Bab 11. Menekan Tombol Darurat

31 15 2
                                    

Tidak ada satu pun manusia yang menginginkan musibah atau bencana, tapi jika semua itu di perbolehkan terjadi kita hanya bisa berpasrah dan berusaha untuk keluar dari semuanya itu.
Hiro Valentino

"Siapa anda.. ?" terdengar suara papi David seperti orang yang tercekik.

Nyonya Diratama membalikkan badannya dengan cepat dan seketika ia mematung di tempatnya. Dimana di depannya ia melihat sebuah pisau dapur di todongkan pada leher suaminya. Papi David hanya diam dan juga kaget, karena tiba-tiba ia merasakan dinginnya besi pisau itu di lehernya.

Seorang pria berusia sekitar akhir tiga puluhan, ia berdiri tegap menatap penuh ancaman pada sepasang suami istri paruh baya itu. Mami Yura sangat ketakutan karena bagaimana bisa ada seseorang bisa masuk ke kediaman anaknya dengan sistem keamanan yang terbaik?

"Jangan bergerak! Atau aku akan memutuskan leher anda tuan. Dan anda nyonya jangan melakukan gerakan apa pun, kalau tak ingin pisau yang anda tinggalkan di belakang tadi akan mengiris leher suamimu sendiri!" ancam pria dengan wajah bringas yang berdiri mengancam di belakang kursi papi David, mami Yura melirik meja dapur dan baru menyadari jika ia ternyata telah meninggalkan pisau itu di dekat pot saledri.

Jam di dinding menunjukkan pukul empat petang lewat sepuluh menit, kurang lebih tiga puluh menit sampai satu jam lagi Deva dan Liana akan pulang. Membuat perut mami Yura jadi berputar, lalu menatap suaminya yang sepertinya juga berpikiran yang sama.

Rasa gugup dan juga takut menjalari perasaan keduanya, kalau mereka sekeluarga akan di sakiti oleh pria itu. Jika pria asing itu bisa masuk dengan mudah ke rumah anaknya, apakah mungkin Dave juga tidak bisa melihatnya melalui ponselnya? Karena yang mereka tahu kalau sistem cctv di rumah Dave sama dengan sistem cctv di rumah mereka, yang Dave pasang bersama sepupunya Daniel.

Seketika itu juga mami Yura teringat pada Kinara, dengan hati-hati dan dada yang berdebar ia menekan sebuah tombol kecil di dekat oven yang ada di meja dapur dengan tangan yang bergetar. Berharap Kinara menerima signal itu, dan cucunya tetap berada di kamar rahasia.

Untung saja tadi ia juga sudah mengisi beberapa kotak susu, roti dan beberapa makanan kecil untuk cucunya itu. Karena anak-anak seumuran Kinara memang suka dengan cemilan dan susu. Dan ia bisa sedikit lega karena Kinara aman di dalam sana.

Ia teringat pesan Deva jika ada sesuatu yang emergency, kamar rahasia itu aman dari jangkauan pencuri. Dan jika tombol di tekan makan kunci ganda akan otomatis berfungsi, dan berharap Kinara baik-baik saja di dalam sana.

Walau Deva berulang kali menyakinkan maminya kalau kamar rahasia itu aman untuk anak seusia Kinara, tapi tetap saja wanita itu takut jika Kinara akan panik dan ketakutan di dalam sana.

"Apa kalian hanya tinggal berdua saja?" tanya pria asing itu, membuat mami Yura mendelik ketakutan menatap papi David yang masih di todong pisau pada lehernya.

"Ka... kami ... hanya tinggal berdua saja disini, eem... Kadang anak dan menantu kami datang berkunjung... Kalau bapak mau silahkan ambil saja barang-barang berharga di rumah ini, dan kami janji tidak akan melaporkannya pada polisi! " ucap mami Yura berbohong dan memberanikan diri menawarkan harta benda yang ada di dalam rumah putranya itu.

Dalam hatinya ia berdoa dan berharap Deva memperhatikan ponselnya dan melihat keadaan mereka, lewat sambungan cctv di ponselnya. Kemudian melaporkannya pada polisi jika rumahnya di bobol oleh seorang pencuri.

"Benar sekali tuan, saya memang butuh biaya untuk keluar dari pulau Jawa ini. Tapi saya sedang tidak terburu-buru untuk pergi, dan kulihat nyonya sedang memasak banyak makanan untuk makan malam, bukan? Jadi anggap saja saya keluarga yang datang berkunjung kesini hahaha... " tawa pria itu memamerkan gigi yang kuning saat ia menyeringai.

21 Jam Yang Mencekam [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang