Nayara terlihat diam di pojok ruangan. Tatapannya kosong. Makanan yang diberikan tidak tersentuh. Melihat itu, Verzha menghela nafas berat.
"Tuan Ver, kau terlihat mengkhawatirkan dia. Dia akan baik-baik saja, sungguh."
Verzha menatap Bibi Aya, sekali lagi menghela nafas.
"Melihat dia seperti ini? Aku tidak yakin," kata Verzha.
"Bibi melihat sesuatu tentang dia di masa depan?"
Bibi Aya tersenyum simpul. Tak menjawab, memilih berjalan untuk membuka jeruji besi di depannya dan Verzha.
"Kita bawa dia kembali ke kamar, Tuan. Di sini sangat tidak nyaman."
"Bibi selalu saja diam. Kemampuan Bibi sangat langka, loh. Bibi harus memanfaatkannya. Tidak semua were wolf memiliki kemampuan khusus. Bahkan Tuan Jon pun tidak."
"Tuan Jonathan masih sangat muda, begitu juga denganmu, Tuan Ver. Sekarang tolong aku, ya?"
Bibi Aya menatap Verzha sambil tersenyum. Pria itu tak punya pilihan selain menurut.
"Nona Nayara."
Verzha berlutut di depan Nayara, tersenyum menatap wajahnya.
"Nona. Kau bisa mendengarku?"
Nayara menoleh perlahan, menatap Verzha beberapa saat dan terlihat ketakutan.
"Tidak. Aku tidak mau. Aku ingin pulang. Ibukku sedang sakit..."
"Nona, ku mohon tenanglah. Aku tidak akan berlaku jahat padamu. Aku Verzha, tangan kanan Tuan Jon. Kau tidak perlu takut padaku."
"Tapi-tapi aku, k-kau... Kau pasti berbohong," kata Nayara dengan suara bergetar.
"Tubuhku sakit. Dia-dia-" Nayara berhenti berucap. Bola matanya bergerak gelisah. Menyadari itu, Verzha mencoba lebih dekat.
"Nona. Tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Sekarang ikut aku, ya? Kita ke kamarmu. Agar kau lebih nyaman. Kau bisa beristirahat di sana."
Nayara menggeleng. "Aku mau pulang. Aku mau bertemu ibuku."
"Ibumu baik-baik saja, Nona. Dia sedang menjalani pengobatan," kata Verzha dengan mempertahankan kelembutannya. Dalam hatinya sangat merasa iba pada Nayara.
"Benarkah?" Nayara memegang kedua bahu Verzha secara spontan. "Kau tau?"
Verzha mengangguk. "Aku tau. Aku akan membantumu mencari kabarnya setiap hari. Tapi tenangkan dirimu. Tidak akan ada yang menyakitimu. Apa yang terjadi semalam adalah bagian dari takdirmu dan kau harus mencoba menerimanya. Aku tau tidak akan semudah itu. Tapi Tuan Jon sudah memilihmu. Dia membiarkanmu hidup artinya dia punya tujian. Dan aku berjanji akan menjagamu."
Nayara terdiam. Dia menatap Verzha, menatap ke dalam matanya. Pria ini terdengar tulus. Tapi kenapa Nayara masih merasa takut, terutama saat dia menyebutkan nama Jon.
"Mari, kita ke kamarmu."
Verzha memegang kedua bahu Nayara, mengajaknya berdiri dan menuntunnya keluar. Bersyukur karena Nayara menurut.
"Apakah sakit?" tanya Verzha saat melihat Nayara berjalan sambil meringis menahan sakit. Saat ditanya, Nayara mengangguk.
"Aku akan menggendongmu kalau begitu. Apakah boleh?"
Nayara sekali lagi menatap Verzha. Beberapa detik kemudian dia mengangguk dan menyetujui tawarannya. Kemudian, Nayara merasakan kakinya tak menapak kembali. Verzha menggendongnya ala bridal.
"Jika Tuan Jon tau, mungkin dia akan marah Nona."
"Marah kenapa?" tanya Nayara.
"Karena aku dekat dengan wanitanya. Dia tidak suka jika wanitanya disentuh pria lain. Dia sedikit tempramen. Seorang pencemburu. Tapi sebenarnya dia orang yang baik dan perhatian. Tapi aku yakin juga kau akan takut saat melihat dia karena kejadian semalam. Mungkin kau akan merasa trauma."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wolf Bride
Fanfiction[18+] Warning‼️ Mengandung keker*san Nayeon and Jungkook as main characters visual _______ Nayara dijual ayah tirinya sendiri pada seorang pria. Tak disangka, pria itu kemudian menjualnya pada Jonathan, seorang pebisnis yang namanya niak daun karena...