Daddy, nggak boleh gitu ya sama Bunda. Kasian Bunda belum makan apapun dari kemarin, nanti kalo udah keluar Daddy janji bakal ajak kamu keliling dunia sama Bunda.” Dan setelah itu, Amanda tidak merasakan mual kagi ketika suaminya menyuapinya makan.

Mba Susi yang melihat kelakuan Tuan dan Nyonyanya puj hanya bisa tersenyum. Ia berharap keluarga meraka baik-baik saja. Dalam hati ia berdoa, “Ya Tuhan, saya mohon kepadamu. Tolong berkati keluarga kecil mereka, jangan beri cobaan lagi kepada Nyonya Amanda.”

__________

Allow 🙌🏻
Gimana nih sama part ini? Pinky ga tau lagi harus bilang apa ke Amanda, kenapa dia baikk banget si ke keluarganya, kalian gemes ga sama interaksi jeff sama Amanda? Siapa mau punya suami kek Jeff???

Salam manis, pinky
See you …

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jeff And AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang