Bab 11

3.7K 142 8
                                    

Ketika pagi menyapa, matahari ikut adil dalam perannya. Sianranya menyorot, menerobos celah jendela yang sedikit terbuka. Semilir angin ikut menerobos, membuat kertas yang bertumpuk di atas meja tergerak olehnya.

Eizer berdiri dari duduknya. Dia meletakan buku tebal di atas kertas itu agar tidak terbawa angin, dan saat ini dia memilih berjalan ke arah jendela. Dia membuka jendela itu dengan lebar.

Suara para pelayan yang sedang mengerjakan tugasnya di halaman depan terdengar samar, terkalahkan oleh suara burung yang berkicau riang di atas dahan. Namun, bukan itu yang menjadi perhatian utamanya. Dia lebih tertarik memperhatikan dua orang yang berada di kebun bunga tanpa seseorang yang sudah empat hari tidak pernah di lihatnya lagi. Sejak malam itu dia benar-benar tidak pernah melihatnya lagi, seakan-akan ingin menjauh bahkan mungkin menghilang darinya.

Seorang gadis yang sering terlihat berantakan di pagi hari, ternyata lebih menarik perhatian daripada mendengarkan merdunya suara nyanyian burung di pagi hari musim panas.

"Elena!"

Entah mengapa nama itu terus- menerus terlintas dalam hatinya. Bahkan, nama istrinya saja, 'Deborah' tak pernah terlintas walupun dia pernah berusaha menyebutnya dan menanam dalam hatinya.

"Huh..." Eizer menghembuskan napasnya dengan kasar.

Suara pintu terbuka membuat Eizer menoleh. Namun, dia kembali memalingkan wajahnya saat melihat siapa yang masuk dan kini terdengar melangkah mendekat ke arahnya.

"Eizer, kita mendapat undangan dari pemilik perusahaan Champion Group. Besok malam kita berdua harus menghadirinya. Kau tahu kan Champion Group adalah perusahaan terbesar dan berpengaruh di kota ini," ucap Deborah. Dia berdiri di sisi Eizer yang masih melihat ke arah luar.

"Lalu apa urusannya denganku?" tanya Eizer. Dia kini berjalan ke arah sofa. Mendudukkan dirinya di sana.

Deborah berjalan mengikuti Eizer dan ikut mendudukkan dirinya di samping Eizer.

"Tentu saja ada urusannya denganmu, Eizer. Dia mengundang kita. Hanya orang-orang terpilih yang di undang olehnya. Jika kita datang dan bertemu dengannya secara langsung, itu akan sangat baik." Debora berbicara dengan berbinar-binar. "Kita bisa membuat pemilik perusahaan itu bekerja sama dengan perusahaanmu. Itu akan sangat menguntungkan," ucapnya lagi.

"Deborah, kau pintar dalam hal ini," balas Eizer. "Idemu terdengar sangat bagus," sambungnya. Dia menarik sudut bibirnya dan mendekat ke arah Deborah. Tangannya terangkat dan mengusap dagu Deborah dengan gerakan pelan.

"Ya, kau harus tahu itu," balas Deborah dengan bangga. Dia mengusap tangan Eizer yang berada di dagunya. Namun, sedetik kemudian dia di buat tercengang dengan bisikan Eizer.

"Dan ya, akan lebih bagus jika kau juga menawarkan tubuhmu, bukan? Ku dengar dia juga sering menggilir istri rekan kerjanya," bisik Eizer. Setelah itu dia melepaskan tangannya dari Deborah dan bangkit dari duduknya. Dia berjalan ke arah kamar mandi, meninggalkan Deborah.

"Siala kau," teriak Deborah. Kata-kata Eizer selalu saja merendahkan dirinya.

"Eizer, aku tak perduli apapun yang kau ucapkan! Tapi kita harus benar-benar datang ke sana! Mommy juga berpesan kita harus datang!" teriak Deborah. Dia yakin Eizer akan mendengarnya. Setelah mengatakan itu dengan penuh kekesalan Deborah keluar dari kamar pribadi Eizer. Bahkan, dia membanting pintu hingga meninggalkan suara cukup keras.

**

Sore harinya setelah menemani ibunya seharian di rumah sakit, Elena saat ini memilih pulang ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sore harinya setelah menemani ibunya seharian di rumah sakit, Elena saat ini memilih pulang ke rumah. Rumah sederhana dengan halaman cukup luas. Rumah itu adalah satu-satunya harta benda yang tersisa setelah semuanya hancur tak tersisa.

Suara anak anjing terdengar ketika dirinya membuka pagar kayu. Dia menoleh ke arah rumah di sebelahnya.

"Elena, lama tak bertemu," sapa seorang pria. Dia terlihat berjongkok dengan tangan mengusap anak anjing yang saat ini terdiam.

"Tuan Jackson, apa kabar," balas Elena. Dia mendekat ke arah sisi pagar. Saya baru saja pulang, Tuan," ucapnya lagi.

"Ya, aku dalam keadaan baik," jawab Jackson dengan tertawa kecil sehinnga lesung pipinya terlihat. "Tiga hari yang lalu aku melihatmu, tetapi saat aku ingin menyapa, kamu sudah masuk dan menutup pintu," sambung Jackson.

"Mafkan saya karena tak menyapa. Saya pikir anda tidak ada di rumah, karena rumah anda terlihat begitu sepi," ucap Elena.

"Aku pulang selalu larut, tetapi hari ini aku sedang libur. Aku juga ingin merasakan akhir pekan," jawab Jackson.

Elena tertawa mendengar ucapan pria di depannya. Dia bernam lengkap Jackson C. Dia seorang dokter hewan, jadi tak aneh jika akhir pekannya di habiskan dengan bekerja. Karena biasnya orang-orang yang memiliki hewan peliharaan akan merawat atau memeriksa peliharaan mereka di akhir pekan.

"Kalau begitu lebih baik anda menikmati waktu libur anda, Tuan. Saya juga akan masuk ke dalam rumah," ucap Elena. Dia melambaikan tangannya ke arah anak anjing yang kini terlihat memperhatikannya. "Saya permisi dulu," sambungnya.

"Ah, Elena, bagaimana keadaan Nyonya Moana? Maafkan aku karena tak sempat menjenguk." Jackson berucap dengan cepat ketika melihat Elena berpamitan.

"Keadaan ibu saya sudah jauh lebih baik, Tuan," jawab Elena. "Tidak perlu merepotkan. Kami tahu bahwa anda orang yang sibuk, kami akan merasa bersalah jika menambah kesibukan anda," sambung Elena.

"Syukurlah kalau begitu. Tetapi jangan berkata begitu! Aku tak pernah merasa di repotkan oleh siapapun, apalagi kamu dan Nyonya Moana," balas Jackson. Dia terdengar tak menyukai ucapan Elena yang mengira dirinya di repotkan oleh mereka.

"Kalau begitu terimkasih banyak, Tuan. Saya akan segera masuk rumah. Saya harus sedikit membersihkan rumah karena sudah lama rumah ini tak di rawat," ucap Elena. Sekali lagi dia berpamitan.

"Ya, Elena. Segeralah masuk, dan Jangan terlalu lelah! Kesehatan tubuh lebih penting." Jackson berbicara dengan suara penuh kelembutan. Dia juga tersenyum hangat kepada Elena.

"Saya mengerti,Tuan. Terimkasih banyak," balas Elena. Dia tersenyum dan berbalik, berjalan ke arah pintu setelah berhasil mendapatkan kunci rumah di dalam tas usangnya.

"Ah, Elena," panggil Jackson.

Pergerakan Elena terhenti. Dia menoleh kepada Jackson. "Iya," jawabnya.

"Apakah kamh besok malam memilki jadwal?" tanya Jackson.

"Sepertinya tidak," jawab Elena. Biasanya setelah menemani ibunya hingga sore, dia akan memilih pulang dan beristirahat di rumah seperti perintah ibunya.

"Bisakah kamu menemaniku besok ke sebuah acara. Aku mendapatkan undangan. Namun, aku tidak mempunyai teman untuk aku bawa kesana," ucap Jackson. Itu jika kamu tidak keberatan," sambungnya.

"Apakah tidak apa-apa jika anda membawa saya?" tanya Elena. Sebenarnya dia ingin menolak. Namun, dia teringat dengan kebaikan Jackson saat dulu dia dan ibunya dalam kesusahan. Jackson lah yang selalu membantu mereka, bahkan pekerjaan yang di dapatkan ibunya juga Jackson yang membantu mencarikannya melalui temannya.

"Tentu saja tidak apa-apa Elena," jawab Jackson. Dia tersenyum, memamerkan kembali lesung pipinya. "Dan ya, jangan memanggilku Tuan. Kamu bisa memanggilku Kakak saja!" pintanya kepada Elena.

"Ya baiklah, Kak." Elena langsung mengiyakan permintaan Jackson. Dia juga memberikan senyumnya kepada Jackson.

Setelah itu mereka berdua saling berpamitan untuk masuk kedalam rumah masing-masing. Namun, setelah Elena benar-benar masuk, Jackson terlihat kembali ke luar. Dia memandang pintu rumah Elena yang sudah tertutup. Dia hanya diam dan setelahnya kembali masuk kedalam rumah bersama dengan anak anjingnya.

Bersambung.....

Jangan lupa vote dan komennya sayang-sayang. Biar aku Happy dan semangat updatenya... 😁🥰🥰

Troubled ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang