Bab 19

2.5K 122 8
                                    

Drupiter's Hospital adalah Rumah Sakit tempat ibu Eizer di rawat. Deborah yang baru saja kembali kesana saat ini tengah menyuapi ibu mertuanya dengan penuh perhatian. Mereka juga sesekali terlibat percakapan hangat sehingga tawa kecil terkadang terdengar. Mereka mengabaikan seorang wanita dewasa yang tengah asik memainkan ponselnya dengan raut wajah yang terlihat begitu kesal. Dia sedari tadi memperhatikan kedua orang yang memenuhi pandangannya. Sedangkan tangannya dengan lincah mengotak-atik ponselnya, mengirimkan pesan kepada keponakannya.

"Bisa-bisanya Eizer memiliki istri yang rajin mencari perhatian," ucapnya pelan. Dia menatap punggung Deborah dengan kesal.

Margaret, Dia adalah bibi Eizer, adik dari ayahnya. Sedari awal Eizer menikah dengan Deborah Margaret memang tidak pernah suka dengan Deborah. Entah bagaimana awalnya tetapi dia selalu merasa sikap Deborah selama ini penuh kebohongan. Namun, terkadang dia juga membenci sikapnya sendiri yang berpikiran negatif kepada orang lain, tetapi dia paham betul jika instingnya selalu benar. Apalagi secara tidak sengaja dia pernah melihat Deborah bersama pria lain.

"Cepatlah selesaikan pekerjaanmu! Aku muak bertemu dengan istrimu setiap hari. Bukannya aku tidak ingin menemani ibumu, tetapi aku benar-benar tidak bisa menahan rasa kesalku setiap  melihat wanita yang kau nikahi itu."

Begitulah isi pesan yang dia kirimkan kepada keponakan satu-satunya. Setelah itu dia berdecak dengan kesal. Dia meletakkan ponselnya di atas meja lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa dengan memejamkan mata. Sepertinya dia memejamkan mata untuk menghindari kotoran yang akan masuk kedalam matanya, seperti yang selalu dia lakukan. Sebenrnya itu mengarah kepada Deborah. Dia akan sakit mata melihat Deborah, jadi harus memejamkan mata.

"Garet, sebaiknya kamu pulang saja dan beristirahatlah dengan cukup. Deborah juga sudah kembali, kakak juga sudah baik-baik saja," ucap Belinda kepada adik iparnya. "Jangan mendengarkan Eizer! Aku tahu  Eizer kan yang memintamu untuk selalu di sini?" sambung Belinda dengan membenarkan posisinya di bantu oleh Deborah. Dia melihat kepada adik iparnya yang tengah masih memejamkan matanya.

"Kakak, aku mengantuk, aku ingin tidur sebentar," ucap Margaret. Dia tidak menanggapi ucapan kakak iparnya. Dia lebih milih membaringkan tubuhnya di sofa panjang.

"Margaret!" Belanda berucap kesal kepada adik iparnya.

"Sudahlah, Mommy, mungkin Bibi sedang lelah, jadi biarkan Bibi beristirahat." Deborah berbicara dengan lembut, sedangkan tangannya mengusap bahu Belinda tak kalah lembut.

Margaret berdecih kecil saat mendengar ucapan Deborah. Dia rasanya ingin muntah ketika mendengar nada suara Deborah yang begitu manis namun penuh kepalsuan. Dan Sepertinya keputusannya untuk memejamkan mata lebih baik, karena dengan begitu dia tidak melihat langsung wajah Deborah yang selalu terlihat menyebalkan jika sedang berbicara.

"Baiklah, Garet. Sekarang sebaiknya kamu tidur saja! Kakak tahu kamu lelah karena semalam terus menemani Kakak," ucap Belinda yang tidak mendapatkan balasan apapun dari Margaret. Walaupun begitu, Belinda tidak merasa sakit hati. Dia sudah hafal betul sikap adik iparnya.

**

Dikarenakan kedua majikan mereka sedang tidak ada di rumah, saat ini para pelayan tengah berkumpul di halaman belakang, tepatnya di depan kamar mereka yang berjejer. Mereka sengaja memanfaatkan watktu istirahat mereka yang lebih panjang kali ini ketimbang ketika saat ada Deborah. Di sana mereka bisa berteduh dari pancaran matahari yang menyorot begitu panas. Mereka juga berbincang hangat yang terkadang meleset ke hal lain. Salah satunya bergosip.

Elena duduk di atas rumput rata bersama dengan Rose. Sedangkan yang lain duduk di kursi termasuk Aran yang lebih mendengarkan pembicaraan mereka ketimbang ikut bersuara. Dia masih diam sedari tadi, sibuk dengan tembakau yang di hisapnya.

"Elena, apakah ibumu sudah lebih baik?" tanya kepala pelayan. "Rasanya aku sangat merindukan dia," sambungnya.

"Ibu sudah jauh lebih baik, Nyonya. Kemungkinan hanya perlu sebulan lagi untuk benar-benar bisa keluar dari Rumah sakit," jawab Elena.

"Syukurlah kalau begitu," ucap kepala pelayanan di ikuti pelayan yang lain. "Semoga ibumu bisa kembali ke sini," ucapnya lagi. Walupun pekerjaanmu sangat bagus, namun Elena, ibumu jauh lebih bagus," sambung kepala pelayan lagi. Dia tersenyum kepada Elena.

"Ibuku memang yang terbaik, Nyonya," balas Elena dengan bangga. "Tetapi aku rasanya tidak ingin ibu kembali bekerja," sambungnya. Dia tidak ingin ibunya kembali bekerja. Dia terlalu takut kesehatan ibunya kembali menurut jika terlalu lelah.

"Ibumu bisa bekerja tanpa kelelahan Elena, karena kau juga akan tetap di sini membantu ibumu. Aku juga yakin Nyonya dan Tuan masih membutuhkan jasa ibumu sebagai pengurus dan perangkai bunga terbaik," ucap kepala pelayan lagi.

Elena hanya terdiam. Apakah mungkin ibunya harus bekerja lagi di sana sedangkan dirinya tidak ingin ibunya bekerja lagi. Namun, dia juga paham betul sikap keras kepala ibunya. Ibunya pasti akan memilih kembali bekerja, dan dia, tentu saja dia tidak bisa meninggalkan ibunya bekerja di sana tanpa dirinya. Memikirkan itu semua membuat Elena merasa pusing seketika.

"Oh, apakah kalian merasa jika Tuan dan Nyonya sepertinya tidak pernah seperti dulu lagi. Maksudku, dulu Tuan masih sering bebicara berdua dengan Nyonya walupun terkesan dingin, tetapi kali ini aku hampir tidak pernah melihat mereka saling bersinggungan lagi. Mereka terlihat mementingkan diri mereka sendiri. Tuan juga selalu tidur di kamar pribadinya atau di Paviliun." salah satu pelayan kebersihan yang sering mondar-mandir untuk membersihkan seluruh rumah berbicara dengan raut wajah seriusnya.

"Harap jaga ucapanmu!" Sally menegur pelayan itu. Baginya mereka hanya menjalankan tugas mereka di sana, sehingga tidak berkewajiban untuk membicarakan tentang majikan mereka.

"M-maf, Nyonya," ucap pelayan itu dengan takut.

"Untuk siapapun dari kalian, sebaiknya jaga ucapan kalian! Fokus saja bekerja jangan mengurusi hal yang tidak perlu kalian urus! Kalian juga tahu kan jika Nyonya sudah marah dia tidak segan-segan mengeluarkan kita dari rumah ini." Sally berbicara dengan tegas untuk memperingati semua pelayan di sana. Dia tidak ingin mereka merugikan diri mereka sendiri dengan bergosip tentang Nyonya dan Tuan mereka yang hubungannya memang terlihat tidak baik-baik saja.

Mereka semua menganggukan kepalanya. Benar memang yang dikatakan Sally. Mereka jauh lebih baik menutup mulut mereka dengan rapat jika tidak ingin kehilangan pekerjaan mereka.

"Berbicara tentang itu, bukankah musim yang akan datang adalah musim dimana Tuan dan Nyonya menikah." Rose kali ini ikut berbicara. "Bukankah kita harus bersiap. Aku yakin Nyonya akan membuat sebuah perayaan di rumah," sambungnya. Kalian tahu kan betapa bawelnya dia jika sudah mengatur hal seperti itu," ucap Rose lagi.  Terkadang mulutnya tidak bisa terkontrol jika menyangkut majikan wanita mereka.

"Rose!" Sally si kepala pelayan menegur ucapan Rose. "Tetapi itu benar," sambungnya. Dia menutup mulutnya, menahan tawa, membuat para pelayan yang lain ikut tertawa.

Sedangkan Elena hanya diam. Berbagai pikiran terus memenuhi isi kepalanya saat ini. Seminggu ini memang dia merasakan kelegaan yang sangat luar biasa saat Eizer tak ada di sana. Akan tetapi sudah pasti minggu depan, tepat berakhirnya musim panas, Eizer akan kembali. Itu berarti walaupun tanpa sengaja mereka akan kembali saling melihat, dan ketenangannya akan berakhir.

"Menyebalkan," lirihnya, sehingga rose yang berada dekat dengannya menoleh kepadanya.

Bersambung......

Troubled ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang