21 Desember 2023
"Eh, ini chikuwa, sosis, sama pentolnya dipotong dulu abis itu ditusukin." Perintah itu keluar dari mulut tuan rumah dengan kedua tangan membawa pisau, talenan, dan piring.
Nadhira yang posisi duduknya tak jauh dari tuan rumah pun meraih alat tersebut. Kemudian ia menyuruh temannya yang lain untuk duduk melingkar dengan bahan-bahan berada di tengah.
Sore ini, pukul lima. Reuni kecil terjadi di rumah Rara. Bakar-bakar menyambut tahun baru 2024 bersama teman lama. Ini ide dari Sasi, karena kata Nadhira uang kas kelas sepuluh masih ada sisa, jadi, dia berniat mengajak anak-anak untuk acara ini.
Reuni dengan menghabiskan uang kas.
"Dipotong kaya gimana ini, Nawir?" tanya Nabila.
"Terserah yang penting cukup," jawab Nadhira atau yang sering dipanggil Nawir oleh temannya.
"Aku bantu tusuk-tusuk aja."
"Eh, yang laki-laki bantu siapin kompornya!" seru Naizha
"Ini minumnya es leci aja ya."
"Iya, Ra."
"Eh, Ra. Bumbunya apa ini?"
"Pakai saos barbeque, saos tiram, sama mentega aja, Nay."
Dengan dress code daster ibu-ibu atau piyama bagi perempuan dan sarung serta kaos layaknya santri bagi laki-laki. Tentu ini ide dari Sasi juga. Anak perempuan yang satu itu selain ambis juga suka memberi banyak ide bagi kelasnya dulu.
Tetapi ada satu di antara dua puluh enam perempuan ini yang tidak sesuai dress code. Sebut saja Reisha atau yang lebih suka dipanggil Andini, entah dari mana asal nama itu. Andini hanya mengenakan jaket abu-abu dan celana panjang berwarna biru dongker.
"Kalau tidur ya pakai kaos biasa, bukan piyama. Ibu juga udah nggak pakai daster lagi." Begitu alasannya.
Tak lama setelah semua bahan disiapkan, azan magrib berkumandang. Cahya meminta teman-temannya agar salat magrib dulu di masjid perumahan Rara yang jaraknya tak begitu jauh, masih bisa ditempuh dengan jalan kaki.
"Salat-salat! Nggak salat nggak boleh makan!" ancam Naizha.
"Loh, yang haid gimana, Zha?" tanya Rahma dengan polosnya.
"Kalau itu urusan lain sih," tukas Sasi.
Banyak dari mereka yang segera menuju masjid. Tentunya berjalan kaki karena dekat. Ada beberapa perempuan yang membawa mukenah dari rumah, tapi mayoritas akan meminjam mukenah masjid.
* * *
"Heh, awas sosisnya gosong!"
"Loh, eh. Jatuh pentolnya."
"Yang udah mateng jangan langsung dimakan dong!"
Begitu lah suasana rumah Rara selepas salat magrib. Acara bakar-bakar dimulai. Namun, bukan sepuluh satu namanya kalau sunyi dan tenang. Pasti ada saja hal-hal yang membuat suasana ramai.
Dengan dua kompor portable yang ada, maka mereka membagi kelompok secara tidak langsung. Ada yang berada di teras rumah Rara untuk membakar daging slice, dan ada yang di depan rumah orang.
Masalahnya mereka yang ramai dan berisik itu, yang membakar sosis dan sejenisnya di depan rumah orang.
"Semoga yang punya rumah nggak marah aja sih denger ramai begini," gumam Andini yang membawa piring berisi tusukan sosis bakar yang sudah matang.
Setelah semua matang, kelompok yang tadi membakar di depan rumah tetangga Rara duduk di teras tuan rumah usai membereskan kompornya. Duduk melingkar dengan sate bakaran yang siap disantap. Andini duduk di samping teman sebangkunya, Fathya. Sesama introver mereka berdua tak banyak bicara. Itu karena mereka tidak bergabung dengan circle mana pun. Topik obrolan keduanya juga hanya seputar kpop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best(crox)Era [TERBIT]
Teen FictionEra terbaik itu di masa SMA, tepatnya di kelas 10. Itu kata Andini. Soalnya pas kelas 11 gak seasik dulu. Nggak ada solid-solidnya di kelas 11, sirkelnya kuat banget pula. Kalau di kelas 10 walaupun banyak sirkel tapi tetep asik dan solidaritasnya t...