ANEH

476 91 7
                                    

Perdebatan di menangkan oleh Rasyid, tidak sia-sia punya mulut julit. Ada untungnya juga setiap hari nongkrong bareng Ibu-ibu. Wajah Rasyid sumringah, berbeda dengan wajah Kayara. Ia terlihat masih kebingungan. Gimana ceritanya, Dokter Nara bisa di skors lebih parah darinya? Apa ini karena omongan demi omongan Rasyid?

"Gue tau, lo mau bilang kata terima kasih." Rasyid menoleh ke belakang, bukan wajah amarah yang ia lihat, melainkan wajah orang yang seperti linglung. "Aya."

"Syid, bentar. Gue masih ngelag. Ini serius gak, sih?"

"Apaan?"

"Dokter Nara bisa kena skors dua minggu, sedangkan gue satu minggu."

"Lalu?" Kayara tepuk tangan, tawanya terdengar menjijikan bagi Rasyid. "Gue puas banget."

"Gue kira apa gila?!!"

"Ini langka tau, Syid."

"Oh ya?" Keduanya sibuk membahas soal tadi di ruang rapat. Rasyid bisa melihat jelas wajah Kayara yang nampak puas. Apa sebegitu senangnya? Padahal Rasyid hanya memberi bukti nyata. Tidak salah dong? Oh, tentu saja. Sejak kapan seorang Rasyid salah?.

"Tapi Syid."

"Apalagi sih?"

Rasyid berhenti, ia menatap Kayara yang diam berdiri. Ya ampun, tinggal beberapa langkah lagi mereka keluar dari Rumah Sakit, Kayara pake acara berhenti segala.

"Apa gue kena karma?" Duh, Kayara pake bahas perkara Karma segala. Rasyid paling takut kalau pembicaraan soal Karma.

"Aya, lo kalau ngomong jangan asal jeplak."

"Gue yakin ini Karma sih."

"Ya, apaan sih anjir!?"

"Gue suka ngatain lo pengangguran, lo ingat kan?" Kepala Rasyid mengangguk takut. Haduh Kayara memang tidak tau tempat bahas Karma di rumah sakit. "Kayaknya sekarang gue kena Karma, gara-gara sering ngatain lo pengangguran. Dan gue pengangguran."

Tawa Rasyid pecah, ia melihat Kayara yang merengek. Lalu keduanya saling menatap, diam membisu hingga tawa keduanya meledak.

"Kita pengangguran." Ujar Kayara dengan tawanya, dan Rasyid mengangguk tertawa. Bahkan mereka berdua malah bertepuk tangan. Oh jangan lupakan, menjadi tatapan orang-orang dengan rasa penasaran dan takut.

"Itu yang namanya Dokter wibawa?" Ujar Sasi yang sejak tadi menonton kelakuan Rasyid dan Kayara yang kini sudah keluar dari rumah sakit. "Ketularan gila dari bang Rasyid."

Kayara dan Rasyid sama sekali tidak nyaman di tempat tersebut. Entah mengapa mereka berdua ingin sekali muntah di tempat tersebut.

"Syid, ini konsepnya gimana tadi?"

"Gue telepon Gibran, tanya tempat makan yang enak."

"Hemm"

"Mana gue tau dia malah ke sini sama bininya."

"Kita bakal gini terus Syid?" Rasyid menoleh ke arah Kayara, lalu menatap ke depan yang di mana ada Gibran dan istrinya. "Nonton Kebucinan mereka yang bikin mual."

"Kayaknya kita mending pulang."

"Ide bagus." Jawab Kayara, ia mengambil tas. Keduanya sudah berdiri, yang mendapat tatapan dari pasangan suami istri.

"Jalan, Ya." Kayara mengangguk, ia mengabaikan tatapan Shila yang menatapnya penuh kebingungan. Daripada mereka berdua seperti penonton bodoh yang melihat kemesraan temannya, lebih baik pulang.

"Boleh bicara sebentar?" Rasyid menatap ke arah depan, di mana ada sosok ibu-ibu yang mengajak Kayara berbicara. Udah tau mau pulang, ada saja gangguannya.

RASYIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang