Bab 19. Mita dan Dina

15 8 3
                                    

Kesombongan tidak mengatarkanmu pada kebaikan, justru kesombonganlah yang menciptakan jurang kehancuran untuk dirimu sendiri
Hiro Valentino

Jumat, pukul 20.32

Mita dan Dina masuk ke dalam rumah Liana tanpa prasangka apapun, sedangkan Arnold di minta oleh Mita untuk menunggu mereka di tempat pertemuan mereka sesuai dengan rencana awal. Kedua gadis itu masuk sambil memperhatikan dengan seksama seisi rumah itu. Liana diam saja melihat Mita yang seperti pengawas menilai setiap sudut rumahnya, karena memang setelah menikah dan mereka pindah ke rumah itu Mita belum pernah sekali pun datang kesitu.

"Siapa yang memilih aneka perabotan di rumah ini?" tanya Mita dengan nada datar.

Dalam hatinya ia harus akui selera orang yang menata ruang demi ruang di rumah mewah itu, dengan perabotan dari kayu dan besi perunggu yang unik. Terkesan klasik yang memancarkan kelembutan dan juga kehangatan, di dekat jendela besar Ia bisa melihat sebuah grand piano yang menambah elegan ruangan dengan dominasi warna putih gading itu. Ia tahu dari asisten Deva kalau Liana adalah guru musik, yang menguasai beberapa alat musik khususnya piano.

 Ia tahu dari asisten Deva kalau Liana adalah guru musik, yang menguasai beberapa alat musik khususnya piano

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ehhmm.... semua ini pilihanku... tentu saja dengan bantuan kak Deva dan juga mami Yura." jawab Liana ramah, tapi matanya melirik di sudut ruang yang gelap dimana pria itu berdiri mengawasi.

"Ahh... Tentu saja ini pasti mewakili selera Deva dan mami Yura yang elegan, orang kampung pasti seleranya ya... kalau gak sofa berbentuk L atau kursi dari kayu mebel biasa bukan kayu pilihan seperti ini." sahut Mita lagi dan ucapan itu di sambut tawa cekikikan Dina, sambil melihat Liana yang hanya terdiam di tempatnya berdiri.

"Kamu memang beruntung Lili, Deva itu pria paling baik dan juga penyayang. Apapun pasti ia berikan kalau dia sudah sayang sama seseorang, sama seperti pada Mita dulu." Dina menjeda ucapannya lalu berjalan memutari tubuh Liana, yang sejak sore tadi letih dengan rasa takut karena penyusup yang merengut kebebasannya dan keluarga kecilnya.

"Dia juga di hadiahi sebuah rumah besar di kawasan puncak. Di desain dengan indah oleh tangan Deva sendiri, dan ia berulang kali bilang ke semua orang kalau rumah itu bisa jadi tempat tinggal selamanya untuknya bersama Mita dan anak-anak mereka kelak." tambah Dina dengan bibir mencibir karena baginya apa yang di dapatkan Liana, tidak sebanding dengan yang di berikan Deva untuk Mita dulu saat mereka masih bersama.

Mata Liana nanar menatap Dina dan Mita, dia tahu dulu Deva dan Mita adalah sepasang kekasih. Lalu untuk apa menceritakan pemberian suaminya untuk mantan kekasihnya itu padanya, lalu mengatakan jika rumah pemberiannya untuk sahabatnya itu sebagai rumah masa depan Deva dan Mita?

Liana tak punya tenaga untuk menanggapi semua itu, apalagi pria gila yang terus mengawasi pergerakan mereka itu juga ikut mendengarkan rahasia kehidupan mereka. Diam lebih baik sebab ia tak perduli dengan masa lalu suaminya, yang ia tahu sekarang dialah masa depan Deva dan semoga sampai akhir hidup mereka.

21 Jam Yang Mencekam [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang