Tolong Menolong

43 7 1
                                    

Annyeonghaseyo yeoleobun, jeulgeoun dogseo doeseyo😘😘...
Nitip vote ama komennya dung...

Oke... Happy Reading kawan-kawan...

***

HENGKY menaiki sepeda milik bapak untuk sekedar berkeliling di komplek rumahnya. Cowok itu sangat menikmati betapa segarnya angin sore di kala itu. Ia juga sesekali sambil menyapa orang-orang di dekat komplek rumahnya.

"Udah lama nggak naik sepeda kayak gini, ternyata enak juga, ya" gumamnya sembari menggayuh sepeda tua milik bapak itu. Ia masih dengan senyumannya yang merekah itu, sampai di sebuah lapangan ada beberapa anak yang memangilinya.

"MAS HENGKYY!!" panggil salah satu dari mereka.

"MAS HENGKYY!! SINI MAS!!"

"Opoan, sih. Kalian kok malah manggilin masku ki loh!" sahut Adit merasa tak suka, karena menurutnya musuh terbesar dalam hidupnya adalah Masnya sendiri. Mas Hengky.

"Opo sih, Dot! Wong aku kih manggil mas mu udu manggil koe!! Kok sewot men!!" sindir salah satu dari mereka yang memiliki tinggi badan paling menjulang. Itu adalah Najib, adik Riki.

Najib ini sebelas dua belas sama Riki. Nggak dari mukanya, bentuk badannya ataupun sifatnya. Bedanya cuman Riki ganteng, kalo Najib manis.

Mendengar suara-suara yang memanggilnya, Hengky tak segan untuk menghampiri segerombolan anak-anak di lapangan itu. Hengky turun dari sepedanya dan mulai menghampiri mereka.

"Hai!! Lagi pada main oponan, toh?" tanya Hengky.

"Main engklek, Mas" jawab salah satu bocah perempuan dengan rambut pendek sebahu. Hengky hanya menanggapinya dengan manggut-manggut.

"Ayo Mas melu main sama kita. Seru, lho!!" seru anak laki-laki berbadan gemuk.

"Iyo-iyo, Mas ikut main. Tapi kui seng neng pojok an po gak melu main?" sindir Hengky yang melihat Adit di pojokan. Sudah ia duga, Adit selalu malas kalo berurusan atau sekedar membicarakan tentang Mas-nya.

"Wonge kih katane serik sama koe mas. Mboh nopo. Jare koe musuh terbesar e Codot, Mas"


engky hanya tertawa singkat. Setelahnya ia menghampiri Adit di pojokan. "Ayo toh, Dot!! Di jak koncomu maen kok malah di pojokan kayak ngene" bujuk Hengky. Meskipun Hengky sering jahil sama Adit, namun ia juga tak lupa tugasnya sebagai seorang Mas.

"Moh! Males." jawab Adit tanpa melirik sekalipun ke arah Hengky.

"Yaudah, nak ngono mas tak balek wae wes. Di jak maen kae kancamu! Mesake! Ojo lali, jam 5 kudu wes balek. Yen rak ngono nanti aku seng di marahin Ibuk" ucap Hengky mengingatkan. Adit diam tak menjawab sama sekali.

"UDAH DULU, YA!! MAS MAU BALEK DULU!!"

"Lho, Mas kan belom maen sama kita!!"

"Gapopo!! Kapan-kapan ae, ya?!"

***

Perjalanan pulang Hengky sekitar jam setengah 5. Kampung masih sangat ramai untuk jam-jam saat ini. Dari kejauhan ia memandang, seorang gadis tunanetra mencoba menyebrangi sebuah jalan raya. Tentu saja banyak kendaraan yang berlalu lalang. Berbahaya untuk tunanetra sepertinya.

Dengan sigap dan cepat, Hengky mulai membantu gadis tunanetra itu menyebrangi jalan. "Hai!! Aku ijin bantu kamu nyebrang jalan, ya? Bahaya kalo kamu dewean nyebrang kayak ngene." ucap Hengky dengan lembut se lembut mungkin.

"Eh, iya makasih, ya" ucap gadis tunanetra tersebut.

Sudah berada di sebrang jalan yang gadis itu tuju. Gadis tunanetra itu membungkukkan tubuhnya sambil mengucapkan Terimakasih kepada Hengky. "Emang e kamu meh kemana toh? Kok sendirian. Bahaya, lho dewean kayak ngene" tanya Hengky.

"Aku meh ke toko roti neng ngarep kono. Soal e kakak ku neng kono. Aku juga takut di rumah dewean" jawab gadis itu.

"Tak anterin sekalian. Jaman gini tuh banyak preman seng berkeliaran. Opo maneh kemaren aku lihat berita neng tv, akeh banget preman seng di tangkep polisi."

"Lah, ndak iyo toh?" tanya gadis itu.

"Iyo!"

"Nama mu sopo, sih?" tanya gadis itu.

"Hengky. Hengky Albaran. Biasane yo di panggil Aheng" jawab Hengky sambil tersenyum simpul. Sangat manis. Walaupun di ketahui jika gadis itu tidak bisa melihatnya, ia tak segan untuk memberikan sebuah senyuman.

"Kamu, nama mu sopo?" tanya Hengky.

"Ratu. Ratu Gusti Arum" jawab Ratu, gadis tunanetra itu.

"Nama mu bagus men!! Ngeri bangett!! Ratu!!" puji Hengky merasa kagum dengan namanya. Bukan cuma namanya, dari mentalnya juga sangat hebat.

"Ojo di puji, Heng. Aku iki gak iso opo-opo. Aku ki cuman beban. Dunia aja aku gak reti kayak gimana" ucap Ratu sembari tersenyum simpul.

"Heh!! Lambene gak boleh ngomong kayak ngono! Kamu tuh sempurna di mata orang seng bener. Kamu gak boleh pesimis, Tu" ucap Hengky mencoba memberikan motivasi kepada Ratu.

"Kamu keren banget, yo. Padahal aku biyen gak pernah pede karo fisikku. Soale biasane orang-orang akeh seng ngece aku.."

Hengky lalu tersenyum simpul. Ia tak pernah menyangka bisa membuat seseorang sebahagia itu. "..Koe kok gak ngece aku, toh? Orak kayak wong-wong liyane seng do ngece aku beban" sambung Ratu.

"Aku ngeroso aja koyok, gak pantes kue di konoke, di ece. Aku gak kayak gitu, Tu" jelas Hengky. Ratu lantas tersenyum kagum kepada Hengky.

"Tu, udah sampai toko rotine kakakmu. Aku tinggal, ya. Wedi di cariin ibuk ku nko"

"Iyo!! Ati-ati, ya Heng!!"

***

"Heng!"

"Peripun, Pak?"

"Kamu mau po nolongin perempuan tunanetra?" tanya bapak. Hengky mendadak kaget. Kaget, jika bapak bisa tau jika ia menolong perempuan tunanetra.

"Bapak kok reti?" tanya Hengky.

"Reti, lah. Bapak mau lihat kamu, kok" jawab Hengky.

"Hehehe... Iyo, Pak. Aheng tadi nolongin perempuan tunanetra. Mesakne, Pak. Mosok mau nyebrang sendirian, kan nak sore jalan raya rame" jujur Hengky tanpa mengarang cerita sedikit pun.

"Koe kenal, Heng?"

"Nggak, Pak. Tapi Aheng tetep bantu"

"Tolong menolong kui apik, Heng. Akeh-akeh ke bersifat kayak gitu, yo. Bapak bangga karo koe"

***

Oke segitu dulu!! Papay!! Makacihhh!! Pelan-pelan aja bacanya, biar dapat feel nya.
Lanjutttttttt🤩🤩🤩!!

-29-05-2024

Demak Tells a Story [ HIATUS ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang