- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Alwan hanya bisa pasrah ketika akhirnya harus membawa enam kardus yang penuh oleh-oleh. Rencana Raja dan Mika yang menyebut hanya akan membekali Alwan dengan tiga kardus oleh-oleh akhirnya dipatahkan oleh yang lain. Masing-masing dari anggota timnya memberikan satu kardus oleh-oleh yang disertai dengan surat cinta untuk Ibunya yang tengah sakit. Entah apa isi dari semua surat itu, Alwan jelas tidak tahu-menahu. Ziva, Hani, Rasyid, Tari, Mika, dan Raja sengaja langsung memasukkan surat yang mereka tulis ke dalam kardus, agar Alwan tidak bisa mengintip dan mencoba membaca isinya.
"Sabar saja, Al. Kamu tahu sendiri kalau mereka berenam memang kreatif tanpa batas. Jadi anggap wajar saja kalau mereka sampai kepikiran untuk menuliskan surat yang tertuju kepada Ibumu," ujar Rian, seraya menepuk-nepuk pundak Alwan dengan tegas.
"Iya, aku jelas paham akan hal itu. Tapi yang aku takutkan adalah ... bagaimana kira-kira kalau mereka sampai menuliskan semua aibku di dalam surat-surat itu? Menurutmu, apakah Ibuku tidak akan tambah naik darah saat membacanya?" tanya Alwan.
Rian terkekeh pelan selama beberapa saat.
"Tenang saja. Ibumu justru akan merasa terhibur kalau sampai membaca surat-surat dari mereka. Jangan terlalu khawatir," jawab Rian, yang sejujurnya tidak terlalu yakin akan terselip kalimat waras di dalam keenam surat itu.
Saat akhirnya Alwan akan memasuki pesawat, Mika terlihat sedang menyeka airmatanya dan tampak begitu sedih.
"Hati-hati di jalan, Al. Jangan lupa banyak berdoa," pesan Mika.
"Mika, aku paham pesanmu sangatlah penting untuk didengar olehku. Tapi tolonglah ... ekspresimu itu tolong dikondisikan. Aku ini mau pulang kampung, bukan mau pulang ke sisi Allah. Jangan pasang muka berduka cita begitu, dong," mohon Alwan.
"Aku memang lagi berduka cita, tahu! Kalau kamu enggak ada, siapa yang akan menjadi tamengku dari serangan trio maut nan cantik jelita di dalam tim kita, Al? Siapa?" raung Mika.
"Mik, jangan mengada-ada, ya! Kalau Alwan enggak ada, Raja-lah yang akan menjadi wasit di antara kamu dan ketiga bidadari di dalam tim kita! Sudah, jangan meraung-raung begitu. Kamu sama sekali tidak mirip Batagor ataupun Ketoprak," titah Rasyid.
"Meow!!!" sahut Batagor dan Ketoprak, membenarkan ucapan Rasyid.
Alwan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala atas kelakuan Mika yang tidak pernah ada berubahnya. Pria itu kemudian berjalan menuju pintu masuk ke arah garbarata, lalu melambaikan tangan untuk berpamitan ke arah orang-orang yang mengantarnya sampai bandara.
"Kalau sudah tiba di Semarang, segeralah hubungi kami, Al!" pesan Raja.
"Kalau nanti kamu kangen sama kami, bilang saja! Enggak usah malu-malu kambing!" tambah Rasyid.
Rian sudah tidak bisa menahan tawa atas kelakuan orang-orang yang ada di sekitarnya saat itu. Ia akhirnya memutuskan untuk segera menyeret Rasyid, Raja, dan Mika lebih awal, sebelum nanti mereka menjadi lebih gila lagi di tempat umum. Tari, Ziva, dan Hani akhirnya bernafas lega ketika Rian melakukan hal tersebut. Sejak tadi mereka diam saja karena tidak mau ikut kena malu atas kelakuan Rasyid, Raja, dan Mika.
"Alhamdulillah, akhirnya Mas Rian peka juga untuk segera menyeret pergi mereka bertiga," ungkap Ziva, apa adanya.
"Iya. Alhamdulillah akhirnya demikian. Kalau mereka terus dibiarkan, maka tidak akan ada habisnya kekonyolan yang mereka perbuat di sini," tambah Tari.
"Hei, kalian berdua sadar 'kan, kalau dua di antara tiga orang yang diseret oleh Suamiku itu adalah Suami-suami kalian?" tanya Hani, mencoba mengembalikan ingatan Ziva dan Tari.
Penerbangan yang Alwan lalui kali itu benar-benar berbeda dengan penerbangan-penerbangan biasanya. Biasanya ia masih akan mendengar celoteh Mika yang sedang beradu mulut dengan Hani meski dengan suara pelan. Terkadang ia juga mendengar Batagor atau Ketoprak mengeong di kandangnya yang selalu dipangku oleh para pemiliknya. Atau biasanya ia masih akan mendengar suara Raja yang selalu berdiskusi dengan manis bersama Ziva. Kali itu, semuanya sangat berbeda. Alwan melalui perjalanan itu sendirian tanpa anggota timnya dan dengan tujuan bukan untuk bekerja, melainkan untuk merawat Ibunya yang sedang sakit. Perasaan Alwan menjadi lebih tidak tenang, meski tadi Ziva dan Raja sudah berupaya menenangkan dirinya berulang-ulang kali.
"Sisi hidupku benar-benar terasa kosong saat mereka tidak ada. Aku benar-benar terhibur seratus persen ketika bersama mereka selama satu setengah tahun ke belakang. Dukaku mulai terobati, sepiku mulai ramai, dan segalanya dalam hidupku banyak yang berubah. Aku menjadi lebih sering menghadap kepada Allah untuk melepas rasa gundahku. Mereka pun tidak pernah berhenti mengingatkan aku untuk selalu berdzikir, di mana pun kami berada. Dan baru lima belas menit aku tidak ada di sekeliling mereka, rasanya ada yang hilang dari hidupku. Aku belum pernah merasa duniaku seberwarna ini, Ya Allah. Apakah semua yang kujalani selama satu setengah tahun ke belakang adalah tuntunan dari-Mu? Jika memang demikian, tolong jangan pernah jauhkan aku dari mereka. Mereka sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri, Ya Allah, meski mereka tidak ada ikatan darah sama sekali denganku. Jangan jauhkan hal yang baik dari hidupku. Jangan jauhkan pelipur laraku. Aamiin yaa rabbal 'alamiin," doa Alwan, dalam hatinya.
Pesawat mengudara dengan mulus. Tidak ada hambatan yang terjadi pada hari itu. Cuaca di luar begitu cerah, seakan sedang menyambut Alwan yang akan segera pulang ke hadapan Ibunya. Tari sengaja memilihkan kursi di dekat jendela, karena tahu kalau Alwan selalu senang menatap keluar jika sedang berada di pesawat. Alwan bisa tersenyum lagi, ketika mengingat setiap tindakan baik yang dilakukan oleh seluruh anggota timnya. Ia benar-benar merasa bahagia saat berada di antara mereka. Bahkan dengan Rian sekalipun yang notabene tidak termasuk dalam anggota timnya, ia juga bisa seakrab itu hingga sulit membedakan ketika sedang berkumpul bersama. Ketika ia bertukar pikiran dengan Rian, nyatanya mereka selalu saja bisa melewati pembicaraan tanpa ada hal-hal yang membuat enggan bicara lagi ke depannya. Semuanya benar-benar lengkap bagi Alwan dan Alwan bersyukur karena bisa menjadi salah satu bagian di dalamnya.
Pikiran Alwan mulai teringat dengan Ibunya, ketika membuka pesan di WhatsApp dari Cici. Hasil pemeriksaan yang diberikan oleh Dokter dari Puskesmas difoto oleh Cici dan dikirimkan kepada Alwan beberapa jam lalu. Keterangan yang tercantum dalam hasil pemeriksaan itu membuat Alwan merasa tidak sabar ingin segera tiba di Semarang. Ia hanya pernah pulang satu kali ketika hari raya Idul Fitri beberapa bulan lalu, setelah ia bekerja bersama anggota timnya. Ibunya memahami pilihan Alwan untuk tidak melanjutkan praktik kedokteran yang ia jalani selama ini, karena tahu bahwa Alwan juga butuh sembuh dari duka. Sekarang adalah kedua kalinya Alwan akan pulang ke Semarang. Namun kepulangannya kali ini diiriingi resah yang tidak ada ujungnya.
"Ya Allah, bantu aku untuk menenangkan hatiku. Bantu aku untuk menghadapi segalanya dengan tenang seperti biasa," mohon Alwan, kembali membatin.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH GANTUNG JODOH
Horor[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 8 Setelah hampir satu setengah tahun bergabung dalam tim, akhirnya Alwan meminta cuti untuk pertama kalinya ketika mendapatkan kabar bahwa Ibunya mengalami sakit. Alwan pulang ke Semarang dengan niat untuk merawa...