Empat orang pengawal yang berjaga di sekitar penthouse Jon memberi hormat pada pria yang baru keluar dari lift. Pria dengan pakaian yang sudah tak rapi. Lengan kemeja yang ditekuk hingga di atas siku dan memperlihatkan guratan otot lengannya. Dua kancing kemeja atas yang terbuka dan sorot mata tajam. Bekas darah di sepatu hitamnya membawa sedikit aroma anyir yang mampu dengan mudah dicium kaumnya.
"Dia tidak memaksa keluar, kan?" tanya Jon.
"Tuan, Nyonya tadi izin keluar untuk membeli makanan, tapi kami melarangnya. Jadi kami membelikannya makanan," ucap seorang dari mereka.
"Bagus," kata Jon kemudian beranjak dan memasuki unitnya.
Arloji di tangannya menunjukkan pukul 1 malam. Jon sudah pergi selama lebih dari 3 jam. Mungkin Nayara sudah tidur. Apalagi tadi pengawal bilang Nayara baru saja memesan makanan.
Semua lampu masih menyala. Hanya lampu kamarnya saja yang mati. Meskipun gelap, Jon tetap bisa melihat Nayara di ranjang. Jon punya mata tajam, sehingga bisa melihat dalam kegelapan sekalipun.
Pertama-tama yang Jon cari bukan Nayara. Ada yang lebih penting, yaitu ponselnya. Meskipun ponsel lama Naya ada di tangan Jon, tapi ponsel baru Nayara sudah terhubung dengan email lamanya. Sialnya Yuli mengirim email itu ke sana. Lebih sial lagi Jon belum sempat sama sekali mencoba untuk memeriksa siapa saja yang berkirim pesan dengan wanitanya.
Jon tersenyum kecil saat menyadari Nayara mematikan notifikasi emailnya. Jadi, pesan email dari Yuli belum dia baca. Langsung saja Jon menghapusnya.
"Beraninya wanita itu merekamku. Sialan," geram Jon.
Jon meletakkan lagi ponsel Nayara, memejamkan mata dan mengingat beberapa perkataan Yuli tadi.
"Aku akan memberikan pelajaran pada wanita itu karena sudah merebutmu dariku, Jon."
"Aku tidak akan diam. Aku mungkin akan mati, tapi kau tidak akan tenang. Kau akan hancur! Aku bersumpah!"
Tangan Jon lagi-lagi terkepal. Pria itu sedang mengendalikan emosinya sendiri karena marah akan kelalaian dan betapa jauh Yuli bertindak. Jon hanya tidak menyangka jika Yuli sepintar dan selicik itu.
"Hiks!"
Jon seketika membuka mata saat mendengar isakan. Suaranya tak jauh, bahkan tak sekali terdengar.
"Nay?"
Jon berlutut di dekat Nayara, memperhatikan wajah wanita itu dalam kegelapan. Nayara terisak dan bergumam tak jelas dengan mata terpejam. Bahkan mulai keluar air mata secara perlahan. Mungkin Nayara sedang bermimpi.
"Nay? Nayara..."
Jonathan menepuk pelan pipi Naya beberapa kali, berharap wanita itu terbangun dengan segera. Benar saja. Nayara nampak terkejut. Membuka matanya dan menatap sekelilingnya dengan gelisah. Karena gelap, sepertinya dia belum melihat Jon di dekatnya.
"Are you okay, Baby?" tanya Jon.
Nayara terkejut dan semakin bingung. Barulah dia menyadari ada Jon di dekatnya saat dia mencium aroma parfumnya. Hidung Naya baru berfungsi setelah beberapa menit bangun.
Tapi tunggu, semakin Nayara menajamkan penciumannya, bukan hanya parfum vanila kesukaan Jon, tapi ada bau mesiu san sedikit anyir darah.
"Baby? I'm here. Wait."
Jon bangkit dan menyalakan lampu. Seluruh ruangan telah terisi cahaya dan baru Nayara bisa melihat Jon dengan jelas, berjalan ke arahnya setelah menekan saklar.
"Kau mimpi buruk?" tanya Jon sambil mendaratkan bokongnya di samping Nayara. Namun, kedatangan Jon dan posisi Jon membuat Nayara sepertinya merasa tak nyaman hingga membuat wanita itu menggeser tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wolf Bride
Fanfiction[18+] Warning‼️ Mengandung keker*san Nayeon and Jungkook as main characters visual _______ Nayara dijual ayah tirinya sendiri pada seorang pria. Tak disangka, pria itu kemudian menjualnya pada Jonathan, seorang pebisnis yang namanya niak daun karena...