5. Rasa Asing

147 4 0
                                    

"Halo. Assalamualaikum, Mbak Pita." Ujar Dinda pada saat sambungan telponnya di angkat oleh Pita.

"Waalaikumsallam, halo Dinda. Apa kabarnya?" Jawab Pita diseberang sana saat tahu siapa yang menelponnya.

Dinda yang mendengar sapaan Pita jadi tersenyum manis.

"Alhamdulillah baik Mbak Pita. Mbak Pita gimana baik juga disana?" Tanya Dinda.

"Iya Alhamdulillah baik. Aduh kenapa ni tumben nelpon malam-malam gini. Kayanya penting banget ni." Ujar Pita dengan kepo sambil terkekeh pelan.

"Maaf ya Mbak mengganggu waktu istirahatnya. Gini Mbak, Alhamdulillah tempat Bimbel Mbak Pita muridnya udah mulai bertambah menjadi delapan puluh orang." Jelas Dinda untuk menjelaskan tujuanya menelpon Pita malam-malam seperti ini.

"Alhamdulillah kalau gitu Din, ini kabar gembira namanya. Terima kasih juga ya Din udah menjalankan tempat Bimbelnya dengan baik selama Mbak menempuh pendidikan lagi di sini" Ujar Pita dengan riang berkat kabar yang Dinda sampaikan padanya.

"Alhamdulillah Mbak, jadi rencananya aku mau menambah alat-alat belajar kita" jelas Dinda pada Pita selaku yang punya Bimbel.

Sudah hampir empat bulan Dinda menjadi guru les Bimbel dan dia menyadari bahwa masih banyak alat pelajaran mereka yang perlu ditambah.

Seperti buku untuk anak-anak TK dan SD mereka masih membutuhkan buku-buku masukan dari Bimbel sendiri bukan seperti anak SMP atau SMA yang meteka sudah ada buku tersendiri.

Bukan berarti untuk anak SMP dan SMA tidak disediakan tapi untuk sekarang akan mulai menyicil dulu untuk buku-buku materi dan yang lainnya.

"Menurut Mbak, itu terserah kamu saja Dinda gimana baiknya, karena sepenuhnya untuk sekarang bimbel itu Mbak serahkan pada kamu Dinda selaku guru yang memegang Bimbel untuk kini. Dan juga Mbak sangat berterima kasih pada kamu Din sudah mau mengurusnya dengan baik" Kata Pita setelah mendengar penjelasan dari Dinda.

"Terima kasih juga atas kepercayaan dari Mbak Pita kepadaku untuk menjaga Bimbelnya sementara ini" ucap Dinda.

Setelah selesai berdiskusi dengan Pita lewat telpon. Dinda pun keluar dari kamar untuk bergabung dengan keluarganya yang lain di ruang keluarga.

"Iya Bang nanti ibu kirim uangnya," ucap Ara pada orang di seberang telpon.

"Siapa buk?" Tanya Dinda saat sang ibu sudah selesai menelpon.

"Abang mau minta kirimi uang buat bayar cicilan rumahnya. Kamu ada uang? Nanti ibu pinjam ya" jawab Ara.

Dinda memang memiliki seorang kakak laki-laki yang sudah bekerja sebagai seorang perawat di rumah sakit di jakarta.

"Jangan bu, uang Bapak ada nanti kirim uang itu aja" ujar Sulin bapak Dinda.

"Gak papa, Pak nanti pakai uang Kakak aja dulu" ujar Dinda.

"Gak usah, Kak" ucap Sulin lagi.

"Ya sudah kalau gitu kita tidur dulu, Pak. Ayo pak kita istirahat, kamu juga dek tidur sana kalau sudah tidak ada tugas sekolah." Lanjut Ara dengan mengajak suaminya untuk memasuki kamar mereka.

"Gue kekamar duluan" kata adik Dinda.

Sekarang tinggal Dinda sendiri di ruangan keluarga sambil melamun dengan TV yang masih menyala.

Sisi buruk dari keluarganya adalah Dinda sering merasa di lainkan dari pada saudaranya yang lain.

Entah itu perasaan Dinda saja atau memang begitu adanya. Tapi Dinda selalu menenangkan hatinya jika itu adalah perasaannya yang lagi sensitif saja.

TERJERAT CINTANYA MAS DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang