Papa Thoriq

46 26 28
                                    

"Nih" Sera memberikan sapu tangan pada Gyan saat melihat cowok itu berkeringat, efek bermain dengan anak-anak tadi. Mereka sekarang duduk di kursi taman berdua karna yang lain sudah pulang. Maklum saja, hari sudah akan gelap sekarang.

"Makasih" ucap Gyan setelah menerimanya. Sera hanya mengangguk, kemudian menatap lurus kedepan. Lagi-lagi mereka berada ditaman dengan ditemani oleh senja. 

Jujur melihat anak-anak tadi Sera sangat senang. Melihat senyuman mereka, tawa mereka dan juga bermain bersama mereka membuat dia sangat senang. Tapi dia terheran dengan Gyan. Bibir cowok itu memang tersenyum tapi matanya tidak. Dia malah menatap sendu anak-anak jalanan yang sedang bermain dengannya tadi.

"Lo kenapa? dari tadi gue liatin kayak lagi ada masalah?"

Mendengar pertanyaan Sera, Gyan lantas menatap gadis itu kaget, sejelas itukah wajahnya?.

"Iya, muka lo emang keliatan banget"

Gyan tambah terkejut lagi karna Sera bisa manjawab pertanyaan yang ada dikepalanya. Apa cewek itu bisa membaca pikiran.

"Gak, muka lo aja yang gampang kebaca"
"Ih, gak baik tau baca pikiran orang kayak gitu" kesal Gyan karna Sera yang terus membaca pikirannya. Bibir cowok itu cemberut dan terlihat lucu dimata Sera.

"Salah lo sendiri. Tubuh lo disini tapi pikiran lo malah entah kemana. Emang lo mikirin apa, sih?"

Gyan tidak menjawab, lebih tepatnya dia bingung mau menjawab apa? Dia hanya memikirkan tentang dirinya. Mendengar anak-anak yang menginginkan orang tua tadi, dia jadi teringat orang tuanya. Kira-kira mereka sedang apa sekarang?

"Aku kangen sama orang tua aku. Pengen ketemu tapi mereka terlalu jauh" kalo itu mamanya, dia dan sang mama memang jauh. Karna mamanya berada diluar negri. Tapi untuk sang papa, maka itu jauh dalam arti lain.

"Kalo kangen, kenapa gak lo telfon aja. Gue yakin mereka juga kangen sama lo kok"

Gyan hanya menunduk mendengar ucapan Sera. Gadis itu belum tahu bagaimana keadaan keluarganya. Mereka terlalu jauh walau hanya sekedar menelfon.

Sera menatap bingung kearah Gyan. Dipunggung cowok itu seakan terdapat beban tak kasat mata yang cowok itu pendam sendiri.

"Masalah apa yang lagi lo alamin, Gyan?"

💜💜💜

"Yaampun, den. Kok aden baru pulang. Dari tadi bibi cariin loh"

Bibi siti, dia adalah ART  dirumah Gyan sejak dia berumur lima tahun. Hubungan mereka tentunya dekat. Gyan sudah menganggap bi Siti ibu kedua baginya, begitu juga bi Siti yang sudah menganggap Gyan sebagai anaknya.

"Maafin Gyan, bi. Gyan lupa kasih kabar. Maaf ya" Gyan benar-benar merasa bersalah karna telah membuat bi Siti khawatir. Dia tidak bermaksud melakukannya, dia hanya lupa.

Tapi anehnya, tidak biasanya bi Siti khawatir sampai seperti ini padanya. Apalagi tadi pagi dia sudah ijin untuk pergi ke kolong jembatan. Lalu kenapa bi Siti sekhawatir itu padanya?.

"Anak macam apa yang pulang jam segini, Gyan"

Gyan terdiam ditempatnya. Suara itu, itu suara papanya. Dia sangat hafal dengan suara itu. Cowok itu membalikan badannya, dan benar saja kalau orang yang berbicara tadi adalah papanya, papa thoriq.

"Papa"

Gyan segera menghampiri papanya untuk mengecup punggung tangan pria itu. Sudah lama sekali papanya tidak pulang kerumah ini.

silentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang