Bingung

5 2 0
                                    

Shalu menunggu Heisen yang masih tak sadarkan diri di ruang tunggu rumah sakit. Ia sendirian di sana dan sibuk mondar-mandir selama beberapa menit. Tak lama kemudian, dokter pun keluar dari ruangan.

"Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Shalu yang begitu khawatir.

"Ngga perlu khawatir, dia ngga apa-apa, kok," sahut dokter. "Begitu sadar, dia bisa langsung pulang,"

Dokter itu pun pergi. Shalu merasa sedikit lega mendengarnya. Tapi di satu sisi, Shalu juga merasa tidak tenang melihat Heisen yang tiba-tiba seperti itu. Ia sama sekali tidak mengerti yang terjadi hari ini.

Beberapa saat kemudian, Nayan pun datang dan terlihat panik.

"Gimana keadaan kakak?" tanya Nayan dengan napas tersengal-sengal.

"Dia ngga apa-apa," sahut Shalu. Ia pun menatap Nayan.

"Kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi sama Heisen?" tanya Shalu dengan tatapannya yang terlihat mengintimidasi. Nayan lantas duduk di samping Shalu dan mengangguk.

"Iya, aku tahu," sahut gadis itu.

"Apa yang terjadi?" Shalu kembali bertanya.

"Dia punya kepribadian ganda," jawab Nayan. "Itulah analisa dokter,"

"Lalu, kamu tahu kalau dia selama ini adalah Rangga yang selama ini dicari polisi?" tanya wanita itu sekali lagi. Shalu begitu marah dan kecewa. Nayan pun mengangguk pelan.

"Kenapa ngga bilang sama aku?" Shalu bertanya dengan air matanya yang mengalir. "Aku berhak buat tahu itu,"

"Aku takut," jawab Nayan. Gadis itu juga menitikkan air mata.

"Aku takut kalau kakak bakalan ninggalin dia," tangis Nayan pecah.

"Itu cuma ketakutan kamu," ucap Shalu sembari menghapus air matanya.

"Aku cinta sama kakak kamu, dan aku ngga ninggalin dia sampai kapanpun, apapun itu yang terjadi," lanjutnya. Ia mencoba menegaskan semua itu kepada Nayan.

"Justru kalau aku tahu dari awal, aku bisa terus ada di samping dia,"

Nayan hanya bisa diam. Ia menyadari bahwa dirinya salah telah menyembunyikan penyakit Heisen. Seharusnya, ia tidak melakukan hal seperti itu.

*****

Nayan dan Shalu membantu Heisen yang masih lemas berjalan memasuki sebuah ruangan dengan sofa yang nyaman. Pria itu tampak bingung, dirinya sedang berada di mana?

Lalu, Aditi muncul di hadapan Heisen dan meletakkan ponselnya di meja dan terlihat tersambung dengan Nayan. Gadis itu dan Shalu pun keluar dari ruangan tanpa mematikan telepon.

"Halo," Aditi menyapa. "Kamu pasti bingung, kan?"

Pria itu mengangguk pelan.

"Sebenarnya, saya ini bukan dokter seperti yang saya bilang ke kamu," lanjut wanita itu. "Saya seorang psikiatris,"

Heisen tidak menjawab sama sekali. Ia justru lebih sibuk melihat sekelilingnya yang gelap. Hanya dirinya dan Aditi yang disoroti cahaya lampu.

"Kamu ingat apa yang terjadi sama kamu sampai bisa kayak gitu?" tanya Aditi sembari menunjuk tangan Heisen. Pria itu hanya menggelengkan kepala.

"Ok, aku kasih tahu kamu," ujar Aditi. "Aku bakal hipnotis kamu biar tahu sebenarnya apa masalah kamu,"

Heisen hanya menurut. Ia juga ingin tahu sebenarnya apa yang salah dengan dirinya. Kalau hipnotis bisa membantu, maka dia tidak akan menolak.

Aditi mengambil pendulum yang tersedia di meja. Ia pun menghadapkan benda yang coraknya memusingkan itu di hadapan Heisen.

"Fokus sama ini," ucap Aditi sembari menunjuk corak itu. "Dalam hitungan ketiga, kamu akan tidur,"

7 IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang