🍁
Merindukan yang bukan Miliknya,
bagaikan pelangi di Musim Kemarau.Mencintai yang bukan Miliknya,
bagaikan matahari yang terbit di ufuk barat.Sesuatu yang bukan Milikmu,
biarkanlah ia berlalu.Sebab, sesuatu yang sudah ditakdirkan untukmu, sejauh apa pun itu, pada akhirnya akan tetap menjadi Milikmu.
Kemarin adalah lalu yang tidak pernah terulang.
Meski derai memohon untuk tetap tinggal. Namun, kenyataannya waktu memilih abai dan menangkal. Tidak ada yang tertinggal. Semua berlalu bagaikan kereta yang melaju saat sudah tiba waktunya.
Kemarin adalah lalu yang tidak pernah terulang.
Meski banyak manusia yang memiliki pundi-pundi kekayaan. Namun, tidak ada seorang hamba yang dapat membeli kebahagiaan. Sebab, waktu adalah bentuk kuasa Tuhan. Sedang, penyesalan adalah hakikat yang melekat pada entitas kehidupan.
Terutama manusia.
Penyesalan itu hadir dan bersemayam pada Lobus yang jauh tak tersentuh. Dan, selayak bom waktu yang menghancurkan alam semesta serta seluruh alegori di dalamnya. Hingga pada akhirnya, hanya menyisakan retak pada sukma yang tak lagi utuh.
Betapa penyesalan dapat begitu bengis dan candu. Ketika sesal menjadi lalu yang ingin dilupakan pun menjadi esok yang disemogakan. Karena, sesal itu tidak benar-benar meninggalkan penyesalan.
Sesal itu terkadang memunculkan harapan.
Seperti halnya yang terjadi pada dua anak adam yang malam ini memilih untuk tinggal bersama.
Setelah kecupan keduanya berhenti. Sosok yang lebih tua memutuskan untuk menetap di kamar yang lebih muda. Tubuh mereka merebah dengan posisi saling berhadapan. Jemari yang lebih muda menyusuri setiap inci wajah yang lebih tua.
"Kenapa kamu tersenyum?" Tanya Moeza. Kendati, yang ditanya hanya menggeleng. Jemari kecil yang sejak tadi menari di atas wajah itu digenggam dan diberi kecupan hingga Sang Empu merengek.
Cup.
Kecup Erza pada punggung tangan Moeza. "Saya berharap waktu dapat berhenti sekarang." Sosok itu mencermati setiap kata yang keluar dari bilah Erza.
"Kenapa?"
Sebelum menjawab, tanpa ragu Erza kecup sekali lagi punggung tangan Moeza.
"Karena saya harap ini semua bukan bunga tidur."
"This is real."
Erza kembali menatap manik teduh di hadapannya. Senyumnya merekah dan jemarinya menari di atas ukiran wajah yang lebih muda. Sekarang gilirannya memberikan usapan pada wajah Moeza. Kemudian, ia angkat tubuhnya hingga kini Moeza telah berada di bawahnya.
"This is real." Tuturnya. Perasaannya menghangat, seketika. "Ternyata ini yang saya dapatkan setelah semua rasa sakit yang saya lalui kemarin." Kalimat itu membuat binar di mata Erza semakin terpancar. Lantas, ia agihkan kecupan pada setiap ornamen di wajah Moeza.
Mulai dari kedua mata indahnya, turun ke hidung bangkir yang tampak sempurna, berpindah pada kedua pipi Moeza yang merona, berhenti sejenak pada bibir yang selalu menggoda, dan tidak lupa, kening yang menjadi pusat kecupnya bermuara.
Lalu, entah siapa yang memulai. Namun, sekarang kedua bilah bibir itu sudah kembali menyatu. Dan, ruangan tersebut kembali dipenuhi dengan iringan dari kecup dan detak jantung mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
#MOERZA | Jika Kita Bertemu Kembali [MARKNO AU]
Fanfiction"Jika Kita Bertemu Kembali" SERIES III : MARKNO AU #MOERZA - Moeza dan Erza Sebermula adalah aku dan kamu yang berlabuh pada kata "kita" sebelum akhirnya hancur dan melebur. Semesta yang memaksa Erza melepas Moeza buat raganya hanya dipenuhi Lobus y...