Bab 30: 🔞🔞

4K 188 26
                                    

Keheningan membentang, menemani di tengah-tengah Elena dan Eizer. Di depan mereka tepatnya di atas meja, hidangan makan malam sudah tersedia. Para pelayan baru saja menatanya dan kembali pergi setelah memastikan semuanya sudah sesuai dengan apa yang diinginkan tuan mereka.

Eizer sudah mulai memakan makanannya, bahkan sudah setengah potongan daging masuk kedalam perutnya. Dia saat ini memperhatikan Elena yang masih diam dengan gelisah. Gadis di depannya itu tak kunjung memakan makanannya.

"Makan, Elena!" Eizer memecah keheningan. Dentingan garpu dan piring terdengar, dan dia saat ini duduk dengan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dengan tangan terlipat di depan dada.

"Sa-Saya sudah bilang bahwa saya tidak lapar," ucap Elena. Yang dia inginkan saat ini hanya pergi dari sana karena ibunya sudah pasti akan mencarinya.

Tatapan Eizer menusuk, menatap Elena dengan tajam. Dia tidak habis pikir dengan Elena yang keras kepala. Apa susahnya makan dan setelahnya mungkin saja dia akan membiarkannya pergi dari sana. Namun, Elena selalu saja mempersulit dirinya sendiri yang mengakibatkan dirinya ikut kesal.

"Ibu saya sudah pasti menunggu saya, Tuan. Tolong biarkan saya pergi!" Elena kembali bersuara. Dia kini menatap Eizer penuh permohonan.

Eizer berdiri dari duduknya dengan mendorong kursi ke arah belakang. Dia kini berjalan ke arah Elena dan menarik pelan tangan Elena agar berdiri dari duduknya. Setelahnya, dia membawa Elena ke arah kasur.

"Jika kau ingin pergi, maka kau harus tidur denganku," ucap Eizer. Matanya bergulir merhatikan Elena yang saat itu juga menatap dirinya. "Bukankan tidak ada yang gratis?" dia kembali berbicara.

Bukankah semuanya sudah terlanjur? Dirinya sudah kotor dan hina di mata Eizer, bukan? Jadi, dia akan menuruti keinginan Eizer.

Elena membuka kaos oblong yang dikenakannya hingga kini menyisakan celana dalam milik Eizer yang juga tengah dikenakannya, yang bahkan celana dalam itu pun hampir melorot akibat tubuh Elena yang sangat jauh berbeda dengan tubuh Eizer.

"Kau liar," ucap Eizer. Dia mendudukkan dirinya di atas kasur dengan tangan berada di belakang tubuh. Dia memperhatikan Elena yang saat itu mulai berjalan menghampirinya dan berdiri tepat diantara kakinya yang terbuka.

"Saya ingin segera pergi dari sini. Jadi, bukankah lebih cepat lebih bagus?" Elena berkata dengan tegas. Walaupun kebenarannya dia sangat gugup.

"Jadi, Elena, sekarang lakukanlah!" perintah Eizer.

Elena ingin duduk di dekat Eizer tetapi Eizer lebih dulu menarik dirinya dan mendudukannya di atas pangkuannya.

Menahan rasa gugup dan segala sesuatu yang dirasakannya, Elena mulai membelai wajah Eizer. Dia menatap lama mata Eizer yang juga tengah menatapnya, sebelum pada akhirnya dia lebih menunduk dan mencium bibir Eizer dengan lembut.

Eizer tersenyum kecil di tengah ciuman mereka. Pada awalnya dia hanya akan menikmati apa yang akan dilakukan Elena. Namun, dia tidak tahan dan dirinyalah yang saat ini mengendalikan tubuh Elena. Dia menggulingkan tubuh Elena hingga terlentang di kasur dengan dirinya yang langsung mengungkung tubuh kecil itu di bawahnya.

"Mhhh....."

"Kau lapar?" tanya Eizer. Dia memberhentikan aktivitasnya tetapi masih menciumi pipi Elena dengan gemas.

Terkadang Elena tidak mengerti dengan pria yang saat ini ada di atas tubuhnya. Bisa-bisanya di saat seperti ini dia masih bertanya dirinya lapar atau tidak.

"Tidak, Tuan," jawab Elena. Tangannya yang semula bertumpu di dada Eizer kini merayap ke arah leher Eizer dan menggantungkan kedua tangannya di sana. "Saya harus segera pergi. Jadi, lakukan dengan cepat!" sambungnya. Sungguh, saat ini dia mengkhawatirkan ibunya.

Tanpa mengatakan apa pun Eizer kembali mencium bibir Elena, sedangkan tangannya dengan cepat meloloskan satu-satunya kain yang dipakai Elena. Celana dalamnya. Kain segitiga itu terlempar secara sembarangan. Sedangkan Eizer segera menyatukan tubuh mereka dengan gerakan sedikit kasar sehingga membuat Elena menjerit bahkan menggigit lehernya.

"Tuan, pelan-pelan, saya mohon!" cicit Elena.

"Hah, Elena...." Eizer menggeram. Dia mendudukan dirinya dengan menarik Elena, merubah posisi mereka berdua. "Bukankah seharusnya kau yang bekerja, tetapi kau yang malah mendapatkan lebih dariku," sambungnya.

Wajah Elena terbenam di bantal dengan kedua tangan mencengkram seprai. Sedangkan punggungnya di tekan dengan kuat oleh Eizer. Memang kasar, tetapi entah kenapa Elena sedikit menikmatinya.

Eizer membuka bajunya dan melemparkannya secara asal. Dia hanya menyisakan celananya yang melorot, tidak perduli karena terus mengejar kenikmatan dari penyatuan dirinya dan Elena.

Napas mereka sama-sama memburu, jeritan tertahan Elena terdengar samar sehingga bibirnya kini sudah berdarah ketika dia menggigitnya agar desahan dan jeritanya tidak lolos. Dan Eizer, dia tidak menyukai itu. Dia tidak suka Elena membuat bibirnya sendiri terluka.

"Sudah aku bilang jangan menggigit bibirmu sendiri!" peringatnya kesal. Sdangkan Elena entah mendengarnya atau tidak.

Mereka melakukan itu hingga beberapa kali. Eizer bahkan melupakan janjinya jika dirinya akan melepaskan Elena setelah Elena tidur dengannya. Begitu pun dengan Elena, sepertinya dia sudah tak ingat lagi dengan permohonannya agar Eizer membiarkan dirinya pergi dari sana.

**

Beberapa hari setelah kejadian malam itu, Elena tak pernah lagi dipanggil Eizer ke kamarnya maupun ke Paviliun. Sedikit aneh, hingga pada akhirnya Elena mengetahui jika ibunya berbicara dengan Eizer seperti ucapan Eizer pada malam itu bahwa dirinya akan berbicara dengan ibunya. Elena tidak tahu apa yang mereka bicarakan, namun, Elena tahu jika sepertinya ibunya berhasil membuat Eizer untuk tidak memanggilnya lagi.

Pada siang hari itu Elena terduduk di tanah, sedangkan di pangkuannya terdapat mangkuk kecil berisi raspberry yang diberikan Rose. Rose tahu jika Elena menyukai buah itu, dan ketika kepala pelayan memberikannya dia langsung membawanya kepada Elena.

"Apakah seenak itu?" tanya Rose. Dia tengah sibuk menyingkirkan rumput liar yang berada di sisi-sisi pohon bunga.

"Enak, Bibi. Sangat!" jawab Elena penuh semangat.

Rose tertawa, sedangkan Moana dan Aran hanya mendengarkan percakapan mereka.

Elena masih asik memakan raspberrynya hingga tak lama dia melihat mobil Eizer memasuki halaman depan. Cukup aneh karena tidak biasanya pria itu pulang di tengah hari seperti ini.

"Tuan sudah pulang," ucap Rose ketika dia juga melihat mobil Eizer memasuki halaman depan.

"Mungkin ada sesuatu yang harus Tuan lakukan," balas Aran. Dia sibuk menggali tanah.

Hanya Rose yang diam, tetapi dia secara perlahan melihat ke arah Elena yang masih memandang ke arah Eizer, dimana saat itu Eizer baru saja keluar dari mobil.

*

Sedangkan di dalam rumah, para pelayan berlarian ke arah ruangan depan ketika mendengar tuan mereka berteriak penuh emosi dengan memanggil nama istrinya. Bahkan, langkah kakinya terdengar menggema dengan rahang yang terlihat begitu mengeras.

"Deborah! Keluar kau!!!"

"Tuan, tenangkan diri anda!"

Bobby terlihat berjalan berdampingan dengan Eizer. Dia terus menenangkan tuannya yang baru kali ini terlihat begitu marah. Ini adalah pertama kalinya dirinya melihat Eizer seperti itu.

"Sebenarnya ini ada apa?"

"Entahlah, tetapi Tuan terlihat begitu marah."

Para pelayan mulai berbisik-bisik saling bertanya. Sedangkan kepala pelayan menghampiri Bobby yang saat itu masih terus mengikuti Eizer berjalan menaiki tangga.

"Tuan, Bobby, ada apa dengan semua ini?" tanya Sally.

"Akan saya jelaskan nanti, Nyonya Sally," balas Bobby. Karena tidak mungkin dia menjelaskan semuanya dalam keadaan seperti itu.

Bersambung......

Troubled ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang