Not Happy

4 2 0
                                    

Sinar mentari pagi telah menyapa dunia. Tiga orang yang baru dikenal oleh Heisen itu tampak masih tidur. Sedangkan pemuda itu sudah bangun saat adzan subuh berkumandang. Heisen membangunkan mereka bertiga karena telah melewatkan shalat subuh. Mereka pun bangun dengan malas-malasan.

Sementara mereka bertiga sedang shalat, Heisen memanggil sipir untuk meminta kertas dan pena agar bisa menulis balasan surat untuk istrinya tercintanya. Ia lantas segera menulisnya setelah sipir memberikan semua yang ia inginkan.

Disaat dirinya sedang asyik menulis, Sigit, Irfan, dan Rana diam-diam mengintip tanpa disadari oleh Heisen.

"Cie, Shalu ..." Sigit menggodanya, disambut dengan tawa yang lainnya. Heisen jadi malu. Wajah pria itu jadi merah merona.

"Ih, ngga boleh ngintip," ujar Heisen dengan tingkah polahnya yang sedikit kekanakan. Ia pun melanjutkan menulis surat itu sembari menutupi dari teman-teman barunya.

"Santai aja, ngga usah malu gitu," goda Rana. Heisen kembali menulis surat itu sembari menahan tawa.

"Yah, typo, kan," Heisen jadi kesal. "Gara-gara kalian, sih,"

Ketiga orang itu tertawa melihat tingkah Heisen yang seperti anak kecil. Seolah-olah, dia adalah anak-anak yang terperangkap dalam tubuh yang dewasa.

Setelah selesai menulis balasan surat itu, Heisen jadi berpikir, bagaimana cara memberikan balasan surat ini kepada Shalu? Apalagi, hari ini adalah ulang tahun Shalu. Tentu saja ia tidak ingin surat itu terlambat dikirimkan. Pria itu pun berpikir sejenak.

Amba lewat di depan matanya seolah-olah ia adalah jawaban Tuhan atas pertanyaan Heisen barusan.

"Pak, Pak, Pak!" Heisen memanggil Amba dengan gesit sebelum pria paruh baya itu menghilang dari hadapannya.

"Apa?" Sahut Amba dengan suaranya yang nyaring. Heisen pun memberikan surat itu kepada Amba. Petugas itu tampak bingung.

"Apa ini?" tanya Amba.

"Surat, buat istri saya," sahut Heisen.

"Ngapain dikasih ke saya? Mending kasih langsung," gumam Amba. "Toh, ntar juga ada waktunya kunjungan,"

"Ngga bisa, hari ini kan bukan hari kunjungan," ujar pemuda itu. Amba pun baru ingat.

"Hari ini, istri saya lagi ulang tahun," lanjutnya. "Mungkin, dia lupa dan ngga sempat mikirin itu,"

"Tapi paling ngga, meskipun saya lagi di sini, saya harus tetap perhatian, kan?'

Amba pun mengerti. Ia lantas menerima surat itu.

"Ok, ntar kalau jam istirahat, saya bakal ke sana," Amba menyetujui. Heisen tampak senang sekali mendengarnya.

"Tapi jangan dibaca, lho," Heisen berpesan dengan bibirnya yang sedikit maju, membuatnya terlihat sedikit imut.

"Iya, buset, cerewet amat," sahut Amba dengan wajahnya yang terheran-heran dengan tingkah Heisen. Apa mungkin semua orang yang sedang kasmaran bertingkah aneh seperti itu?

*****

Hari ini, semua anggota kepolisian tengah berkumpul untuk menghadiri acara pemberian penghargaan untuk Brahma sebagai polisi yang berprestasi karena telah berhasil menangkap Rangga yang telah memusingkan seluruh jajaran kepolisian selama hampir satu tahun ini.

Setelah Kombes Pol memberinya penghargaan, semua orang yang hadir memberinya ucapan selamat kepada Brahma. Di luar gedung pun juga terdapat banyak karangan bunga sebagai bentuk ucapan selamat untuknya.

Usai menemui semua orang, Brahma pergi ke belakang untuk menenangkan pikiran sembari merokok di sana. Pria paruh baya itu mengembuskan asap rokoknya. Pikirannya sama sekali tidak tenang, ia sendiri tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Ia merasa tidak senang mendapatkan penghargaan ini. Padahal selama ini, inilah yang ia impikan. Harusnya, ia bisa merasa senang karena kali ini, dirinya benar-benar berhasil menangkap Rangga aka Heisen. Tapi kenapa justru sebaliknya?

7 IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang