11. Kecemburuan

127 32 4
                                    

Nayara tersenyum kecil melihat dirinya di pantulan kaca. Ini masih jam 7 dan Naya sudah berdandan cantik. Nayara harus sarapan bersama Jon katanya. Naya sudah menolak, tapi seolah semua yang ada di rumah ini memaksanya. Akhirnya, Nayara pasrah saja. Toh, hanya sarapan. Tidak ada ruginya.

"Selesai." Clara selesai menata rambutnya. Naya meraba kepalanya. Sepertinya Clara mengepang rambutnya dari atas hingga bawah.

"Apa Nona Naya suka? Suka suka menata rambut. Aku suka melihat rambut orang yang bagus. Rambut Nona sangat cantik. Hitam dan panjang. Rambutnya sehat sekali."

"Kau sudah mengatakan itu beberapa kali Clara. Berhentilah," mata Nayara sambil terkekeh.

"Ya, bagaimana ya? Nona sangat sempurna. Sepertinya segala pada dirimu itu luar biasa. Tuan Jon beruntung sekali bisa menikahimu."

"Begitukah?" tanya Nayara diakhiri kekehan.

"Oh.  Kalungnya. Kenapa tidak dipakai?" tanya Clara saat melihat kalung yang tergeletak di meja.

"Ini kalung yang cantik. Apakah ini milikmu?"

Nayara mengangangguk. "Iya. Aku melepaskannya karena tidak ingin memakainya."

"Eh? Kenapa?" Clara mengambil kalung itu dan memperhatikannya. "Bukankah ini sangat cantik? Ini akan sangat cocok Nona pakai."

Nayara menggeleng. "Tidak. Aku tidak ingin memakainya."

Clara terdiam sejenak. "Uh. Apakah ini dari Tuan Jonathan?" tanyanya lirih.

"Iya. Itu dari dia. Tidak jelas kenapa dia memberikan aku kalung itu."

"Eh? Bukan tidak jelas. Tuan Jon pasti punya alasan tertentu memberikan ini untukmu. Nona harus memakainya atau Tuan Jon akan marah."

"Aku tidak peduli. Dia memang sangat tempramen kan?"

Clara meringis. Dalam hati membenarkan ucapan Naya. Tapi jika Tuannya yang galak itu tau Nayara menolak memakai pemberiannya, apa tidak papa?

"Nona. Tolong pakai, ya?" Clara memohon.

Nayara menatap Clara, seolah bertanya kenapa dia sangat ingin Nayara memakainya.

"Tuan Jon akan marah. Aku tidak ingin Nona dimarahi. Dan kalau pagi-pagi Tuan Jon sudah rusak suasana hatinya, sampai malam akan begitu. Kasihan orang-orang di kantornya nanti kalau kena marah. Meskipun belum tentu dia akan pulang hari ini, tapi bagaimana jika Tuan juga memarahi para maid? Demi kami, Nona. Tolong pakai agar suasana hati Tuan Jon baik."

Nayara menghela nafas. Sebenarnya tidak peduli juga, toh yang kena marah mereka bukan Nayara. Lagipula selama tidak berbuat salah maka mereka tidak akan dimarahi.

"Baiklah," kata Nayara dan langsung membuat Clara tersenyum penuh kemenangan.

Clara memasangkan kalung di leher Nayara. Tersenyum melihat cantiknya kalung itu yang terlihat sangat serasi dengan leher dan dada putih Nayara.

"Cantiknya..." puji Clara.

"Terima kasih, Clara," balas Nayara dengan senyum kecil.

"Ayo ke ruang makan. Jangan sampai Tuan Jon menunggu."

Naya berdecak pelan, sedikit kesal dengan penuturan Clara. "Memangnya kenapa kalau dia menunggu? Kenapa kalian semua sangat takut padanya?"

Nayara bangkit dari duduknya, berjalan diikuti Clara. Wanita itu belum resmi mendampingi Nayara sebagai pelayan, tapi Bibi Aya sudah mengutusnya lebih dulu.

Para maid membungkuk hormat ketika Nayara masuk ke ruang makan. Sebuah ruangan yang sangat luas dengan meja panjang yang berwarna emas. Beberapa bunga segar ditata di atas meja sebagai hiasan. Lagi-lagi Nayara terpukau melihat bangunan ini. Dia belum pernah masuk ke sini sebelumnya.

The Wolf BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang