Selamat idul adha guysss, udah lama banget ya nggak up. Maap ya besti-besti ku. Aku lagi bingung cerita ini mau dibawa kemana kayak hubungan aku sama dia yang entah mau dibawa kemana 🤣🤣🤣. Intinya maaf ya guysss.
Sekarang selamat membaca !!!
Bruk!!!
Rasanya Affandra ingin sekali memotong tangan orang yang baru saja masuk ke UKS dengan gergaji mesin. Apa orang itu tidak bisa membuka pintu dengan santai sampai harus mendobrak seperti orang kesetanan.
"Lo kenapa bisa di UKS?"
"Apa yang sakit?"
"Harusnya lo bilang sama kita kalo lo sakit!"
"Kalo ditanya jawab, bangsat!"
Affandra hanya bisa memutar bola matanya malas mendengar omelan-omelan tidak penting dari teman-temannya. siapa lagi kalo bukan tiga curut Daksa, Alano dan Daiva. Mereka bertiga memang tidak mengenal tempat, di UKS saja mereka malah seperti tarzan yang berteriak di hutan. DASAR!
"Gue gak papa, tadi cuma pusing doang,"
Daiva yang tadi paling khawatir saat mendengar bahwa Affandra masuk UKS sontak mendekat. Sahabatnya ini selalu menganggap remeh kesehatannya sendiri, makanya Affandra sering kali sakit tapi selalu itu selalu bilang hanya pusing dan pusing. Tidak tahukah cowok itu seberapa paniknya dia tadi?.
"Kalo sakit harusnya ngomong! Jangan pendem sendiri, gue khawatir, tahu,"
Affandra membuang nafasnya kasar saat melihat adik kecilnya ingin menangis sekarang. Cowok itu bangun dari posisi tidurnya lalu memeluk Daiva yang berdiri di samping brankar UKS. Daiva itu sudah dia anggap seperti adik kecil walau mereka seumuran. Dia sangat menyayangi Daiva.
"Gue gak papa, gak usah nangis! Nanti cantiknya hilang, loh,"
Daiva tidak mempedulikan ucapan Affandra, dia malah balas memeluk cowok itu erat lalu menyembunyikan wajahnya pada dada cowok itu.
Alano hanya diam memperhatikan mereka berdua, mereka tahu sekhawatir apa Daiva tadi, makanya gadis itu sekarang menangis. Berbeda dengan Daksa yang menatap mereka dalam, bukan karna kembarannya yang asal di peluk oleh Affaadra, mereka sudah biasa akan hal itu. Tapi karna dia tahu pasti trauma Affandra kambuh lagi. Cowok itu tidak mungkin pingsan begitu saja, pasti ada alasannya.
Affandra melepas pelukannya lalu menghapus jejak air mata pada pipi Daiva. Pipi tirus itu terasa hangat.
"Kalo sakit ngomong! Jangan pendem sendiri, gue khawatir, tahu,"
Affandra mengulang ucapan Daiva tadi, membuat gadis itu menyerngit bingung. Setelah beberapa lama barulah dia sadar bahwa pasti Affandra merasakan pipinya yang terasa hangat. Sial! pasti karna hujan kemarin.
"G-gue ga-" ucapan Daiva terpotong karna Affandra sudah menariknya duluan lalu menidurkannya di brankar tempat cowok itu tidur tadi.
"Gak ada alasan. Lo tidur atau kita pulang sekarang!"
Daiva benci jika sifat posesif Affandra umat seperti sekarang. Gadis itu menatap Alano untuk meminta pembelaan, tapi sayangnya cowok itu malah menggelengkan kepalanya pertanda dia tidak setuju jika Daiva menolak.
"Lo sakit karna hujan-hujanan kemarin, jadi disini aja sama kita,"
"Kalian mah gitu,"
Dua cowok itu tertawa melihat wajah ngambek Daiva. Gadis itu selalu imut dengan tingkah lakunnya. Tapi sayangnya tawa itu tidak bertahan lama saat Affandra tanpa sengaja melihat mata Daksa yang menatapnya tajam.

KAMU SEDANG MEMBACA
silent
Fiksi Remaja"Anasera, terima kasih untuk tidak menjadi payung saat hujan karna kau tau selain dirimu aku juga menyukai hujan dan aku mohon, tetaplah menjadi obat saat hujan itu membuatku sakit. Tetap temani aku saat hujan itu membasahiku dan ayo kita bermain be...