"Selamat pagi calon istriku."
Kalau saja ada panci, udah Aya lempar. Di jam pagi ini, bukan hal memalukan lagi, tapi lebih ke definisi mempermalukan satu Kampung tembus ke nama warga.
"Pagi."
"Anjay, ada kemajuan nih." Kayara mendelik tidak suka. "Hari ini ada agenda apa?"
"Urus kepindahan, terus ke puskesmas, paling sampe ashar. Kenapa?"
"Tadinya gue mau ajak lo makan siang, tapi kayaknya agenda lo lebih sibuk dari bapak RT."
"Karena gue bukan orang kaya, makanya gue harus sibuk. Biar apa? Biar gue punya banyak duit."
"Lo tenang aja, bentar lagi bakal jadi orang kaya. Dengan lo nikah sama gue, di jamin langsung prosesnya aman. Tuing, jadi nyonya."
"Yang cuma duduk, tapi tiap bulan dapat transferan?" Rasyid tertawa dengan gelengan kepalanya. Baru saja jadi calon istri sudah banyak maunya. Sepertinya Rasyid harus menyiapkan warisan tujuh turunan. "Terus pas udah dapat transfer dari suami, langsung bilang gini; makasih sayangnya aku, pake emot love sekebon."
Tak kuat menahan tawa, Rasyid terbahak dengan mata sipitnya. Iya, Rasyid memiliki mata sipit, wajah yang teduh, poster tubuh tinggi dan kulit sawo matang. Rambut hitam--selalu dengan gayanya yang rapi.
"Udah cepetan sono siapin segala kebutuhan lo, gue anter" Aya menatap Rasyid aneh, apa tidak melihat kalau ada motor yang sudah sejak tadi diam di dekat mereka?. "Kenapa?"
"Motor ngejogrog kagak lihat?" Barulah Rasyid menoleh ke arah samping kiri dekat pot bunga. "Gue bisa mengendarai motor. Santuy."
"Yaudah barengan aja, kebetulan gue udah terlanjur keluarin motornya."
"Mau kemana?" Aya mengambil tas miliknya, lalu segera mengambil kunci motor.
"Kantor Desa." Gerakan Aya terhenti, seolah paham dengan tatapan Aya. Rasyid mengangguk tersenyum. "Engga ada masalah, tenang aja. Mungkin ada info yang mesti gue tahu sebagai RT."
"Oke." Keduanya melajukan motor masing-masing dengan kecepatan sedang. Sesekali keduanya saling mengobrol dengan candaan yang mungkin terdengar menjijikkan. Tapi tidak apa. Bagi Kayara ini benar-benar romantis.
Dan empat manusia masih duduk dengan wajah melongo. Masih hah-heh-hoh. Ini maksudnya gimana coba?. Bahkan mpok Hindun dengan yakin, kemarin masih melihat dua manusia itu yang masih sering adu mulut. Tapi barusan apa? Bukankah mengejutkan para warga?.
"Mpok Hindun sama mpok Nina, ini gimana sih? Engga sesuai cerita banget." Kata mpok Alpa yang merasa kecewa dengan pergibahan pagi ini. Tapi mpok Alpa sangat yakin, kalau cerita dan bahan gosip mereka bukan semata hanya omongan belaka. Melihat dua manusia yang terlihat seperti pasangan kekasih itu, merasa tidak menyangka.
"Jangan tanya gue, ini gue masih ngelag." Jawab mpok Hindun yang nampaknya terkejut dan benar-benar seperti tertipu.
"Kemaren bukan begini adegannya." Sambung mpok Nina yang terdengar lesu.
"Ambu" Panggilan mpok Alpa, terdengar seperti tekanan untuk Ambu yang--gelagapan. Serius Ambu saja kaget. Pasalnya, Shila cerita kalau memang Rasyid dan Kayara tidak sedekat barusan yang mereka lihat. Bahkan, kata Shilla sangat mustahil kalau mereka bertemu layaknya teman atau saling kenal, selalu ada saja hal yang di ributin.
Di tempat lain, Rasyid memilih pulang setelah ada pertemuan di kantor Desa yang membuatnya jengah. Lagi dan lagi ada saja oknum RT yang membuatnya harus kena lagi.
Segala pake korupsi.
Padahal gaji RT sudah setara, kenapa ada korupsi segala.
"Syid." Kepala Rasyid menoleh, kala mendapatkan mama berdiri dengan tatapan yang membuat Rasyid tersenyum. Ibu mana yang tidak tau, kalau anaknya sedang dalam masalah. Pasti perihal warga, itu yang mama simpulkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASYID
HumorDi tengah gempuran orang-orang yang banyak memilih menikah muda, Rasyid masih asik jadi RT. Masih senang main sama kucing yang di beri nama Jesica. Kenapa belum menikah? Baginya, belum waktunya untuk bertemu dengan orang yang tepat. Entah bagaima...