Chappter 21

8 2 0
                                    

Ketika bangun keesokan paginya, Airin merasa lesu. Barangkali belakangan terakhir jam tidurnya yang tidak teratur. Seingatnya ia semalam ketiduran masih memeriksa beberapa berkas dokumen. Di tempat tidur, Airin mengulurkan tangan meraih ponselnya di meja nakas. Di layar ponselnya menunjukkan pukul lima pagi dan daya baterainya terisi penuh. Pelan-pelan Airin beranjak dari kasur agar tidak membangunkan Bian yang masih tertidur pulas. Meringkuk aman seperti bayi. Diselimuti tubuhnya yang separuh telanjang itu baik-baik. Airin tersenyum tipis menyadari Bian yang semalam merapikan berkas dokumen dan menaruhnya di meja kerja. Hingga mengisi penuh daya ponselnya. Perhatian kecil yang terkadang tak pernah ternilai.

Airin bersiap-siap berangkat ke kantor. Membersihkan diri. Memakai pakaian. Memulas tipis make-up pada wajahnya. Ketika di ruang makan ia mendapati Karina tengah sarapan yang sudah disiapkan oleh bi Sri. Sementara Airin biasa menyiapkan kopi sendiri untuk dibawanya ke kantor, menurutnya salah sedikit takaran kopinya akan merusak rasa.

"Jessica masih suka ganggu kamu?" Tanya Airin tiba-tiba sambil menimbang bubuk kopi.

"Enggak pernah justru sekarang lebih menghindar."

"Kalau kamu ngga betah, aku ngga keberatan harus pindah sekolah."

"Nanggung ci, setahun lagi. Orang-orang juga nanti lupa."

"Setahun juga lama Karina."

"Di sekolah udah seperti biasa ci. Ngga ada juga yang ngusik aku."

"Pagiii!" Seru Bian yang baru bangun dengan nada ceria khasnya sambil menuruni anak tangga menuju ruang makan.

Seolah-olah dunia hanya milik berdua, tanpa peduli keberadaan Karina dan bi Sri di ruang makan. Bian menyergap Airin dari belakang ketika Airin ingin menuang air ke dalam espressonya. Dirangkulnya pinggangnya erat-erat. Dikecup-kecup tengkuknya dengan mesra. "Selamat pagi, sayang." Desah Bian hangat.

Terpaksa Airin menaruh kembali tekonya kalau tidak mau bajunya basah terguyur air. Dan mencoba melepaskan diri dari rangkulan Bian dengan gemas. "Bian! Bajuku nanti kusut."

"Ada ya istri ngomel-ngomel pas dicium-cium sama suaminya." Gurau Bian tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Lagi malu ada bi Sri sama Karina." Airin mencoba merapikan baju dan rambutnya.

"Karina, kamu memangnya keganggu?" Tanya Bian mencari pembelaan.

"Sebebasnya kak Bian. Aku disini cuma ngontrak."

Bian tertawa geli dan masih mencoba mencuri kecupan pada pipi Airin. "Kamu sudah sarapan Rin?"

"Belum."

"Aku mau makan bareng kamu. Biar aku yang ambilkan sarapannya." Dari dapur dibawanya sepiring penuh nasi goreng ke atas meja makan.

"Kok cuma satu?" Airin bertanya heran melihat hanya sepiring nasi goreng di atas meja makan.

"Biar manis sepiring berdua."

Meledak tawa Bian melihat perubahan wajah Airin. Dia senang karena bisa mempermainkan istrinya. Disendoknya sesendok besar nasi goreng. Terpaksa Airin makan satu piring bersama Bian.

"Aaa." Titah Bian sambil menyodorkan sesendok nasi.

"Aku bisa sendiri." Sergah Airin.

"Aaa ayo." Tanpa peduli situasi ruang makan, Bian makin menyorongkan arah sendoknya ke bibir Airin. "Kasian nanti tangan kamu cape."

"Astaga. Selalu deh kamu berlebihan."

Tanpa menggubris penolakan Airin, tetap disorongkan sendok itu sampai menyentuh bibirnya. "Aaaa." Airin menyerah. Separuh terpaksa ia membuka mulut dan disuapi sementara Bian tersenyum senang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Elegi biru | BaekReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang