28 | Meraih Hatinya

1.1K 92 89
                                    

- DUA EPISODE TERAKHIR
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Semua orang--yang ada di teras rumah Didi--mendengar keributan yang terjadi antara Rina, Djarot, dan juga kedua orangtua Karin. Bahkan mereka juga tahu kalau Yasmita, Wandi, dan Alya ikut bersuara untuk menyanggah semua pembelaan yang dikeluarkan oleh kedua orang tersebut. Sayangnya, mereka tidak bisa ikut mendekat karena masih harus mengurusi Ramdan. Laki-laki itu masih saja terbaring di atas tanah demi mencari perhatian dari Karin.

Karin sejak tadi diam saja dan sama sekali tidak mempedulikan permohonan yang keluar dari mulut Ramdan. Tatapan Karin bahkan tidak pernah tertuju pada laki-laki itu, meski dia sedang mengerang kesakitan di atas tanah. Selain daripada akibat tubuhnya yang masih lemas setelah melewati proses ruqyah terakhir, Karin jelas lebih memilih untuk tidak berurusan sama sekali dengan Ramdan. Baginya, yang terbaik adalah tidak perlu memiliki urusan apa pun dengan orang yang sudah mengirimkan teluh padanya selama bertahun-tahun itu. Ia tidak ingin marah, tapi juga tidak ingin memberi maaf begitu mudah terhadap Ramdan.

Karena Karin sama sekali tidak merespon permohonannya, pikiran Ramdan pun kembali terisi dengan hal-hal buruk. Ia merasa benar-benar tidak dianggap ada oleh Karin. Ia merasa keadaan saat itu sama saja seperti dulu, ketika dirinya datang ke hadapan Karin untuk memberikan kalung emas pilihannya sebagai tanda keseriusan dirinya yang ingin melamar Karin. Ia benar-benar merasa geram dengan abainya Karin terhadap dirinya. Ia merasa marah dan ingin langsung saja menyeret Karin dari tempat itu, agar bisa dinikahkan paksa dengannya. Sayangnya, Ramdan jelas tidak bisa melakukan rencana buruknya tersebut. Karin saat ini dijaga sangat ketat oleh banyak orang yang salah satunya adalah Alwan.

Alwan segera menghalangi pandangan Ramdan ke arah Karin, tepat ketika Raja dan Ziva tiba di teras rumah tersebut. Hal itu membuat Karin merasa bersyukur, karena sebenarnya ia sudah merasa sangat jengah menerima tatapan dari Ramdan yang terasa begitu aneh. Sejak tadi Ramdan menatapnya seperti binatang yang kelaparan. Laki-laki itu memperlihatkan seakan Karin adalah mangsanya dan harus segera diterkam. Alwan jelas tidak akan membiarkan hal itu berlarut-larut. Ia tahu persis kalau Karin butuh dilindungi dari manusia tidak berakal seperti Ramdan.

"Jangan banyak bicara! Tutup saja mulut kotormu itu dan enggak usah sok manja kepada Karin. Kamu sama sekali tidak akan bisa menarik perhatiannya, karena suara manusia seperti dirimu terdengar sangat memuakkan di telinga Karin," sinis Hani, sangat dingin.

Ekspresi Ramdan terlihat berubah drastis, setelah menerima ucapan sinis dari Hani. Ia merasa tidak terima dengan fakta yang baru saja Hani beberkan mengenai Karin.

"Tidak!!! Itu tidak benar!!!" bentak Ramdan, sangat keras.

Karin terlonjak saat mendengar kerasnya suara Ramdan. Hal itu membuat Tari dan Hani yang masih ada di sisinya segera menenangkan perasaannya kembali. Ziva, Raja, Mika dan Rasyid memperhatikan laki-laki itu dalam diam.

"Karin pasti akan tertarik padaku, jika saja kalian semua tidak menghalangi!!! Dia pasti akan menjadi Istriku, jika saja ...."

"Dia tidak akan menjadi Istrimu!" potong Alwan, tegas.

Ramdan terdiam dan tatapannya saat ini hanya tertuju ke arah Alwan yang sejak dulu sangat ia takuti di Desa itu. Alwan balas menatapnya tanpa ragu.

"Karin tidak akan pernah menjadi Istrimu, meski kamu mencoba banyak cara kotor yang disarankan oleh Dukun kepercayaanmu. Karena sebelum kamu tiba di sini, aku sudah menikahinya lebih dulu," ungkap Alwan.

Mika dan Raja tampak kaget dengan fakta tersebut. Lain halnya dengan Ziva yang jelas sudah menebak bahwa Alwan memang akan menempuh jalan nekat itu, demi menyelamatkan Karin--entah itu dari Ramdan ataupun dari tuntutan kedua orangtuanya. Ramdan sendiri tampak tidak bisa mempercayai, kalau akhirnya Karin benar-benar berhasil menikah dengan laki-laki lain yang bukan dirinya.

"Dia adalah Istriku sekarang, dan sebaiknya jangan pernah kamu menyebut lagi namanya menggunakan mulut kotormu itu. Aku tidak akan segan merobek mulutmu, jika kamu masih berani menyebut namanya," ancam Alwan, tidak main-main.

Polisi--yang dipanggil oleh Yasmita--telah tiba dan langsung mendekat untuk menangkap Ramdan. Ramdan berusaha memberontak agar bisa meraih Karin. Namun sudah jelas Alwan langsung menghalanginya lebih keras, sehingga Karin bisa berlindung di balik punggung pria itu.

"TIDAK!!! DIA MILIKKU!!! KAMU TIDAK BOLEH MEMILIKINYA!!! HANYA AKU YANG BOLEH MENJADI SUAMINYA!!!"

Ramdan kemudian di dorong paksa oleh Polisi ke dalam mobil, agar bisa bergabung dengan kedua orangtuanya yang sudah lebih dulu ditangkap. Hanya Rasmin yang akhirnya dibawa menggunakan ambulans oleh Polisi pada malam itu. Kondisinya sama sekali tidak membaik, setelah melalui pertarungan sengit dengan Raja dan Ziva. Alwan baru saja akan bicara dengan Karin, ketika dirinya mendadak diculik dengan cepat oleh Mika dan Raja yang tidak diberi tahu apa pun mengenai rencana pria itu.

"Ceritakan secara detail soal rencana gilamu tadi! Kami tidak terima, karena hanya Rasyid yang kamu beri tahu!" omel Mika.

"Pokoknya kamu akan kami kandangi bersama Ketoprak dan Batagor, kalau sampai menolak bercerita!" tambah Raja.

"Iya ... iya ... aku akan cerita. Tapi tolonglah, biarkan aku pakaikan dulu cincin kawin ke jari manis Istriku," mohon Alwan, yang tahu bahwa dirinya tidak akan bisa lolos.

Wajah Karin memerah sempurna, saat tahu kalau Alwan ternyata ingat soal cincin kawin yang belum terpasang di jari manisnya. Hal itu membuat Tari segera melirik ke arah Rasyid, menandakan bahwa pria itu harus segera menjelma menjadi wasit agar Alwan punya waktu yang banyak bersama Karin.

"Sayang, lirikan matamu ...."

"Enggak usah nyanyi, Ras! Suaramu jelek!" tegas Hani, to the point.

Rasyid langsung angkat kaki dalam sekejap mata. Ia melerai ketiga pria tak tahu malu itu dengan cepat, agar Alwan bisa bicara dengan Karin secara langsung. Saat akhirnya Alwan datang ke hadapan Karin, Tari segera mendorong Hani dan Ziva serta membungkam mulut mereka yang sudah siap 'bercie-cie' ria untuk menggoda pengantin baru. Alwan hanya bisa menahan tawanya, lalu segera merangkul Karin dengan lembut dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Alwan meminta Karin untuk duduk di sofa bersamanya. Karin menuruti permintaan itu, namun belum berani untuk bicara sedikitpun sejak tadi.

"Tadi kamu sudah banyak bertanya padaku melalui telepon, sebelum aku menikahimu. Sekarang, apakah kamu masih perlu menanyakan sesuatu padaku setelah kita resmi menjadi suami-istri?" tanya Alwan.

Karin masih saja diam. Namun kali ini wanita itu mencoba memberanikan diri untuk menatap wajah Alwan secara langsung.

"A ... apakah tidak apa-apa, jika aku banyak bertanya, Mas?"

Alwan tersenyum perlahan.

"Tentu saja tidak apa-apa. Aku justru akan merasa senang kalau bisa mendengarmu bertanya banyak hal padaku setiap hari. Apa pun itu yang membuat kamu penasaran, tanya saja. Insya Allah aku akan menjawab, jika memang aku tahu jawabannya," jawab Alwan.

Karin pun mengangguk pelan, pertanda bahwa ia paham dengan jawaban yang Alwan berikan.

"Saat ini, aku hanya ingin menanyakan satu hal pada Mas Alwan," ujar Karin.

"Boleh. Ayo, tanyakanlah."

Karin terdiam sejenak. Ia merasa ragu untuk menanyakannya, namun juga tidak merasa tenang jika tidak bertanya langsung pada Alwan.

"Apa alasan Mas Alwan sebenarnya, ketika membuat keputusan akan menikahi aku? Apakah karena Mas Alwan merasa kasihan dengan nasibku yang terus gagal menikah? Atau karena Mas Alwan hanya mencoba untuk menyelamatkan aku, agar aku bisa terlepas dari teluh yang menjeratku?" tanya Karin, pada akhirnya.

Alwan pun segera meraih tangan kanan Karin dan menggenggamnya dengan lembut. Ia memperlihatkan sebuah cincin yang terbuat dari emas putih, lalu memakaikannya pada jari manis Karin yang kosong.

"Demi Allah, aku menikahi kamu karena aku sayang padamu dan aku mau kamu terlepas dari semua hal yang begitu berat dalam hidupmu selama ini. Aku mau kamu berhenti merasakan kesedihan, lalu mulai menjalani hidup yang tenang dan bahagia secara perlahan ... bersamaku," jawab Alwan, tanpa ada keraguan.

* * *

TELUH GANTUNG JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang