Persidangan Part 2

1 1 0
                                    

Saat ini, semua orang sedang beristirahat sembari menunggu sidang kembali dimulai.

"Gue ngga bisa ngasih CCTV itu buat sekarang," gumam Jihan. Semua orang bertanya-tanya.

"Kenapa?" tanya Nayan.

"Akan lebih baik kalau Dokter Aditi bisa ke sini buat jadi saksi dan jelasin semuanya. Karena, dia professional, dia ahlinya," jawab Jihan. "Kapan dokter itu bisa ke sini?"

"Dia baru bisa balik ke Jakarta besok," sahut Nayan. Jihan hanya bisa mengembuskan napas panjang.

"Apa boleh kalau kita nunjuk tahanan buat jadi saksi?" tanya Heisen.

"Maksud lu?" Jihan balik bertanya. Heisen lantas menceritakan semua tentang Sigit dan juga tentang korupsi berdasarkan yang Sigit dengar saat itu.

"Emangnya dia punya bukti?" tanya Jihan sekali lagi. Heisen terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepala.

"Gue kasih tahu, di persidangan kayak gini, selain ada saksi, kita juga harus punya bukti," ujar gadis itu. "Kita punya saksi, tapi ngga ada buktinya, maka tuduhannya ngga relevant,"

"Emang ngga adil, tapi itulah prosedurnya," lanjutnya.

Beberapa saat kemudian, sidang kembali dimulai. Kini, Pur memanggil seorang dokter forensik bernama Firman.

"Dokter, anda yang menangani jenazah para korban, Kan? Apa yang anda temukan selama ini?" tanya Pur. Dokter lalu berbicara melalui mic.

"Enam korban itu memiliki luka yang sama, perutnya sama-sama ditusuk berkali-kali," jawab Firman. "Untuk kasus Amar dan Royan, area kemaluan mereka dipotong habis,"

"Untuk Yusuf, tempurungnya hancur, dan otaknya dibuang,"

"Sedangkan untuk Budi dan Ridho, mereka kemungkinan dipukuli lebih dulu sebelum dibunuh,"

"Sedangkan untuk Pak Setiabudi, dia hanya mendapatkan luka tusukan, sedikit berbeda dari yang lain,"

"Dari semuanya, saya bisa menyimpulkan bahwa pelaku adalah orang yang sama dan seorang psikopat,"

"Artinya secara mental, pelaku sangatlah stabil," dokter itu pun mengakhiri keterangannya. Sementara Hakim sedang sibuk membaca hasil pemeriksaan forensik.

"Satu pertanyaan, Pak, apakah seorang yang punya kepribadian ganda bisa melakukan itu semua?" tanya Jihan.

"Bisa jadi," jawab Firman. "Tapi untuk menentukan mentalitas seseorang bukanlah ranah kami,"

"Tapi, anda baru saja bilang secara mental, pelaku sangatlah stabil, kan, Dok?" Jihan sedikit menjebak Firman. Dokter itu tidak bisa menjawab.

"Itu saja Yang Mulia," Jihan mengakhiri pertanyaannya.

Firman telah meninggalkan kursi, dan kini, tibalah Ahmad yang bersaksi.

"Ceritakan bagaimana kamu bisa mengenal Heisen," pinta Jihan kepada Ahmad. Pemuda itu pun mengangguk.

"Saat itu, saya pulang sekolah. Tapi tiba-tiba, lima orang nyeret saya ke gang di dekat sekolah," ujar Ahmad. Ia lantas melanjutkan ceritanya.

"Mereka semua mukulin saya. Ngga sekali atau dua kali mereka kayak gitu, tapi sering,"

"Bahkan korban mereka ngga cuma saya,"

"Setelah itu, Bang Heisen datang. Dia nyoba melerai kami. Tapi ternyata, dia juga dipukuli sampai pingsan dan hampir mati,"

"Tapi tiba-tiba, dia sadar, dan semuanya berubah, tatapan matanya, suaranya, semuanya benar-benar beda dari sebelumnya,"

"Yang tadinya ngga bisa membela dirinya sendiri, dia menghajar mereka semua, menendang, membanting, dan masih banyak lagi,"

7 IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang