17 | Berhasil Menebak

1.1K 102 47
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Tari mengusap leher Karin dengan handuk basah. Air yang dipakai mencelup handuk itu sudah didoakan oleh Rasyid, sehingga perlahan rasa panas yang Karin rasakan akan mulai tidak lagi terasa kuat. Namun selama alasan teluh gantung jodoh yang dikirim pada Karin belum terungkap, Karin terus akan merasakan panas yang begitu membara pada lehernya. Itulah tugas orang-orang yang berada di luar. Mereka harus memecahkan alasan awal tersebut, agar Karin bisa segera berhenti berteriak.

"Sabar, Karin. Cobalah beristighfar meski dalam hatimu," tuntun Hani, sambil menggenggam erat tangan Karin.

"PANAS!!! LEHERKU PANAS!!! TOLONG HENTIKAN PANASNYA!!! TOLONG!!!" mohon Karin.

Suara teriakan Karin terdengar semakin keras. Hal itu membuat Ziva langsung menatap ke arah Mika, yang baru saja selesai memberi larangan kepada Didi dan Fitri agar tidak meninggalkan rumah orangtua Alwan. Alwan memperhatikan arah tatapan Ziva, lalu menyadari bahwa tatapan wanita itu hanya tertuju pada Mika. Ia menduga, bahwa tatapan Ziva tertuju pada Mika karena pria itu jauh lebih paham tentang bagaimana ketika sedang menghadapi teluh gantung jodoh.

"Mungkin kalung emas itu adalah awal mula munculnya dendam dalam hati si pengirim teluh terhadap Karin," ujar Mika, tiba-tiba.

"Mm. Aku pun berpikir begitu, Mik. Tapi masalahnya, kenapa harus sebuah kalung emas? Mengapa si pengirim teluh itu sampai mendendam hanya karena perkara kalung emas?" heran Ziva.

"Mungkin Karin pernah menolak diberi kalung emas itu oleh orang yang menyukainya," duga Mika.

"Bisa jadi. Karin jelas bukan wanita yang mudah tergiur oleh harta seseorang. Jadi ada kemungkinan kalau Karin pernah menolak diberi kalung emas ini, oleh laki-laki yang menyukainya," Ziva setuju.

Alwan dan Raja menatap Ziva dan Mika bergantian. Kedua pria itu masih tidak paham dengan alur pembicaraan mereka, namun tetap tidak berani menyela. Ketika Mika dan Ziva kembali terdiam, keadaan menjadi sepi seperti tadi dan hanya ada suara teriakan Karin yang terdengar dari dalam rumah.

"Uh ... aku tetap saja masih memikirkan alasan apa yang membuat Karin menolak diberi kalung emas ini," aku Ziva.

"Apakah hal itu harus terjawab sekarang, Ziv?" tanya Alwan.

"Ya. Harus terjawab sekarang, Al, atau Karin tidak akan pernah bisa berhenti berteriak akibat merasakan panas pada lehernya," jawab Ziva.

"Saat ini kita sedang melawan si pengirim teluh itu, Al. Memasukkan kalung emas tadi ke dalam air yang menghitam itu adalah perlawanan selanjutnya setelah Ziva menemukan nama yang tepat. Maka dari itulah kita butuh jawaban atas ...."

Alwan tidak menunggu Mika menyelesaikan penjelasannya. Pria itu langsung berlari dari halaman rumah milik Didi menuju ke rumah orangtuanya. Semua orang melihat kedatangan Alwan, namun tatapan Alwan hanya tertuju pada Didi dan Fitri.

"Tolong pertanyaanku dijawab dan tidak perlu balik bertanya, Pak Didi," ujar Alwan.

"I--iya, Nak Alwan. Silakan tanyakan," tanggap Didi.

"Kalau aku memberikan kalung emas pada Karin, kira-kira apa yang akan Karin lakukan dan kira-kira bagaimana reaksinya?" tanya Alwan.

Didi menatap sejenak ke arah Fitri, lalu kembali lagi menatap Alwan.

"Karin pasti akan menolak diberi benda apa pun yang terbuat dari emas, Nak Alwan. Karin memiliki alergi yang cukup parah terhadap benda berbahan dasar emas. Jadi sejak kecil, kami memang tidak pernah membelikan atau memakaikan perhiasan yang terbuat dari emas," jawab Didi.

"Oke, Pak Didi. Terima kasih banyak atas jawabannya," ucap Alwan.

Pria itu kembali berlari dari rumah orangtuanya menuju ke halaman rumah milik Didi. Saat tiba di hadapan Ziva, Raja, dan Mika, ia mencoba mengatur nafasnya lebih dulu sebelum menyampaikan informasi yang ia dapatkan.

"Karin tidak akan pernah menerima kalung emas itu. Dia memiliki alergi yang cukup parah dengan benda yang terbuat dari emas. Maka dari itulah dia menolak ketika diberi kalung emas tersebut oleh laki-laki yang menyukainya," ujar Alwan.

"Dan si laki-laki itu merasa salah paham atas penolakan yang Karin lakukan. Dia mengira Karin menganggap kalung emas pemberiannya ini sebagai hal yang remeh, sehingga ditolak. Padahal dia tidak tahu fakta sebenarnya soal alergi parah yang Karin idap selama ini," pikir Ziva.

Air yang menghitam tadi mendadak kembali jernih, setelah mereka menemukan jawaban yang tepat. Alasan awal mula teluh gantung jodoh dikirimkan kepada Karin sudah mereka buka. Teriakan Karin pun perlahan mereda. Raja, Mika, dan Alwan berebut menatap ke dalam gayung untuk mencari tahu nama orang yang telah mengirim teluh gantung jodoh kepada Karin.

"Eh? Dia?" Alwan terlihat kaget.

"Kamu kenal sama orang itu?" tanya Raja.

"Jelas kenal, Ja. Dia memang anak paling bermasalah di Desa ini sejak masih kecil. Usianya beda dua tahun di bawah usiaku, tapi kurang ajarnya setengah mati. Dia pernah mencoba mencari masalah denganku, tapi aku lebih memilih menghadapinya tanpa bicara sama sekali. Dia akhirnya mati gaya sendiri, karena aku cuma menatap gerak-geriknya tanpa mengeluarkan sepatah katapun," jawab Alwan.

Raja dan Mika pun meringis dengan kompak, usai mendengar jawaban yang Alwan berikan.

"Tolong jangan pernah kamu lakukan hal sejahat itu pada kami, Al. Lebih baik kamu mengomel tujuh hari tujuh malam, daripada kamu mendiamkan kami dan hanya menatap gerak-gerik kami dalam diam. Ih ... itu jelas lebih horor daripada melihat makhluk halus," ujar Raja.

"Iya. Kamu enggak bersikap begitu pun sudah terlihat horor, kok, Al. Jadi lebih baik kamu enggak usah begitu, ya," mohon Mika.

Alwan menyipitkan kedua matanya ketika melayangkan tatap ke arah Mika. Ziva langsung berupaya menahan tawa, agar tidak perlu ada yang mendengar tawanya. Ia hanya bisa menepuk-nepuk pundak Alwan untuk menyabarkan perasaan pria itu.

"Sabar saja, Al. Wajahmu horor ataupun tidak, kamu tetaplah Dokter Alwan yang bisa mengeluarkan keahlian menjahit bagian tubuh manusia jika harus melakukan operasi. Jadi, kalau kamu kesal pada Mika karena dia mengatakan 'kamu terlihat horor', silakan langsung saja jahit bibirnya," saran Ziva.

Mika berjengit ngeri dan langsung bersembunyi di balik punggung Raja.

"Heh! Jangan mencemari pikiran positifnya Alwan, ya! Jahit ... jahit ...! Kamu pikir Alwan tukang jahit?" omel Mika.

"Sudah ... sudah ...! Jangan diperpanjang," lerai Alwan dengan cepat. "Sekarang katakan, apakah si pengirim teluh itu akan segera datang ke sini? Apakah dia sudah terpancing?"

"Ya, dia sudah terpancing sejak tadi. Bahkan tadi dia mencoba memberikan perlawanan, makanya air dalam gayung itu menjadi hitam pekat. Tapi perlawanannya jelas gagal, karena kita berhasil menebak alasan awal yang membuatnya mengirimkan teluh gantung jodoh pada Karin. Dia akan datang ke sini. Tidak lama lagi, kok. Tunggu saja," jawab Ziva, seraya mempersiapkan pedang jenawi miliknya.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH GANTUNG JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang