10. Tes osis

22 9 0
                                    

AWAS BANYAK TYPO!!!!

⚠️⚠️⚠️⚠️

* * *

Hari-hari Andini sebagai pelajar kelas sepuluh satu SMA Levanter angkatan 46 terbilang biasa saja. Karena anak itu terlampau pasif saat pembelajaran di kelas. Dia mulai mengikuti ekskul literasi dan voli.

Gayanya Andini masuk voli, padahal orangnya mageran. Fisiknya juga ga cocok buat ikut ekskul olahraga. Dia mah, aslinya masuk voli biar kaya ayang fiksinya itu.

Di awal bulan Agustus, Andini mencoba daftar osis untuk mencari pengalaman berorganisasi. Karena tadi malam ia berbincang dengan sang ayah tentang baik ikut osis atau pds, penegak disiplin sekolah.

Kata ayahnya, "Mending osis. Kalau pds kamu harus lengkap atribut sekolahnya, berangkat pagi terus tiap hari. Kalau osis ga selalu kaya gitu." Begitu kata sang ayah.

Makanya Andini daftar osis. Ya meski dia nol pengalaman karena anaknya sangat nolep dengan lelaki fiksinya. Fiksi for life.

"Nabila, kamu di kelas berapa tesnya nanti?" tanya Andini.

"12-7, kita satu ruangan kok, Din," jawab Nabila, teman yang duduk di bangku depannya.

"Oke. Nanti bareng ya ke sananya," ucap Andini yang diangguki oleh Nabila.

Istirahat ini, kebetulan Andini bawa bekal. Jadinya tak perlu antri jajan di kantin sekarang. Belinya nanti istirahat kedua, beli es. Andini mulai mengenal wajah-wajah teman sekelasnya satu persatu. Cukup lama memang dia untuk menghafal tiga puluh delapan wajah yang ada di kelas ini. Ditambah menderita mata minus membuat penglihatannya makin buruk.

Dari bangkunya saja, tulisan di papan tulis jadi tak terlihat sama sekali apabila kacamatanya dilepas. Mana dia jarang pakai kacamatanya pula. Alat bantu itu dia gunakan hanya saat pelajaran, di luar itu ya dilepas.

"Loh, An. Kamu mau daftar osis?" tanya Fathya terheran.

"Iya. Nyoba aja sih cari pengalaman di SMA, soalnya dulu waktu SMP ga dibolehin jadi osis," jawab Andini jujur.

Kalau bohong nanti dosa. Soalnya yang melarangnya ikut osis waktu SMP adalah ibunya.

"Hari ini ya tesnya? Good luck," ucsp Fathya memberi semangat.

"Makasih. Walaupun agak ragu sama soal-soal nanti," pasrah Andini.

Hari ini adalah tes tahap pertama, tes tulis. Yang akan dilaksanakan jam tiga sore, setelah pulang sekolah. Ada waktu setengah jam untuk belajar terlebih dulu, dengan insting. Tesnya kata Nabila seputar keorganisasian osis ini.

Pulang sekolah jam setengah tiga sore. Sembari menunggu tes dimulai, Andini membeli jajan dulu yang ada di depan sekolanya.

Ada macam-macam. Ada es, pentol, batagor, cilok, cilor, pempek, papeda gulung, dan masih banyak lagi. Tentunya dengan berbagai jenis jajanan itu membuat Andini bingung memilih.

Kalau aku punya uang saku sebanyak harga spp sekolah, aku bisa beli semua jenis jajanan ini tanpa perlu mikir uangnya habis.

Suatu keinginan semua orang. Membeli tanpa memandang harga.

"Beli pentol aja deh." Setelah memutuskan jajan yang akan di beli, ia berjalan menyebrangi jalan raya untuk mencapai ke bapak-bapak penjual pentol itu.

"Pak, Pentol sama somaynya empat ribu," ujarnya pada penjual. Beruntung pedagang ini tidak seramai pedagang lain, jadi Andini tak perlu desak-desakan membeli.

Best(crox)Era [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang