Our Promise 15 - Holiday

3 1 0
                                    

Cowok itu meletakan handphone-nya di atas nakas. Menghela napas berat lalu beranjak untuk pergi ke balkon kamarnya.

Dia menumpukan kedua tangannya pada pagar pembatas. Mendongak, menatap bintang yang berserak.

Tangannya bergerak meraba dada yang terasa nyeri. Cepat-cepat ia kembali ke dalam kamar. Membuka laci nakas dan mengambil beberapa jenis obat di sana. Setelah itu dia menelan obat itu tanpa bantuan air sama sekali.

Merasa nyeri di dadanya mulai mereda, dia mendudukan diri di kasur. Napasnya tersengal. Di kamar yang sunyi itu, dia menangis dalam diam.

Persetan dengan statusnya adalah seorang laki-laki.

Dia sudah terlalu lelah dengan hidupnya. Hidupnya yang penuh akan derita juga air mata.

Tok tok!

Dia mengerjap mendengar suara ketukan dari pintu kamar. Menyeka air mata, dia berjalan membuka pintu. "Kenapa, Kak?"

Laki-laki di depannya itu tampak menatapnya lekat. Setelahnya mendesah pelan. "Lo belum tidur juga?"

Barsha tersenyum kecil. "Belum ngantuk."

"Tapi lo baru pulang dari rumah sakit. Lo harus istirahat biar cepat pulih," nasihat laki-laki berumur 22 tahun itu. Menatap Barsha tegas.

"Istirahat pun gue nggak akan pulih sempurna, Kak. Lo tau itu. Kecuali jika istirahat untuk selamanya," lirih Barsha dengan sorot mata yang meredup.

Liam, kakak laki-laki Barsha itu tampak berdecak kesal. Ia menatap Barsha tajam. "Lo tau gue akan selalu merjuangin kesembuhan lo. Apapun itu! Jadi tolong, jangan pernah lo ngomong kayak gini lagi," tekan Liam.

Barsha membalas dengan menghela napas berat. Dia mencoba tersenyum walau kecut. "Makasih, Kak. Gue mau tidur."

Liam menghela pasrah. Dia mencoba tersenyum sambil menepuk bahu adiknya yang lebih tinggi darinya itu. Setelahnya dia berlalu pergi.

Barsha bergerak menutup pintu. Dia kembali lagi duduk di atas kasur lalu tampak merenungi sesuatu.

Ada banyak hal yang menganggu pikirannya. Terutama pada bagian yang beberapa hari ke belakang tampak selalu sakit.

Cowok itu menghela napas berat yang berakhir sesak. Dia merebahkan diri ke atas tempat tidur. Menutupi mata dengan lengannya. Mencoba untuk tidur.

OoO

Tidak terasa, bulan demi bulan berlalu. Seminggu yang lalu, aku baru saja selesai melaksanakan ujian. Dan hari ini sudah waktunya penerimaan rapor.

Aku sudah tidak sabar lagi. Selesai penerimaan rapor maka kami bisa langsung pulang ke rumah mengikuti orangtua masing-masing. Seminggu liburan di luar rasanya seperti surga bagi kami anak-anak GHS.

Aku celingak-celinguk sendirian di taman depan. Menatap ke arah gerbang yang disesaki oleh para orangtua siswa yang datang untuk mengambil rapor sekaligus menjemput anak-anaknya.

Senyumku langsung terbit saat melihat dua pasang pria dan wanita yang baru muncul dari balik gerbang. Langsung saja aku berlari ke arah mereka.

"Ayaaah! Bundaaa!" seruku lalu memeluk mereka erat saat kami sudah berhadapan. "Sea kangeeen."

Aku dengar Ayah terkekeh sementara Bunda mendengus geli.

"Rega mana?" Saat aku sudah melepaskan pelukan, dahiku berkernyit melihat adik laki-laki ku sama sekali tidak menampakan batang hidungnya.

"Dia nggak mau ikut. Males katanya," jawab Bunda.

Our PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang