Bab 24. Bertahan Bersama

18 8 6
                                    

WARNING !!!! ADA ADEGAN DEWASA DAN KEKERASAN !!! Di mohon kebijakan pembaca 🙏🏼

Seorang ayah terlihat keras dan kuat. Tak menunjukkan kasihnya dengan gamblang, namun dialah orang yang paling terluka ketika anak-anaknya terluka.
Hiro Valentino

Jumat, pukul 22.47

Papi David hendak menuju ke pintu untuk melihat situasi di luar kamar, tapi ia mengurungkan niatnya ketika mendengar suara piring yang di banting dari arah dapur. Menatap Deva yang masih terbaring di karpet dimana tubuhnya sudah ia tutupi dengan selimut agar putranya lebih hangat. Papi David tidak berani memindahkan Deva kemana-mana, takut ia justru menambah cidera pada tubuh putranya terutama bagian kepala Deva yang mengkhawatirkan baginya.

Penyusup itu turun sendiri ke dapur untuk mengambil minuman dingin, karena ia melihat Liana sudah tertidur di kursinya. Ia masih kesal dengan hinaan Dina yang meludahi wajahnya tadi, dan juga Mita yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Menatap dua buah kamar tamu yang terlihat tenang, ia mendekati pintu tempat kedua orang tua yang di sekapnya di sana.

Mengecek pintunya dan masih terkunci, kemudian ia berdiri menatap pada kamar tidur yang di tempati Deva. Tersenyum penuh kemenangam karena ia seratus persen yakin, jika pria muda di dalam kamar itu pasti sudah mati kehabisan darah karena luka yang begitu parah.

Papi David yang mendengar langkah kaki yang mendekat, mengenggam kayu dari patahan kursi yang di gunakan pria itu memukul putranya. Bersiaga penuh jika pria itu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar itu, dia menunggu dengan dada berdebar kencang di balik pintu.

Walau ia tak bisa melawan pria itu karena usia dan penyakitnya, tapi ia tak mau mati konyol dan pasrah di lukai oleh pria itu. Papi David melirik pada jam tangannya, sudah lebih dari lima menit ia menunggu di balik pintu. Tapi pria itu tak kunjung masuk. Ia merapatkan telinganya ke pintu, tapi tak ada suara apa pun di luar sana.

Menarik nafas lega lalu mendekati putranya, kembali memeriksa nadi Deva yang semakin lemah dan kadang menghilang. Berharap ia bisa keluar dari sana dengan segera, dan membawa putranya ke rumah sakit. Tapi ia tetap harus penuh perhitungan dan juga berhati-hati, karena ia tak mau membahayakan nyawa Liana yang masih ada bersama pria itu. Memilih untuk tetap bertahan di dalam kamar itu, berharap istrinya dan Kinara tidak kembali ke rumah itu, karena khawatir padanya dan Deva yang tak kunjung menyusul mereka ke gazebo.

Papi David memilih duduk di dekat kepala Deva yang sudah ia topang dengan bantal, menepuk bahu putranya dan tetap berkomunikasi dengan menceritakan masa kecil Deva. Membuat mata pria tua itu berkaca-kaca mengingat kilas balik putranya saat ia kecil dulu, lalu berrcerita tentang perasaan Deva pada Liana. Yang ia ungkapkan pada papinya karena ia tak mau menjadikan Liana kekasih, tapi justru hubungan mereka tidak di restui oleh kedua orang tuanya.

Papi David tersenyum bahagia mengingat Deva mencoba meminta pendapatnya, memakai kisah tentang temannya yang menyukai gadis yang tidak sederajat dengannya. Saat itu papi David tahu kalau kisah itu tetang Deva sendiri yang berusaha ia sembunyikan, tapi sikapnya tidak bisa ia sembunyikan ketika bertemu Lili di butik maminya.

Wajah putranya jadi lebih ceria, matanya seperti tersenyum ketika diam-diam menatap Lili yang sedang bekerja. Mami Yura juga melihat gelagat Deva setiap kali bertemu Liana, putranya jadi gampang tersenyum ketika berbincang dengan Lili yang selalu di temani oleh Lisa. Deva yang dingin dan acuh tak acuh pada wanita, setelah kegagalannya dengan Mita. Berubah tiga ratus enam puluh derajat setelah bertemu Lili yang melamar kerja di butik maminya, Deva tiba-tiba ikut mewawancarai gadis itu dengan pertanyaan yang personal membuat maminya curiga dengan gelagat putranya itu.

21 Jam Yang Mencekam [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang