Rasyid dan Ambu duduk di tempat biasa bawah pohon besar. Keduanya asik menikmati pisang goreng yang tadi Rasyid bikin. Jangan salah dengan kelakuan Rasyid, gitu-gitu pintar masak. Ya, namanya hidup sendiri di rumah. Iyah, Rasyid memutuskan jadi warga kampung Duku. Makanya ia sampai membangun rumah untuk dirinya sendiri. Lagi pula, mama di rumah ada temannya ini. Wisnu dan istrinya memutuskan untuk tinggal di rumah bareng mama. Sedangkan Rasyid mengungsikan diri ke kampung Duku.
"Syid"
"Kenapa Ambu?"
"Kagak tergoda lihat Shila sama Gibran?"
"Kagak"
"Mau jadi bujang lapuk terus?" Rasyid sedikit meringis mendengar ejekan Ambu. Ya mau sekeras apa pun, Rasyid memang belum kepikiran untuk mencari pasangan. Entah apa alasannya, hanya Rasyid yang tau.
"Ambu kalau udah bosen nongkrong sama Rasyid, bilang aja."
"Bukan bosen, tapi kamu ini sudah berumur. Lihat si Ayu udah mau hajatan aja."
"Ambu, mohon maaf Rasyid ada keperluan." Ini cara Rasyid untuk menghindari pembicaraan soaal pasangan. Cukup sudah Rasyid pura-pura menerima semua nasihat mengenai pasangannya. "Dadah Ambu!!!"
Rasyid berjalan masuk ke dalam rumah meninggalkan Ambu sendirian duduk di bawah pohon besar. Pohon besar bukan di tanahnya, melainkan ada tempat duduk yang memang sengaja Rasyid buat khusus mereka rapat mengenai warga.
"Syid!!" Haduh suara siapa lagi coba? Bikin Rasyid harus berbalik badan saja. "Napa lo?'
"Kampret, gue kira siapa. Ada apa lo?" Rasyid mengelus dada dengan lega. Ia pikir tadi siapa, taunya Ogi.
"Heh setan!! Jangan kelihatan tolol kenapa!?"
"Apa anjir!!"
"Data yang lo minta"
"Masuk cepetan!!"
"Kenapa bego?"
"Berisik. Cepet masuk aja udah."
Keduanya masuk ke dalam rumah Rasyid. Rumah yang begitu simple dan terlihat sangat menarik, hanya di huni oleh Rasyid saja. Begitu masuk ke dalam di suguhi dengan ruang tamu. Dan rumah Rasyid terbilang sangat bagus untuk di perkampungan. Rumah yang di desain langsung oleh Rasyid sendiri. Jadi, begitu masuk gerbang langsung naik tangga lalu masuk ke dalam di suguhi ruang tamu.
"Apa yang lo temui?" Rasyid memberikan segelas air mineral untuk Ogi. Salah satu sahabatnya yang sudah menikah. Dan kenapa hanya Rasyid yang belum menikah, jawaban hanya Rasyid yang tau. Ogi langsung meletakan beberapa berkas di meja. "Sidik Mustofa?"
"Manager keuangan."
"Di PT Jaya?" Ogi menatap Rasyid dengan senyuman yang terlihat puas. "Di PT Jaya dia bukan karyawan sembarangan, terus kenapa tujuh tahun yang lalu malah keluar? Tau-tau jadi Lurah"
"Mana gue tau. Lo cuma nyuruh gue buat cari tau si Sidik."
"Kayak ada yang ganjal. Masa iyah keluar dari manager mau-maunya jad Lurah?"
"Cari tau sendiri, masa iyah harus gue?"
"Lo sebagai polisi, harus bantu gue si rakyat ini."
"Gue tendang juga, lo." Rasyid terbahak. Melihat Ogi yang sudah berdiri, kemungkinan besar sahabatnya yang satu ini akan pulang. "Lo nggak mau nyoba, Syid?"
"Gi, please. Gue nggak mau bahas"
"Bokap lo udah tiga tahun pergi, lo mau gini-gini aja?" Rasyid meletakan berkas yang ia pegang tadi. Ogi dan Gibran selalu saja menyindir perihal setatusnya. "Syid--
KAMU SEDANG MEMBACA
RASYID
ComédieDi tengah gempuran orang-orang yang banyak memilih menikah muda, Rasyid masih asik jadi RT. Masih senang main sama kucing yang di beri nama Jesica. Kenapa belum menikah? Baginya, belum waktunya untuk bertemu dengan orang yang tepat. Entah bagaima...