Rasyid memang memutuskan untuk menginap di rumah Mama, demi niatnya untuk pacaran dengan Kayara. Iya, Rasyid tidak jelas memang. Dia rela menginap di rumah Mama, supaya jaraknya dengan Kayara jauh. Bisa di bilang ingin terlihat penuh effort demi pujaan hatinya. Begitu memang niat Rasyid.
"Kenapa Mas, lihatin gue nafus banget." Rasyid mencoba untuk mencairkan susana yang tegang menegang. "Dingin banget nih suasana, di Korea apa di Bandung? Kerasa benget dinginnya nembus ke tulang."
"Syid, Mas kamu ke sini niat baik. Malah ngoceh." Kata Mama dengan mata yang melotot. Perasaan Rasyid sudah mulai tidak enak sebenernya, tapi mau di kata apa? Toh juga ini jalan yang dia pilih--menginap di rumah Mama.
"Niat baik?" Rasyid menggeleng kepala dengan drama, tatapannya seolah takut. Padahal dalam hati, ingin sekali mendepak kakaknya. "Mas?"
"Bener mau nikah?"
"Bener lah, masa bohong?" Wahyu menatap Rasyid jengkel. Kenapa dia harus memiliki adik yang super menyebalkan? Kenapa harus Rasyid? Apa tidak cukup dengan Sasi--sama saja seperti Rasyid.
"Bawa calon istri kamu."
"Dih, main bawa-bawa aja." Rasyid mendelik ke arah Wahyu. "Maaf nih ya, Mas. Calon bini gue wanita karir"
"Artis?"
"Dokter."
"Katanya karir?"
"Kagak mesti artis juga kali, Mas." Suara Rasyid terdengar kesal dan itu adalah salah satu kesenangan Mama melihat anaknya kesal. Hanya Wahyu memang yang mampu membuat Rasyid bisa marah kadang juga bisa menurut. "Ini intinya mau nanya apa sih!?"
"Kata Mama, kamu mau nikah?"
"Mau lah, kan belum." Dengan gaya menyebalkan Rasyid tersenyum sinis. "Kenapa Mama lihatnya sinis amat?"
"Yang sopan sama kakak kamu."
"Siap ndoro." Wahyu menggeleng malas. Lalu Rasyid duduk dengan tenang seperti pria yang terlihat sangat mengagumkan. Padahal aslinya bisa membuat Mama marah terus menerus.
"Gue emang mau niat nikah Mas." Tidak, Wahyu tidak ada niatan ingin segera bertanya keinginan adiknya. Dia lebih senang menunggu kelanjutan penjelasan Rasyid. "Gue tahu ini terdengar mendadak, tapi gue pastikan pernikahan ini setuju atas dua belah pihak."
"Karena desekan mama?"
"Sama sekali tidak ada hubungannya dengan desekan Mama. Mama memang selalu nyuruh gue nikah dan rumah tangga, tapi bukan itu alasannya."
"Lalu?"
"Keluarga." Mama dan Wahyu terdiam membisu, ruangan menjadi sunyi seperti tidak terhuni. "Gue tahu, ini terdengar konyol. Tapi gue mau, ketika gue menikah ada alasan dan tujuan gue-kenapa harus menikah? Yaitu keluarga. Gue ingin memiliki keluarga yang utuh, terlepas apa yang selama ini terjadi dalam keluarga kita, bukan untuk di jadikan sebuah trauma. Melainkan untuk di jadikan pelajaran-bahwa gue harus lebih dan lebih bisa menciptakan sesungguhnya apa itu keluarga."
Rasyid tahu omongannya akan membawa dampak kesedihan untuk Mama. Tapi itu memang pemikiran Rasyid sendiri. Karena Rasyid tahu rasanya memiliki keluarga tidak utuh. Rasyid tahu rasanya memiliki keluarga ada, tapi tidak merasakannya.
"Mah."
Mama hanya mengangguk sembari tersenyum pada Rasyid bentuk jawaban. Lain dengan Wahyu, dia merasa tertampar dengan keinginan adiknya.
"Besok bawa calon kamu." Setelah mengucapkan hal tersebut, Wahyu beranjak ke lantai atas, guna untuk memberikan waktu antara Mama dan Rasyid. Barangkali anak dan ibu ingin membicarakan dari hati ke hati sebagai bentuk nasehat dan petuah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASYID
UmorismoDi tengah gempuran orang-orang yang banyak memilih menikah muda, Rasyid masih asik jadi RT. Masih senang main sama kucing yang di beri nama Jesica. Kenapa belum menikah? Baginya, belum waktunya untuk bertemu dengan orang yang tepat. Entah bagaima...