7

6 3 1
                                    

Di siang hari yang amat terik, Shalu akhirnya bisa beristirahat karena jam makan siang. Ia mendapatkan waktu istirahat selama satu jam.

Namun saat hendak ke kantin yang terletak di lantai bawah, gadis itu melihat petugas security tengah mengusir seseorang. Rupanya, mereka mengusir Jamal, kakek-kakek yang pernah ia tolong.

"Jangan diusir, Pak!" seru gadis itu. "Saya kenal kok sama kakek ini,"

Shalu menghampiri Jamal dengan senyuman dan turut mengajak pria tua itu pergi ke kantin. Jamal sendiri pun juga membawa rantang di tangannya.

"Kamu ngga usah beli, Nak, Kakek udah masakin," ujar kakek itu. Gadis itu pun terkejut melihat rantang dan juga isinya.

"Ya ampun, Kek, ini malah saya yang ngerepotin," gumam gadis itu. Di sana ada ayam bumbu kare, nila bakar, dan juga nasi putih tentunya.

"Ini beneran kakek masak sendiri?" tanya Shalu yang sudah sangat kelaparan.

"Iya, atuh, kan kakek udah ngga ada istri," sahut beliau. "Jadi, semuanya serba sendiri,"

Pria itu bercerita sembari menyiapkan semuanya. Pria tua itu pun bertanya.

"Kamu udah punya pacar?" tanya beliau dengan logat Sunda yang kental. Shalu pun mengangguk sambil tersipu malu.

"Wah, kalau gitu bisa, dong, kamu cerita gimana bisa ketemu dan pacaran," pinta kakek itu dengan wajahnya yang ceria.

"Namanya Heisan," Shalu bercerita dengan wajahnya yang merah. "Kalau ketemunya, kita satu kampus, satu jurusan juga,"

"Kami tiap hari ketemu,"

"Dulunya, saya itu sombong banget, saya juga sering ngebully orang miskin, termasuk Heisen,"

"Sampai akhirnya ..."

*****

Shalu pov

Saya saat itu naik KRL menjelang maghrib dari stasiun Jakarta menuju ke Bogor. Saat itu bulan puasa dan suasana benar-benar ramai seperti sedang melakukan Hunger Games. Tapi, akhirnya saya berhasil masuk.

Saya merasa ngga nyaman, seperti ada cairan yang keluar dari area pribadi saya. Saya ngga bisa gerak karena kemungkinan saya lagi haid.

Awalnya, saya ngga sadar kalau Heisen ada di sana. Sampai akhirnya, dia numpahin minuman berwarna merah ke pantat saya.

"Eh, sorry!" ujar Heisen. "Aku ngga sengaja,"

Rasanya, saya pengin marah. Tapi ngga jadi. Karena, dia malah bisikin saya.

"Itu, kamu tembus, makanya aku tumpahin biar kamu ngga malu nanti pas turun," bisiknya. "Kebetulan, minumanku juga merah,"

Dia ngasih jaketnya ke saya.

"Pakai itu buat nutupin," ucapnya.

Setelah itu, adzan maghrib berkumandang. Saya tahu kalau dia puasa. Saya lihat ke belakang buat ngelihat dia. Tapi, dia cuma makan roti tanpa minuman.

Beberapa saat kemudian, dia turun lebih dulu. Jujur saja, saya jadi merasa bersalah setelah kejadian itu.

Dua hari kemudian, kami ketemu lagi di kampus. Saya pun mengembalikan jaketnya dan minta ma'af ke dia.

*****

Author pov

"Sejak itu, saya belajar banyak dari dia, saya pelan-pelan berubah," ujar gadis itu. "Entah karena jatuh cinta atau apa, saya ngga tahu,"

7 IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang