21 | Saran Gila Untuk Alwan

1.1K 99 21
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Alwan masih berdiri di teras rumah Didi, meski saat ini sudah tidak lagi berdiri di ambang pintu luar rumah tersebut. Tatapannya tertuju lurus pada Didi dan Fitri yang sedang berbincang bersama Yasmita, Wandi, serta Alya. Apa yang ia dengar tadi--mengenai tingginya harapan Didi dan Fitri, ketika akan menjodohkan Karin dengan siapa pun laki-laki yang datang ke rumah itu tanpa membuat Karin memiliki pilihan selain menerima untuk dijodohkan--jelas telah mengusik hati nurani Alwan. Sejak dulu Alwan paling tidak suka jika ada seseorang yang menjalani sesuatu di dalam lingkaran kata terpaksa. Ia tahu persis, bahwa terpaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan atau harapan sangatlah tidak baik untuk kesehatan mental seseorang.

Kini ia sadar, bahwa Karin semakin menjadi sosok yang sangat pendiam bukan hanya karena mendapat efek dari teluh gantung jodoh yang menjeratnya. Karin menjadi sangat pendiam karena merasa tertekan dengan keadaan yang dipaksakan oleh kedua orangtuanya. Karin terlalu takut untuk membantah, karena tidak ingin diberi cap anak durhaka oleh Didi ataupun Fitri. Jadi mau tidak mau, wanita itu lebih memilih menjadi anak yang patuh, meski batinnya tersiksa dan tertekan sepanjang hidup.

Raja dan Mika mendekat pada Alwan yang belum mengalihkan tatapannya sejak tadi. Kedua pria itu kebingungan dengan sikap Alwan yang biasanya hanya akan terlihat jika sedang merasa kesal terhadap sesuatu. Mereka mendekat untuk memastikan, apakah Alwan benar-benar sedang merasa kesal atau itu hanya perasaan mereka saja yang terlalu overthinking.

"Al? Mood-mu aman?" tanya Raja.

"Al? Perasaanmu tidak sedang galau, bimbang, resah, gelisah, ataupun gundah gulana, 'kan?" tambah Mika.

"Aku sedang kesal," jawab Alwan, datar. "Entah kenapa aku bisa merasa sekesal ini setelah mendengar pembicaraan antara Karin dan Ziva di dalam. Harusnya aku tidak perlu sampai sekesal ini, karena Karin bukan seseorang yang aku kenal sangat dekat seperti Ziva, Tari, ataupun Hani. Tapi entah kenapa aku tidak mau berhenti merasa kesal setelah mendengar semuanya, barusan. Entah itu karena aku bersimpati kepada Karin, atas alasan sudah mengenal dia sejak masih kecil. Atau karena aku memang harus merasa kesal dan marah, kalau perlu, agar hidup Karin tidak lagi merasa tertekan akibat ambisi kedua orangtuanya. Aku benar-benar butuh jawaban untuk diriku sendiri saat ini."

Mika dan Raja kini saling menatap satu sama lain, setelah mendengar jawaban yang Alwan berikan.

"Memangnya, apa yang dibicarakan oleh Karin kepada Istriku?" Raja ingin tahu lebih jauh.

"Karin mengatakan dengan jujur, bahwa dia merasa lelah karena terus dijodohkan oleh kedua orangtuanya dengan siapa pun laki-laki yang datang melamar ke rumah ini. Karin sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya banyak hal pada laki-laki itu, padahal dia juga ingin mempertanyakan banyak hal sebelum menikah dengan seseorang. Kedua orangtuanya selalu berharap tinggi dan Karin tahu soal harapan itu dari sorot mata mereka yang selalu penuh harap agar Karin tidak menolak ketika akan dijodohkan. Hatiku terusik mendengar itu, Ja. Rasanya aku ingin sekali marah setelah tahu."

"Tapi kalau kamu langsung marah dan mengungkapkan rasa tidak sukamu mengenai hal itu pada kedua orangtuanya Karin, maka mereka akan langsung tidak suka sama kamu dan akan menganggapmu sok ingin ikut campur dengan kehidupan putri mereka, Al. Mereka bisa berbalik marah padamu. Lalu setelah itu, kamu tidak akan bisa mendapat celah untuk memberikan bantuan kepada Karin mengenai masalah batin yang dia hadapi selama ini," tanggap Mika, yang langsung memberikan pendapatnya.

"Itu benar. Kamu bahkan akan langsung dihalang-halangi untuk bertemu Karin, karena mereka mengangap bahwa kamu bisa saja memberi pengaruh buruk pada putri mereka," tambah Raja.

Alwan pun langsung mengangguk-anggukkan kepalanya. Pria itu merasa kalau tanggapan dari Raja dan Mika adalah hal yang benar. Ia tidak boleh salah mengambil langkah, jika ingin membantu Karin terlepas dari tekanan batin akibat harapan tinggi kedua orangtuanya mengenai perjodohan. Ia harus memikirkan langkah yang justru tidak akan bisa ditampik oleh Didi dan Fitri, ketika akhirnya menjelaskan soal perasaan Karin yang tertekan.

"Kenapa bukan kamu saja yang melamar Karin, Al?" saran Ziva, yang ternyata sudah ada di belakang Alwan sejak beberapa saat lalu.

Alwan berbalik dan langsung menatap ke arah Ziva dengan perasaan kaget. Bahkan Raja dan Mika juga sama kagetnya seperti Alwan, setelah mendengar saran mendadak dan agak gila yang dicetuskan oleh Ziva. Ziva berjalan beberapa langkah hingga akhirnya berhenti tepat di samping Alwan. Ia mengusap rambut Raja yang kini ada di hadapnnya dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang.

"Membicarakan persoalan seperti itu kepada kedua orangtua Karin hanya akan membuat keadaan menjadi runyam. Bagi orang-orang seperti kedua orangtua Karin, menyinggung hal yang berkaitan dengan Karin sama saja dengan kamu menyinggung prinsip hidup mereka. Tidak akan ada jalan keluar yang baik, apabila mereka sudah merasa prinsip hidup mereka disinggung oleh kamu. Jadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Karin dari rasa tertekan yang selama ini dia rasakan ketika akan dijodohkan oleh kedua orangtuanya adalah, melalui kamu yang melamarnya dan menjadikannya istri," jelas Ziva.

Alwan langsung berusaha mengembalikan kewarasannya, setelah mendengar pendapat yang Ziva utarakan.

"Tapi bukankah hal itu sama saja dengan membuat Karin kembali menghadapi sebuah perjodohan, Ziv? Kalau aku melamarnya, maka itu artinya kedua orangtua Karin akan kembali menaruh harapan tinggi soal perjodohan itu pada Putri mereka, sehingga Karin akan kembali tidak punya pilihan selain menerima perjodohan itu," sanggah Alwan.

"Ya, 'kan yang melamar adalah kamu. Akan beda jalan ceritanya kalau kamu yang melamar Karin, Al," balas Ziva. "Satu, kamu sudah tahu kalau Karin butuh bertanya banyak hal sebelum menerima perjodohan dan menghadapi proses pernikahan. Jadi sudah jelas kamu akan membiarkan Karin bertanya banyak hal padamu sebelum dia menerima perjodohan denganmu. Dua, kamu sudah tahu banyak tentang Karin dan begitu pula sebaliknya. Jadi di antara kamu dan Karin tidak akan ada yang terasa asing meski kalian selama ini tidak pernah mengenal dekat. Tiga, kamu jadi bisa menyelamatkan dia dari perasaan tertekan tanpa harus menyinggung prinsip hidup orangtuanya. Jadi, masalah yang sedang kita pikirkan saat ini akan menjadi lebih mudah dan tidak perlu menimbulkan keributan. Lagi pula, Karin jelas tidak akan menolak jika kamu yang datang melamarnya. Karena dia tahu bahwa kamu adalah orang baik, yang tidak suka menekan perasaan orang lain."

"Tapi masalah lainnya adalah, aku yang tidak punya perasaan apa pun terhadap Karin, Ziv. Menikahi seseorang itu tidak asal menikah saja. Aku harus punya perasaan sayang untuk Karin kalau memang mau menikahi dia," Alwan tetap berusaha menyanggah.

Ziva tertawa pelan saat mendengar sanggahan Alwan kali itu.

"Untuk urusan itu, kamu tidak perlu ragu sama hatimu sendiri, Al. Kamu jelas sayang sekali sama Karin dan hal itu sudah kamu tunjukkan sejak awal. Pikirkan baik-baik ucapanku. Kamu tidak akan khawatir terhadap Karin sampai sedalam itu hingga memanggil kami agar segera datang ke sini, jika kamu tidak punya sedikit pun rasa sayang untuk dia," ujar Ziva, setenang biasanya.

Alwan benar-benar terdiam di tempatnya kali itu. Ia tidak bisa menyanggah lagi dan juga tidak bisa membantah hal yang Ziva ucapkan soal perasaannya.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH GANTUNG JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang