Our Promise 11 - Problem

5 1 0
                                    

Besoknya, aku pergi ke UKS pagi-pagi sekali. Tidurku sama sekali tidak nyenyak. Kepalaku terus dipenuhi pemikiran tentang Barsha.

Aku membuka pintu UKS. Berjalan pelan pada brankar Barsha yang masih ditutupi tirai.

Aku menatap wajahnya yang tampak sudah tidak pucat lagi. Helaan napas lega aku keluarkan. Aku tersenyum tipis. "Cepat sembuh, Bar," gumamku.

Aku menoleh ke belakang. Menarik kursi agar dekat pada brankar dan duduk di sana. Aku menguap. Mataku benar-benar berat. Jadi, aku memilih menjatuhkan kepalaku pada sisi brankar dan mencoba untuk tidur di sana.

*

Tidurku terganggu. Aku merasa seseorang mengusap-usap kepalaku perlahan-lahan. Saat aku menarik tegak punggungku, ternyata Barsha yang melakukannya.

Cowok itu tersenyum. "Ganggu, ya?" tanyanya.

Aku balas tersenyum kecil. Aku lega melihatnya sudah sadar. "Enggak, kok."

"Really? Gue padahal memang niat ganggu tidur kakak," ujarnya.

Aku mengernyit. "Kok gitu?"

"Bel udah bunyi. Gue nggak mau kakak ketinggalan pelajaran."

Aku terkekeh mendengar jawabannya. Perhatian banget, sih.

Aku memutuskan berdiri. Menghargai kehendaknya walaupun aku sebenarnya keberatan meninggalkan Barsha barang sejenak saja.

Aku membetulkan tali tas-ku yang sedikit menurun. "Ya udah. Aku ke kelas, ya?"

Barsha mengangguk.

"Nanti aku pesanin bubur. Kamu belum sarapan, kan?"

Barsha menggeleng. "Gue nggak mau bubur. Mie aja."

Aku menghela napas. "Bar, terlalu sering makan mie nggak sehat buat kamu."

"Kakak juga jangan terlalu sering minum kopi. Nggak sehat buat kakak."

"Barsha." Aku menghela napas sambil memegang kepala. Ingin marah tapi malah kekehan yang keluar dari bibirku. "Ya udah, aku pesanin mie."

Barsha tertawa kecil. "Thanks," ujarnya.

Aku tersenyum lalu mengangguk. "Hm, aku ke kelas dulu," pamitku.

Keluar dari UKS aku pergi ke kantin untuk memesan mie dulu dan meminta Bu Zahra mengantarkannya pada Barsha yang berada di UKS. Setelah itu baru lah aku pergi ke kelas.

Aku meletakkan tas di kursi lalu duduk dengan kepala disangga. Mayla menoleh untuk menatapku. "Ke mana aja kamu? Pagi-pagi kok udah nggak ada?" tanyanya dengan wajah bingung.

Aku menghela napas. "Barsha sakit. Aku liat dia ke UKS barusan."

"Sakit? Perasaan kemarin oke-oke aja."

Aku menghela napas lagi. Kali ini lebih berat. "Fisik Barsha itu lemah. Kedinginan dikit aja dia bisa sakit."

Mayla mengangkat kedua alisnya. "Seriusan? Kalau begitu gimana dia bisa lindungin kamu coba."

Aku berdecak kesal mendengar perkataan Mayla. "Nggak usah mulai cari masalah deh!" sewotku.

Mayla tertawa. "Bercandaaa."

Aku mendengkus dan memilih membuang wajah dengan menelungkupkan kepala.

"Jangan ngambekan, ih." Mayla menoel-noel lenganku. Aku menepisnya dengan decakan kesal. Mayla tertawa lagi melihat sikapku.

***

Pada jam istirahat aku mendatangi Barsha lagi. Saat aku menyibak tirai pandanganku langsung bertemu dengan cowok yang aku sukai itu. Aku tidak bisa membilangnya pacarku karena memang kami tidak pernah jadian.

Our PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang