5. Seperti Bunga Aster

147 34 4
                                    

Verzha meringis melihat kondisi Nayara. Dengan mata kepalanya sendiri, Verzha melihat kekejaman Jonathan pada Naya. Dia tidak tinggal diam dan memanggil Bibi Aya. Wanita itu langsung mengobati Nayara.

"Nona, minum obat pereda nyeri ini lalu istirahatlah."

Nayara menggeleng. Dia menangis dan memeluk Bibi Aya. "Bibi, aku ingin pulang. Aku rindu ibuku. Pria itu sangat kejam padaku. Dia bahkan tidak akan membiarkan aku mati."

"Nona, Tuan Jon menginginkanmu. Dia tidak akan melepaskanmu apapun yang terjadi. Semakin kau melawan, semakin kau akan merasa sakit."

"Bibi Aya benar, Nayara. Tetaplah di sini, menurut pada Tuan Jon, dan aku janji aku akan berikan kabar ibumu setiap hari." Verzha menyahut.

Naya tetap diam, masih enggan meminum obatnya. Jadilah Bibi Aya meninggalkan obat itu di kamar Nayara.

"Aku sudah menduga kondisinya akan semakin buruk. Aku akan meminta Tuan Jonathan untuk mendatangkan dokter atau psikolog untuk Nayara," kata Verzha dengan tegas.

"Jangan gegabah Tuan. Tuan Jon mungkin tidak akan menyetujuinya," kata Bibi Aya.

"Dan kita akan membiarkan Nayara terpuruk dengan ketakutannya? Bibi bilang Naya bisa membawa masa depan yang lebih cerah bagi keluarga William, kan? Jadi kita tidak bisa tinggal diam. Tuan Jon harus diingatkan."

Bibi Aya mencoba menahan Verzha, tapi tekat pria itu sepertinya bulat. Bibi Aya hanya menatap kepergian Verzha pada akhirnya sambil meremas jarinya karena gelisah.

***

Jonathan menggoyangkan gelas wishky-nya sambil menatap lukisan dirinya di dinding kamarnya. Jarinya yang lain mengapit gulungan nikotin yang berasap, sesekali Jon menghisapnya.

"Tuan."

Verzha masuk tanpa permisi, berdiri di hadapan Jon. Melihat tangan kanannya itu, Jonathan menaikkan satu alisnya.

"Ada kepentingan apa Ver?"

"Tuan. Aku memohon padamu untuk mendatangkan dokter atau psikolog khusus bagi Nona Nayara. Lihat kondisinya. Dia ketakutan. Kau memperlakukan dia dengan sangat kasar, Tuan."

Jon menautkan kedua alisnya. "Aku masih tidak mengerti, Ver. Aku kasar? Apa yang aku lakukan, huh? Aku hanya memberikan dia pelajari sedikit agar dia menghargai hidupnya. Dia mencoba mati di hadapanku karena jijik telah ku sentuh!"

Jonathan membanting gelas di tangannya, bangkit dan berdiri di hadapan Verzha.

"Kenapa kau peduli padanya, Verzha?" tanya Jonathan dengan tatapan curiga.

"Tuan, aku hanya-"

"Sejak kapan kau berani mempertanyakan apa yang aku lakukan? Sejak kapan kau berani mencampuri urusan pribadiku?"

Plak!

Tangan Jonathan mendarat dengan keras di pipi Verzha. Pria berkulit kecoklatan itu hanya menunduk, tak berani menatap mata Jon atau bahkan mengintipnya.

"Dia adalah milikku, jalangku, wanitaku," kata Jon penuh penekanan. "Aku yang tau apa saja yang terbaik untuk dia. Mengerti?"

Keberanian Verzha sirna. Di hadapan seorang wakil Alpha; Beta. Verzha yang hanya manusia serigala biasa tak berani melawannya.

"Mengerti, Tuan Jon."

Jonathan menarik nafas kemudian menghembuskanya perlahan. Dia berbalik, menghisap puntung rokoknya dan menghembuskan asapnya ke udara.

"Pergilah jika tidak ada yang penting. Kabarkan pada Tuan Hans, besok aku akan ke sana. Siapkan perjalananku ke Vatikan besok siang."

"Baik, Tuan."

The Wolf BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang