Jon memperhatikan Nayara saja dari kejauhan sambil sesekali memeriksa pesan dari Ver. Yuli tidak datang ke kantor hari ini karena sakit, plus Jon mengurus pernikahan. Poor Verzha bekerja sendiri. Pria itu pasti kelabakan.
"Hey!"
Jon mengalihkan pandangannya, tak jauh dari sana seorang remaja laki-laki melambaikan tangan padanya.
"Tolong berikan bolanya."
Jon menunduk, melihat sebuah bola yang tak jauh dari kakinya. Tanpa banyak bicara, Jon mengambil bola itu dan membawanya pada beberapa remaja yang sedang bermain di lapangan basket yang letaknya memang bersebelahan dengan taman dan area sket.
Jon mengoper bola berwarna oranye itu dari tangan kanan dan kiri sambil berjalan. Dia tersenyum kecil saat sampai di dekat remaja yang meminta bolanya.
"Butuh orang tambahan?" tanya Jon.
Remaja itu melihat teman-temannya sesaat sebelum memberikan kode pada Jon untuk bergabung.
Sebenarnya, basket adalah salah satu olah raga kesukaan Jonathan. Bisa dibilang Jon mahir dalam segala hal. Basket adalah hal yang terlalu sederhana untuknya. Terbukti, dalam permainan kali ini Jon mampu melewati lawan, mengoper bola dengan baik, bahkan beberapa kali mencetak skor.
Rasanya, sudah lama dia tidak berolah raga seperti ini. Biasanya untuk merenggangkan otot, Jon berlarian bersama Verzha di sekitar hutan, memanjat pohon atau tebing dalam mode wolf. Begitu saja sambil patroli, waspada jika ada penyusup atau musuh yang mengintai rumahnya.
Beberapa orang; terutama para wanita yang lewat menyempatkan diri melihat pertandingan. Beberapa diantaranya para gadis muda yang akhirnya duduk di tribun lapangan, bersama para pemandu sorak yang mungkin juga satu tim dengan anak-anak basket yang kini bermain bersama Jonathan.
Jonathan melirik mereka, tersenyum tipis saat menyadari dia juga menjadi pusat perhatian. Ingat kan, Jon gila wanita? Jadi, hal ini menjadi hal yang mengasyikkan baginya.
Jon bermain dengan sangat baik. Teriakan terdengar saat Jon mencetak skor. Jon bahkan mendapat apresiasi dari pemain basket itu sendiri.
"Paman, sepertinya kau bisa masuk tim dunia," canda salah satu pemain.
"Paman? Apakah aku terlihat setua itu?" heran Jon.
"Sedikit," katanya. "Tapi para gadis menyukai pria matang sepertimu. Lihat, mereka mengambil gambar."
Jon mengikuti lirikan laki-laki yang berbicara dengannya. Jon melihat beberapa gadis mengacungkan ponselnya. Sepertinya ya, sedang mengambil gambar. Tapi belum pasti juga gambar Jonathan kan? Bisa jadi mereka mengambil gambar crush mereka.
Saat sedang mengendarkan pandangan, Jon tak sengaja menemukan Nayara bersama anak-anak kecil di ujung tribun. Melihat itu, Jon langsung berpamitan pada tim basket yang mengizinkannya bermain. Jon berlari kecil menghampiri Nayara dan gerombolan kecilnya.
"Hai," sapa Jon.
Naya menatap Jon sambil bersendekap. Naya tidak bohong, Jon terlihat hot dengan keringat itu. Jon memakai kemeja putih sialan tanpa dalaman yang pastinya membuat lekuk tubuhnya tercetak sangat jelas saat basah karena keringat.
"Eh, Paman jahat." Seorang anak buka suara. Dia berkaca pinggang sambil menatap Jon seolah menantang. "Ayo minta maaf pada Naya."
Jon menaikkan satu alisnya. "Untuk?" tanyanya.
"Paman sudah berperilaku buruk pada Naya. Paman merusakkan ponselnya dan selalu memaksanya. Kata Mama memaksa itu tidak baik. Apakah Paman tidak pernah diajari? Paman tidak pernah sekolah ya? Apakah Miss tidak pernah marah jika Paman mengambil sesuatu yang bukan haknya?" Satu anak lagi berceloteh membuat Jon semakin heran.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Wolf Bride [END]
Fanfic[18+] Nayeon and Jungkook as main characters visual Nayara dijual ayah tirinya sendiri. Ini adalah awal yang membuatnya bertemu Jonathan, seorang pebisnis yang namanya niak daun karena masuk majalah Forbes belakangan ini. Rupanya tampan, matanya taj...