Nayara memukul dadanya beberapa kali karena terasa sesak. Seperti terhimpit diantara dua tembok dan gelap. Wanita itu masih di balik pintu omong-omong. Tak menghiraukan pria di luar sana yang menggedor pintu cukup keras. Jon mungkin bisa membuka pintu itu karena Nayara bahkan tak menguncinya, tapi entah kenapa Jon tidak melakukannya.
Tubuh Nayara merosot ketika pasokan udara di sekelilingnya terasa menipis. Bayangan di kepalanya semakin menjadi-jadi. Wanita itu memejamkan mata, mencoba mengendalikan dirinya sendiri. Meskipun pada akhirnya sia-sia. Ya, Nayara kehilangan kesadarannya.
***
Tidak tidur semalaman karena bekerja itu hal biasa bagi Jon. Bahkan pria itu pernah tak tidur selama tiga hari berturut-turut karena dihukum oleh Tuan Hans saat usianya 20 tahun. Dia baik-baik saja. Namun, kali ini berbeda. Jon tidak tidur selama semalaman hanya untuk memastikan Nayara baik-baik saja.
Fajar menyingsing, matahari muncul dari timur dengan cantiknya, membuat semburat kekuningan yang mewarnai birunya langit dan putihnya awan. Menginjak musim gugur, bunga-bunga tak nampak dan dedaunan mulai menguning. Pohon maple terlihat elok karena warna kuning dan oren yang mendominasi. Ini musim kesukaan Jon.
Jon menemukan Nayara tergeletak di kamar setelah lima belas menit menunggu di luar semalam. Sedikit panik, tiap Jon tetap terlihat tenang. Dia membaringkan Nayara di ranjang, hanya memeriksa bahwa Naya masih bernafas. Kemudian semalaman pria itu hanya menatap Nayara sambil sesekali mendekatkan telunjuknya ke depan lubang hidung Naya. Masih bernafas, sekali lagi itu cukup membuat Jon lega.
Jon bisa saja membawa Naya berlari ke rumah sakit semalam. Tapi jika wanita itu terbangun di rumah sakit, Jon tidak tau apa yang harus dia katakan. Dia hanya ingin menutupinya-lagi. Sama seperti kejadian di hutan, Jon ingin Nayara menganggap yang semalam mimpi saja.
"Hai," sapa Jon saat Nayara mulai membuka mata. Wanita itu terlihat terkejut dan langsung mundur. Bahkan dia juga memeriksa pakaiannya.
"Kenapa? Kau masih pakai baju, tidak usah takut begitu," kata Jon dengan enteng.
"Aku menemukanmu tidur sambil berjalan. Aku pikir yang dikatakan Bibi Aya itu bohong. Ternyata kau memang bisa tidur sambil berjalan ya," kata Jon sambil merubah posisi dari yang berbaring ke samping dan kepalanya disangga dengan lengan menjadi berbaring dan sepenuhnya kepala di bantal.
"Apa?" heran Nayara. "Bukankah semalam kau menciumku? Lalu aku—" Nayara menjeda kalimatnya, mengingat apa yang semalam terjadi padanya. Itu terlalu nyata jika Jon mengatakannya mimpi.
"Menciummu? Kau pasti mimpi," kata Jon kemudian memejamkan mata. "Sudahlah, aku lelah. Aku ingin tidur sebentar."
Nah, kan. Jon bilang ini mimpi. "Tapi itu terlalu nyata untuk mimpi, Jon. Kau tidak sedang berbohong, kan?"
"Sampai kau bisa memberiku bukti semalam aku menciummu, aku katakan kau yang berbohong."
Nayara mengerjapkan mata beberapa kali. Lagi-lagi mengingat apa yang terjadi semalam dan itu sama sekali bukan mimpi. Sangat nyata untuk dikatakan sebagai mimpi.
"Hari ini istirahat saja. Ayahmu sudah bertaubat. Dia yang akan merawat ibumu. Dia bahkan berlutut padamu kemarin, kan?"
"Tapi aku—"
Ucapan Nayara terputus. Siapa lagi jika bukan Jon yang memotong. "Enaugh, Baby. I'm tired and sleepy. Ini kesempatanku berlibur dari pekerjaan. Jangan mengajakku berdebat. Aku sudah beri pelajaran pada ayahmu supaya dia tidak macam-macam lagi."
"Pelajaran apa maksudmu?"
Jon yang tadinya menutup mata sambil bicara akhirnya membuka mata, dia menoleh pada Nayara yang berbaring di sampingnya, menatap penuh tanya padanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/369098655-288-k1137.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wolf Bride
Fanfiction[15+] Nayeon and Jungkook as main characters visual Nayara dijual ayah tirinya sendiri. Ini adalah awal yang membuatnya bertemu Jonathan, seorang pebisnis yang namanya niak daun karena masuk majalah Forbes belakangan ini. Rupanya tampan, matanya taj...