- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Dukun tua yang tinggal di desa sebelah akhirnya benar-benar dipanggil oleh Rina, agar datang malam itu juga ke rumah mereka. Dukun tua bernama Rasmin itu jelas langsung memenuhi panggilan dari Keluarga Sudrajat. Ia tahu persis dengan keuntungan yang akan didapatnya jika bisa kembali membantu Keluarga Sudrajat. Seperti yang pernah ia lakukan bertahun-tahun lalu, ketika diminta untuk membunuh Kiayi Ahmadi serta menjerat Karin dengan teluh gantung jodoh. Ia langsung mendapat keuntungan besar dari hal tersebut, sehingga membuat hidupnya menjadi sangat mudah dan disegani oleh banyak orang.
Maka dari itulah Rasmin sama sekali tidak menolak ketika dipanggil kembali oleh Rina meski keadaan sudah malam. Ia tetap pergi dengan penuh semangat dari rumahnya di desa sebelah, karena berharap akan segera mendapatkan keuntungan baru dari Keluarga Sudrajat. Dia adalah jenis manusia yang tidak suka menyia-nyiakan kesempatan, terutama jika kesempatan itu hanya datang sesekali saja.
Saat tiba di rumah Keluarga Sudrajat, Rina dan Djarot menyambutnya dengan baik seperti dulu. Hanya Ramdan yang tidak memberi sambutan pada Dukun tua itu, karena tahu bahwa akan ada lagi pengeluaran yang dikeluarkan oleh keluarganya ketika memanggil Rasmin. Ramdan masih kesal pada Rasmin meski telah bertahun-tahun berlalu. Ia masih tidak bisa terima saat sebidang tanah milik Djarot yang berlokasi di desa sebelah diberikan secara cuma-cuma ke tangan Rasmin. Padahal seharusnya sebidang tanah itu diberikan kepada Ramdan, karena Ramdan sudah berencana untuk menghadiahkannya kepada Karin jika sudah menjadi istrinya. Hal itulah yang membuat Ramdan enggan menyambut kedatangan Rasmin. Dia lebih memilih diam saja dan memasang wajah masam.
"Silakan duduk, Mbah Rasmin," ujar Djarot, mempersilakan.
"Terima kasih banyak, Pak Djarot," tanggap Rasmin, seraya tertawa untuk basa-basi.
Rina duduk di samping suaminya setelah menyajikan minuman ke atas meja ruang tamu. Ramdan masih saja diam di sofa yang terpisah dan tidak memberi respon apa pun. Rina dan Djarot menyadari kalau Ramdan masih menyimpan kekesalan terhadap Rasmin soal sebidang tanah yang dulu seharusnya menjadi milik laki-laki itu. Tapi mereka jelas tidak punya pilihan malam itu. Rasmin harus datang dan memberi mereka bantuan, atau Ramdan akan gagal menikahi Karin padahal waktunya sudah akan tiba beberapa minggu lagi.
"Begini, Mbah Rasmin. Kami memanggil Mbah Rasmin ke sini malam-malam karena membutuhkan bantuan," Rina memulai.
Rasmin mulai mendengarkan dengan seksama setelah menyimpan cangkir kopinya ke atas meja.
"Entah apa yang sedang terjadi di rumah orangtua Karin saat ini, mendadak ada dua serangan yang terjadi di kamar ritual dan akhirnya membuat Ramdan tidak bisa lagi mengawasi Karin dari jauh. Ramdan sudah berusaha melawan balik dengan memerintahkan makhluk-makhluk suruhannya yang biasa. Tapi sayang sekali makhluk-makhluk itu tidak ada yang bisa menembus ke rumah orangtua Karin, padahal biasanya makhluk-makhluk itu bisa datang ke sana kapan pun dengan mudah. Sepertinya ada yang sedang berusaha membantu Karin agar terlepas dari teluh gantung jodoh itu, Mbah. Maka dari itulah kami langsung memanggil Mbah Rasmin ke sini agar bisa membantu," jelas Rina.
"Waktu untuk menikahkan Ramdan dan Karin akan segera tiba beberapa minggu lagi, Mbah. Sesuai dengan syarat teluh gantung jodoh yang Mbah Rasmin ajarkan pada Ramdan. Jadi, kami jelas tidak mau ada kegagalan dalam rencana itu. Karin harus berhasil dinikahi oleh Ramdan, tidak boleh oleh laki-laki lain. Siapa pun yang saat ini sedang membantu Karin untuk terlepas dari teluh itu, maka kami harap Mbah Rasmin mau membantu untuk menyingkirkannya," tambah Djarot.
Rasmin pun menganggukkan kepalanya. Dukun tua itu langsung paham bahwa ada yang sedang berusaha mengganggu berjalannya teluh terhadap Karin. Hati Karin seharusnya sudah terikat mati terhadap Ramdan, jika saja tidak ada gangguan yang terjadi dari orang yang hendak membantunya terlepas dari teluh. Sayangnya, Ramdan mungkin tidak terlalu menyadari bahwa hal-hal seperti itu bisa saja terjadi dan membuatnya bersantai karena tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Rasmin dan Ramdan kini saling menatap satu sama lain, setelah Rasmin berpikir selama beberapa saat.
"Kamu hanya memperhatikan dia dari jauh setiap harinya tanpa berusaha menemui dan memberinya jampi melalui sentuhan?" tanya Rasmin.
"Kalau aku bisa memperhatikan Karin dari jauh, untuk apa lagi aku menemuinya? Memangnya ...."
"Menemui dan memberinya jampi melalui sentuhan bisa memperkuat jeratan teluh gantung jodoh itu," potong Rasmin dengan cepat. "Jadi kalau kamu tidak pernah menemui dan memberinya jampi melalui sentuhan, maka akan jadi seperti inilah jikalau yang membantu dia adalah orang berilmu tinggi. Kamu terlalu meremehkan peringatan yang aku berikan, anak muda. Andai kamu tidak meremehkan soal pertemuan dan memberinya jampi melalui sentuhan, maka tidak akan ada yang bisa membuat Karin terlepas dari jeratan teluh. Sekarang, mau tidak mau, kita harus menyerang orang yang membantunya bersama-sama. Hanya dengan satu serangan telak yang kita lakukan bersama itulah, maka Karin akan kembali terjerat dalam lingkaran teluh gantung jodoh."
Mendengar penjelasan Rasmin soal pentingnya pertemuan dan jampi melalui sentuhan membuat Ramdan menyesal begitu dalam. Ia memang tidak ingin menemui Karin lagi setelah wanita itu pernah menolak kalung pemberiannya, meski penolakannya benar-benar sangat sopan dan halus. Ia merasa malu jika harus berhadapan dengan Karin sejak saat itu. Hal itulah yang membuat Ramdan enggan bertemu dan memberi jampi melalui sentuhan terhadap Karin. Ia takut akan kembali mendengar penolakan atau hanya sekedar diabaikan oleh wanita itu.
"Sudah, Nak. Setuju saja dengan saran dari Mbah Rasmin. Nanti biar Mbah Rasmin yang mengarahkan kamu untuk mengatur serangan bersama itu," pinta Rina.
"Kita tidak punya jalan lain, Ramdan. Berhentilah keras kepala atau kamu akan benar-benar gagal menikah dengan Karin saat dia terlepas dari teluh kiriman kita," Djarot terus mengingatkan soal akibat yang akan terjadi.
Ramdan akhirnya tidak punya pilihan. Ia jelas tidak mau jika sampai gagal menikahi Karin. Ia sudah lama menyukai Karin dan menikahinya adalah impian terbesar Ramdan selama ini. Laki-laki itu pun segera mengangguk dengan terpaksa, pertanda bahwa ia setuju dengan saran dari Rasmin maupun dorongan dari kedua orangtuanya.
"Baiklah kalau begitu. Mari kita segera siapkan hal-hal yang diperlukan untuk ritual. Sebelum melakukan serangan bersama, kita harus melakukan ritual terlebih dahulu agar makhluk-makhluk halus terkuat yang ada di bumi ini ikut membantu serangan yang kita berikan pada orang itu," ajak Rasmin.
Di halaman rumah milik Didi, Alwan saat ini sedang fokus menatap pisau bedah yang ada dalam genggamannya. Ia terus memainkan pisau itu di antara jemarinya dengan sangat lincah, sehingga bisa dinikmati oleh Mika dan Raja yang sedang menunggu di tengah heningnya Desa Gayamsari. Permainan pisau yang lincah itu mendadak berhenti, tepat saat Alwan merasakan sesuatu yang tidak biasa dari sekeliling mereka.
"Ada apa, Al? Apakah kamu merasakan sesuatu?" duga Mika.
"Ya. Itu benar. Apa yang aku rasakan ini, sama persis seperti yang aku rasakan ketika ada bantuan dari makhluk halus terhadap pihak lawan. Tampaknya kita harus lebih berhati-hati," jawab Alwan, memperingatkan lebih dini.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH GANTUNG JODOH
Terror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 8 Setelah hampir satu setengah tahun bergabung dalam tim, akhirnya Alwan meminta cuti untuk pertama kalinya ketika mendapatkan kabar bahwa Ibunya mengalami sakit. Alwan pulang ke Semarang dengan niat untuk merawa...