- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Wandi pun tersadar dari diamnya, saat akhirnya Alwan kembali mengajaknya bicara. Beberapa kali ia menatap ke arah Alwan dan Rasyid secara bergantian, karena masih tidak bisa mempercayai hal yang dilihatnya barusan.
"A--anu, Mas ... itu ... bagaimana caranya Mas Alwan dan Mas Rasyid menghilangkan belatung-belatung yang muncul di dalam minuman? Aku sudah sering berupaya untuk mendoakan semuanya setiap kali sedang membuat minuman untuk tamu. Bahkan Istriku pun tidak pernah lupa aku minta untuk berdoa setiap kali membuatkan tamu minuman. Tapi tetap saja kami selalu gagal dan minuman yang kami sajikan akan muncul belatung-belatung seperti tadi. Lalu setelah itu ...."
"Wan," potong Alwan dengan cepat, "tenangkan dulu dirimu. Ayo, segeralah beristighfar agar hatimu kembali tenang."
Wandi pun paham bahwa Alwan saat itu sedang mencoba membimbingnya. Ia pernah menghadapi hal yang sama di masa lalu, ketika Alwan akan mengajarinya beberapa mata pelajaran di sekolah. Hal itu membuat Wandi tidak merasa asing dengan apa yang tengah Alwan lakukan.
"Astaghfirullah hal 'adzim. Astaghfirullah hal 'adzim. Astaghfirullah hal 'adzim," ucap Wandi, sambil memegangi dadanya yang masih berdebar-debar.
"Sudah jauh lebih tenang, Dek Wandi?" tanya Rasyid, ingin memastikan.
"Iya, Mas Rasyid. Alhamdulillah perasaanku sudah jauh lebih tenang," jawab Wandi, jujur.
"Alhamdulillah. Berarti yang usil tadi sudah benar-benar pergi. Kalau kami tidak berhasil diusir olehnya dari sini, maka dia akan mempengaruhi kamu agar membuat kami merasa tidak betah berlama-lama di sini. Maka dari itulah kami langsung memintamu beristighfar, saat melihat bahwa kamu mulai bercerita di luar kendali," jelas Rasyid.
Wandi berusaha memahami apa pun yang sedang ia hadapi saat itu. Baik itu Alwan maupun Rasyid, kedua-duanya adalah misteri bagi Wandi yang belum tahu terlalu jauh mengenai mereka.
"Jadi awal mula semua hal yang berubah di rumah ini adalah ketika Almarhum Kiayi Ahmadi meninggal mendadak dan tanpa sebab, 'kan? Lalu, apakah awal mula orang-orang mulai takut bertamu ke rumah ini akibat ada yang usil pada minuman yang disajikan juga terjadi disaat yang sama?" Alwan ingin tahu.
"Iya, Mas. Itu benar," jawab Wandi. "Setelah Almarhum Bapak meninggal mendadak ketika sedang memimpin pengajian di masjid, Ibu langsung bersiap mengadakan acara tahlilan di rumah ini. Tapi masalah lainnya muncul, ketika kami menyajikan makanan serta minuman pada para tamu yang menghadiri acara tahlilan tersebut. Belatung-belatung seperti tadi muncul pada makanan dan minuman tanpa diketahui asal-muasalnya. Lalu semua itu menjadi berkelanjutan, Mas. Setelah hari itu berlalu pun, keadaan tersebut terus saja terjadi ketika kami menyajikan makanan dan minuman untuk tamu. Bahkan tadi, Mas Rasyid dan Mas Alwan juga melihat sendiri bagaimana munculnya belatung-belatung itu secara mendadak. Sejak saat itulah, tidak ada lagi yang mau bertamu ke rumah ini. Bahkan menyapa kami pun jika tak sengaja bertemu, tidak ada lagi yang mau melakukannya. Sampai akhirnya Ibuku memilih tinggal di Solo, menetap di Pesantren yang Almarhum Bapak tinggalkan untuk kami."
Alwan dan Rasyid pun mengangguk dengan kompak, setelah mendengar penuturan Wandi. Rasyid terlihat mencatat beberapa hal, sementara Alwan masih memikirkan hal yang sejak tadi mengganjal dalam pikirannya.
"Jadi, Bu Nyai sekarang tinggal di Solo, ya? Di Pesantren yang dulu dipimpin oleh Almarhum Kiayi Ahmadi?" duga Alwan.
"Iya, Mas. Benar sekali."
"Lalu, apakah kamu tahu soal perjodohan yang dilakukan oleh Almarhum Kiayi Ahmadi terhadap Karin, Putrinya Pak Didi, dengan salah satu santrinya?"
Saat Alwan akhirnya menanyakan soal perjodohan tersebut, Wandi pun akhirnya paham mengenai maksud kedatangan Alwan kali itu. Setelah apa yang dilihatnya tadi--ketika Alwan dan Rasyid mengusir yang usil terhadap minuman mereka--Wandi langsung menduga kalau mereka sedang mengurus sesuatu yang berkaitan dengan Karin.
"Iya, Mas. Aku juga tahu mengenai hal itu. Almarhum Bapak sangat senang sekali ketika Mbak Karin setuju untuk dijodohkan dengan salah satu santri terbaiknya di pondok. Bagi Almarhum Bapak, Mbak Karin itu sangat baik dan cocok jika menikah dengan Mas Randi. Tapi entah bagaimana, pada akhirnya pernikahan itu tidak pernah terlaksana setelah Almarhum Bapak meninggal mendadak. Setelah kejadian malam tahlilan itu, terjadilah pembatalan rencana pernikahan yang sudah akan terselenggara besok hari. Pihak keluarga Mas Randi dan Mas Randi sendiri seperti orang kesetanan saat menyudutkan Mbak Karin. Padahal Mbak Karin saat itu tidak melakukan kesalahan apa pun dan juga tidak bicara sepatah kata pun. Ibuku sampai memeluk Mbak Karin sambil menangis hebat, ketika mencoba membuat Mbak Karin sabar atas cobaan yang menimpanya. Tapi setelah itu, Mbak Karin terus saja gagal menikah ketika kembali dijodohkan oleh orangtuanya. Aku dan Ibuku tidak lagi bisa memahami apa yang terjadi pada Mbak Karin sebenarnya, Mas."
Alwan kembali meminum es sirup yang ada di gelasnya, lalu sedikit mencicipi cemilan yang ada di dalam toples. Wandi terus memperhatikan hal itu, karena ia masih tidak bisa mempercayai kalau Alwan dan Rasyid benar-benar tidak lari dari rumahnya setelah melihat kejadian aneh tadi.
"Kalau boleh tahu, Wan, apakah Karin pernah dilamar oleh seseorang sebelum akhirnya dijodohkan dengan santrinya Almarhum Kiayi Ahmadi?" Alwan kembali mengajukan pertanyaan.
Rasyid terus mengawasi kedua orang tersebut dan memilih tidak menyela pembicaraan. Ia merasa sudah cukup menjadi orang yang mencatat beberapa hal penting, yang diceritakan langsung oleh Wandi.
"Pernah, Mas. Mbak Karin pernah dilamar seseorang sebelum dijodohkan dengan Mas Randi. Tapi lamaran itu ditolak oleh Almarhum Bapak. Alasannya adalah, karena Bapak tahu persis bahwa laki-laki yang melamar Mbak Karin itu memiliki jalan hidup yang tidak benar. Laki-laki itu hanya terlihat baik dari luar, padahal sangat busuk di dalam tanpa ada satu orang pun yang tahu. Almarhum Bapak mengatakannya secara langsung kepadaku dan Ibu, setelah orang itu pergi dari rumah kami. Maka dari itulah aku bisa tahu mengenai adanya lamaran untuk Mbak Karin sebelum dijodohkan dengan Mas Randi."
Sekali lagi, Alwan dan Rasyid saling menatap satu sama lain setelah mendengar jawaban Wandi. Rasyid segera menyodorkan buku catatannya ke pada Wandi berserta ballpoint yang dibawanya.
"Catatlah nama orang itu di bukuku, Dek Wandi. Tidak usah disebut," pinta Rasyid.
Wandi pun segera menuliskan nama orang yang ia maksud, lalu kembali menyerahkan buku dan ballpoint ke tangan Rasyid. Rasyid membacanya sebentar bersama Alwan. Alwan kemudian mengangguk, lalu segera menghabiskan es sirup yang masih tersisa di gelasnya.
"Haus, Al?" tanya Rasyid, yang baru saja akan menghabiskan minuman di gelasnya sendiri.
"Iya, Ras. Sudah jelas obrolan panjang barusan membuatku haus. Lagi pula, kita jelas tidak boleh menyia-nyiakan apa pun yang sudah disajikan oleh pemilik rumah. Nanti mubadzir," jawab Alwan.
Rasyid pun segera menutup toples cemilan yang ada di tengah meja, lalu meletakkannya di tangan Wandi.
"Selamatkan cemilanmu, Dek. Aku khawatir kalau Alwan akan membawa pulang cemilan itu beserta toplesnya," saran Rasyid.
Wandi pun kembali tertawa seperti tadi. Ketegangan yang ada di wajah pria itu menghilang seketika, setelah Rasyid menjatuhkan arisan atas nama Alwan.
"Aku tidak serakus itu, ya, Ras. Jangan mengada-ada, kamu," omel Alwan, tetap dengan nada bicara sehalus biasanya.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH GANTUNG JODOH
Ужасы[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 8 Setelah hampir satu setengah tahun bergabung dalam tim, akhirnya Alwan meminta cuti untuk pertama kalinya ketika mendapatkan kabar bahwa Ibunya mengalami sakit. Alwan pulang ke Semarang dengan niat untuk merawa...